Ambil contoh, di Al-Quran dikatan
كل نفس ذائقة الموت - kullu nafsin dzaa-iqatu al-maut
Yang diterjemahkan: tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Orang yang awam akan merasakan: oohh… tiap yang hidup akan mati. Orang yang ahli biologi atau dokter, langsung terbayang bagaimana syarat suatu kehidupan (seperti pembakaran makanan perlu oksigen, aliran darah dst), yang jika itu berhenti, maka akan matilah dia. Orang yang mengerti rasa bahasa Arab, akan melihat ayat itu dengan takjub juga. Perhatikan kata dzaa-iqa ذائق diterjemahkan merasakan (catatan: sebenarnya yang pas itu, "yang merasakan" karena ini isim fa'il, sama dengan kasus faa-i-zin & 'aa-i-din). Kata dzaa-iqa ini akarnya adalah ذاق – dzaaqa, yang artinya mencicipi (to taste), sehingga kata dzaa-iqa itu = yang mencicipi. Bayangkan indahnya bahasa Al-Quran. Tiap yang berjiwa akan mencicipi kematian. Seperti hidangan, ayo masing-masing orang cicipi deh itu kematian… Jangan takut, kalau banyak amal sholeh, rasa cicipan kematian itu akan sedap, dst. Beragam interpretasi dan khayalan muncul dari text suatu kalimat, tergantung background masing-masing pembacanya.
Ayat-ayat dalam surat Al-‘Ashr ini secara umum mengatakan, bahwa sebenarnya kita-kita ini selalu dalam keadaan rugi. Lawan rugi tentu untung. Siapa yang tidak rugi, atau dalam bahasa lain, siapa manusia yang beruntung? Dalam ayat ini dikatakan yang tidak rugi itu adalah orang-orang yang: (1) Aamanuu: beriman, (2) Aamilush-sholihat: mengerjakan amal sholeh, (3) tawaa shaubil-haq: saling bernasehat kepada kebenaran, (4) tawaa shaubish-shob : saling bernasehat kepada kesabaran.
Mengutip tafsir Al-Azhar: Ibnul Qayyim di dalam kitabnya "Miftahu Daris-Sa'adah" menerangkan; "Kalau keempat martabat telah tercapai oleh manusia, berhasillah tujuannya menuju kesempurnaan hidup.
Pertama: Mengetahui Kebenaran.
Kedua: Mengamalkan Kebenaran itu.
Ketiga: Mengajarkannya kepada orang yang belum pandai memakaikannya.
Keempat: Sabar di dalam menyesuaikan diri dengan Kebenaran dan mengamalkan dan mengajarkannya.
Jelaslah susunan yang empat itu di dalam Surat ini. Demikian, Hamka mengutip. Insya Allah kita akan lanjutkan ke Latihan.
Catatan: Nasyid Raihan ini sangat saya sukai.
Demi masa sesungguhnya manusia kerugian
Melainkan yang beriman dan yang beramal soleh
Gunakan kesempatan yang masih diberi
Moga kita takkan menyesal
Masa usia kita jangan disiakan
Kerna ia takkan kembali
Ingat lima perkara sebelum lima perkara
Sihat sebelum sakit
Muda sebelum tua
Kaya sebelum miskin
Lapang sebelum sempit
Hidup sebelum mati
Diposkan oleh Rafdian Rasyid di 11/01/2007
http://arabquran.blogspot.com/2007/11/topik-54-latihan-surat-al-ashr.html
Topik 55: Fungsi dan Kedudukan WAW
Bismillahirrahmanirrahim.
Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita akan masuk ke ayat pertama surat Al-‘Ashr. Kita akan pelajari peranan dan fungsi huruf waw.
Oke sebelum kita masuk ke ayat 1, saya tanya dulu nih, rasanya semua tahu arti wa = dan, bukan? Feeling saya mungkin semua yang bisa baca al-Quran ya katakanlah 80% pasti tahu kan bahwa kata وَ wa itu artinya “dan”
Misal:
ذهب إلى المسجد عمر و علي - dzahaba ila al-masjidi Umar wa ‘Ali
Pergi ke masjid (si) Umar dan Ali.
Nah semua pasti tahu kan kata عمر و علي – Umar wa ‘Ali, bahwa kata wa disitu artinya dan? Ya saya rasa semua sudah pada tahu ya.
Oke apa lagi makna wa itu? Nah ini saya kasih daftarnya. Wa itu maknanya ada 3 kemungkinan:
1. Artinya: dan (and)
2. Artinya: demi (untuk sumpah)
3. Artinya: padahal
Oooo… gitu… Yang saya tahu selama ini, wa itu artinya hanya dan, ternyata ada arti lain ya… Oke kapan masing-masing itu kita gunakan? Insya Allah saya akan jelaskan.
Baiklah, kita masuk ke ayat 1 dulu ya, surat Al-‘Ashr:
و العصر - wa al-‘ashri
Diterjemahkan: Demi Masa.
Oke kata al-‘ashr bisa artinya masa (waktu), bisa artinya senja. Kalau begitu wal-ashr itu artinya: Dan masa dong mas… Kok malah diterjemahin Demi Masa?
Nah ini lah fungsi pertama waw. “WA” jika diikuti isim yang harokatnya kashroh, maka kata “WA” disitu artinya “DEMI” yang diucapkan dalam rangka sumpah.
Misalkan begini. Pernah lihat kan kalau pejabat disumpah dibawah Al-Qu’ran. “Demi Allah. Saya bersumpah. Bahwa saya … bla bla bla”. Nah kata-kata : Demi Allah disitu dalam bahasa Arabnya:
و اللهِ – wa Allahi, atau wallahi.
Lihat harokat kata Allah adalah kasroh, sehingga dibaca wallahi. Nah kalau waw bertemu isim (kata benda) dengan harokat kasroh, maka ini adalah kalimat sumpah, dimana wa diterjemahkan DEMI.
Dalam Al-Quran banyak ditemukan Allah bersumpah dengan nama Makhluknya. Seperti wal-layli : Demi Malam, wan-nahaari : Demi Siang, wal-fajri : Demi (waktu) Fajar, dsb.
Jadi singkat cerita, untuk mengartikan WA tinggal dilihat harokat isimnya, apakah kasroh atau tidak. Jika kasroh, maka diterjemahkan “DEMI”, jika tidak (dhommah, atau fathah) maka diterjemahkan DAN.
Kita tidak boleh bersumpah dengan nama makhluk. Misalkan: walardhi (demi bumi) saya berjanji tidak berbohong. Nah ini tidak boleh. Manusia hanya boleh bersumpah atas nama Allah.
Sampai disini kita sudah mempelajari 2 fungsi dan macam waw yaitu:
WAW QOSAM (WAW janji) yang diterjemahkan Demi
WAW ATHOF (WAW penyambung) yang diterjemahkan Dan
Ada jenis WAW yang ke tiga yaitu WAW HAL, yaitu waw yang menjelaskan suatu keadaan (yang biasanya bertentangan dengan asumsi). Misalkan dalam surat Al-Maarij ayat 7.
ayat 6: Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh.
ayat 7: و نراه قريبا - wa naraa hu qoriiban
wa = padahal
naraa = kami melihat
hu = nya
qoriiban = dekat
Orang kafir memandang siksaan akhirat itu jauh (Ibnu Katsir menafsirkan maksud jauh itu mustahil terjadi). Jadi orang kafir merasa siksaan akhirat itu mustahil terjadi. Padahal Allah SWT memandang siksaan itu sangatlah dekat dengan mereka. Lihat wa disini diterjemahkan padahal.
Demikianlah telah kita bahas 3 macam jenis WAW. Insya Allah jelas ya. Alhamdulillah.
Diposkan oleh Rafdian Rasyid di 11/06/2007
http://arabquran.blogspot.com/2007/11/topik-55-fungsi-dan-kedudukan-waw.html
Topik 56: Fungsi Inna
Bismillahirrahmanirrahim.
Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita akan segera masuk ke ayat 2 surat Al-‘Ashr. Dalam topik ini kita akan pelajari fungsi dari inna ( إنّ ) dan anna ( أنَّ ), dan apa bedanya dengan kaana ( كان ). Dan jika ada waktu kita bahas juga bedanya dengan an ( أنْ ).
Empat hal itu sangat sering ketukar-tukar (at least bagi saya sendiri). Oke sebelum masuk ke ayat 2 nya, saya sampaikan summary dari 4 hal tsb.
Kata inna ( إنّ ) artinya: sesungguhnya (indeed) dan anna ( أنَّ ) artinya : bahwasannya. Terlihat berbeda antara inna dan anna, secara bahasa Indonesia. Tetapi secara bahasa Arab fungsi dan kedudukannya sama. Anna adalah inna yang terdapat ditengah kalimat.
Kaana fungsinya kebalikan dari Inna. Kaana secara arti sudah dibahas panjang lebar di topik sebelum ini (lihat dan baca lagi jika belum paham).
Sedangkan kata an ( أنْ ), secara bahasa Indonesia tidak ada artinya (tidak bisa diartikan), tapi karena dekat (apalagi kalau nanti baca arab gundul) kita sukar membedakan:
أن apakah أنَّ – anna (bahwasannya) atau أنْ – an (tidak ada padanan bahasa Indonesianya).
Oke baiklah kita sekarang masuk ke ayat 2 surat Al-‘Ashr.
إنَّ الإنسان لفي خسر - inna al-insaana la fii khusrin
Inna = sesungguhnya
Al-insaana = manusia (insan)
La = sungguh
Fii = dalam
Khusrin = kerugian
Baiklah... Kita lihat Inna dalam kalimat diatas, artinya sesungguhnya. Ya, kata inna ini fungsinya penekanan. Sering dalam bahasa Inggris diterjemahkan Indeed. Oke, kalau begitu apa kedudukan dan fungsi inna dalam kalimat?
Fungsi (tugas) inna adalah sbb:
- me-nashob-kan mubtada'
- me-rafa'-kan khobar.
Oh, kalau begitu fungsinya kebalikan dari kaana كان ya Mas? Ya, Anda betul. Kalau Kaana fungsinya:
- me-rafa'kan mubtada'
- me-nashobkan khobar.
Duh bingung nih... bisa kasih contoh gak?
Oke pada saat membahas kaana kita kasih contoh sbb:
كان البيتُ جميلا - kaana al-baitu jamiilan : (dulu) rumah itu bagus
kalau kita pakai Inna maka menjadi:
إن البيتَ جميلٌ - inna al-baita jamiilun : sesungguhnya rumah itu bagus
Terlihat bedanya kan. Mubtada al-baitu, khobar jamiilun. Jika kemasukan kaana, maka kbobar menjadi nashab (fathah). Sedangkan jika kemasukan inna maka mubtada' jadi nashab (fathah).
Oke sekarang kita sudah tahu bedanya: kaana dan inna secara fungsi. Kita kembali ke surat Al-'Ashr ayat 2 ini.
إنَّ الإنسان لفي خسر - inna al-insaana la fii khusrin
terlihat dari kalimat diatas yang menjadi Mubtada adalah al-insaana. Lalu khobarnya mana. Nah khobarnya disini adalah khobar jumlah (khobar yang tidak terdiri dari 1 kata, tapi dari kalimat). Jika khobarnya khobar jumlah, maka efek perubahan dhommah ke fathah tidak kelihatan.
Kalimat diatas bisa diganti dengan khobar satu kata saja.
إن الإنسان خسرا - inna al-insaana khusran : sesungguhnya manusia itu rugi
Lihat bahwa khobarnya menjadi fathah (dibaca khusran, bukan khusrun atau khusrin)
Nah kalau kita pakai kaana, kalimat diatas menjadi:
كان الإنسان خسْرٌ - kaana al-insana khusrun : (dulu) manusia itu rugi
Atau jika khasirun tidak ingin dalam bentuk mashdar, kita ubah ke isim fail menjadi khaasirun
إن الإنسان خاسِرٌ - inna al-insaana khaasirun : sesungguhnya manusia itu (adalah) orang yang merugi
Jadi, kita ulangi, bahwa kanaa secara fungsi (tugas) dalam kalimat, berkebalikan dengan inna.
Insya Allah di topik selanjutnya kita akan bahas mengenai lam taukid (lam penguat). Lihat di ayat 2 ini ada kata-kata:
la fii khusrin
Nah pada kalimat diatas adalah lam taukid. Insya Allah kita akan bahas juga pendalaman masalah khobar yang panjang (ditambahi dengan shifat / maushuf).
Diposkan oleh Rafdian Rasyid di 11/08/2007
http://arabquran.blogspot.com/2007/11/topik-56-fungsi-inna.html
Topik 57: Pendalaman masalah Mubtada’ dan Khobar
Bismillahirrahmanirrahim.
Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Sebelum kita lanjutkan pembahasan ayat 2 surat Al-‘Ashr, kita berhenti sejenak disini. Oke kita sudah lihat dan bahas peranan dan fungsi kaana dan inna dalam kalimat. Ingat-ingat lagi ya, karena dua kata ini sering dipakai dalam Al-Quran.
Oke. Kalau dilihat bahwa peranan atau fungsi kaana dan inna ini, sangat berkaitan dengan apa yang disebut mubtada’ dan khobar. Maka pengetahuan mengenai mubtada’ dan khobar ini perlu lebih di perdalam. Sebagai perbandingan kitab Al-Arabiyah Bin Namajiz (Bahasa Arab dengan Pola-pola) membahas masalah mubtada dan khobar ini ke dalam 4 bab terpisah. Dari sini tercermin betapa pentingnya pengetahuan mengenai mubtada’ dan khobar ini.
Oke baiklah. Walau secara ringkas kita sudah bahas, bahwa mubtada’ itu subjek dan khobar itu prediket, sebenarnya pembagian ini kurang begitu operasional. Saya akan jelaskan mengapa.
Mari kita berandai-andai membuat perumpamaan kalimat.
Misal saya katakan:
The house is big.
Rumah itu besar.
Oke dalam bahasa Arab kita katakan:
البيتُ كبيرٌ – al-baytu kabiirun --> Kalimat A
Nah dalam bahasa Arab diatas terlihat bahwa mubtada’ adalah البيتُ – al-baytu, dan yang menjadi khobar adalah كبيرٌ – kabiirun.
Sangat straightforward dan mudah kan.
Tapi bayangkan skenario begini. Tanpa sengaja saya “tertambahkan” alif lam di depan kabiirun. Sehingga kalimatnya menjadi:
البيتُ الكبيرُ - al-baytu al-kabiiru --> Kalimat B
Apa padanan bahasa Inggris nya? Padanan untuk kalimat diatas berubah, menjadi
The big house (rumah besar itu)
Lihat bedanya.
The house is big: Rumah itu besar (kalimat A)
The big house: Rumah besar itu (kalimat B)
Kalimat A adalah kalimat yang sempurna, yang terdiri dari Mubtada’ (Rumah itu) dan Khobar (besar).
Sedangkan kalimat B, bukan kalimat sempurna. Kenapa? Karena kalimat B, hanya terdiri dari mubtada’ saja. Khobarnya tidak ada. Jadi kalimat “Rumah besar itu …” adalah mubtada’, belum jelas “ada apa dengan rumah besar itu”, alias belum ada khobarnya (khobar dalam bahasa Arab artinya berita). Kalimat B, khobarnya belum ada, atau berita-nya belum ada.
Oke. Sekarang kembali ke kalimat B. Saya katakan tadi bahwa Kalimat B belum sempurna. Bagaimana membuat kalimat B jadi sempurna?
Gampang. Tinggal kasih khobar, kan? Ya, anda benar.
Misalkan saya katakan:
The big house is new.
Sekarang saya sudah pilih new: baru (جديد - jadiidun) sebagai khobar. Maka kalimat B, dalam bahasa Arab jika ditambahkan jadiidun, menjadi:
البيتُ الكبيرُ جديدٌ – al-baytu al-kabiiru jadiidun
Sim salabim. Kalimat diatas berubah jadi kalimat sempurna, karena sudah ada khobar (prediket) nya. Mana khobarnya? Yaitu jadiidun.
Nah, kita sudah lihat kan ciri-ciri mana yang khobar, mana yang mubtada. Ciri-cirinya begini:
- Jika ada kata benda ma’rifat (spesifik: biasanya ditandai dengan alif lam -al), maka dia mubtada. Dalam contoh diatas بيتٌ – baitun (sebuah rumah), kemasukan alif lam menjadi البيتُ – al-baytu (rumah itu), adalah mubtada (karena ada al-nya)
- Jika setelah mubtada itu kata benda lagi yang juga spesifik (ada alif lam), maka kata benda itu bukan khobar, tapi shifat dari mubtada’. Dalam contoh diatas, kata كبيرُ - kabiirun (besar) karena mendapat alif lam menjadi al-kabiiru ( الكبيرُ ) maka dia bukanlah khobar, tetapi sifat dari mubtada. Sehingga kita tidak bisa terjemahkan: the house is big, tapi the big house.
- Setelah shifat, jika masih ada kata benda yang ada alif-lam, maka dia bukan lah khobar, tetapi shifat yang kedua. Saya bisa membuat begini: البيتُ الكبيرُ الواسعُ جديدٌُ – al-baytu al-kabiiru al-waasi’u jadiidun (The big large house is new ), atau Rumah yang besar (lagi) luas itu baru. Terlihat disini besar (big) dan luas (large) adalah sifat dari rumah itu, dan keduanya adalah masih bagian dari mubtada’. Sedangkan khobarnya adalah jadiidun (baru).
- Jika setelah mubtada (yang ada al-nya) ada kata benda yang tidak ada al-nya, maka itulah khobarnya. Dalam contoh diatas, kata jadiidun (baru) tidak ada al-nya, maka dapat diindikasikan kata jadiidun adalah khobar.
Ingat, jika sebuah kalimat sudah ada mubtada’ dan khobarnya maka, itu disebut kalimat sempurna.
Demikian, mudah-mudahan jelas ya. Sebagai penutup, saya sampaikan bahwa khobar-pun dapat terdiri dari lebih dari satu kata. Contoh sebelumnya khobar hanya satu kata, yaitu jadiidun. Dalam Al-Quran kadang-kadang khobar itu terdiri dari 2 kata benda.
Contoh dalam surat Al-Baqarah ayat 115.
إن الله واسعٌ عليمٌ – inna Allaha waasi’un ‘aliimun : sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatNya) lagi Maha Mengetahui.
Lihat kalimat diatas, jika inna saya buang maka menjadi:
اللهُ واسعٌ عليمٌ – Allahu waasi’un ‘aliimun : Allah Maha Luas (rahmatNya) lagi Maha Mengetahui.
Perhatikan, bahwa struktur kalimatnya:
Mubtada: Allahu
Khobar: waasi’un ‘aliimun
Khobarnya terdiri dari dua kata benda. Kita bisa lanjutkan menambahkan kata benda (yang merupakan sifat dari Mubtada) dengan tambahan lain misalkan: Allahu waasi’un ‘aliimun rahiimun rahmaanun dst (dimana mubtada'-nya Allahu, dan sisanya adalah khobar).
Jelaslah sekarang, bahwa kepandaian menentukan mana khobar, mana mubtada’ akan membantu kita dalam menerjemahkan text Al-Quran, khususnya yang berkaitan dengan inna dan kaana. Insya Allah akan kita jelaskan mengenai khobar muqoddam, pada topik-topik selanjutnya.
Diposkan oleh Rafdian Rasyid di 11/13/2007
http://arabquran.blogspot.com/2007/11/topik-57-pendalaman-masalah-mubtada-dan.html
Topik 58: Inna dan saudara-saudaranya
Bismillahirrahmanirrahim.
Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita sebenarnya akan melanjutkan pembahasan surat Al-‘Ashr ayat 2. Sebagaimana telah disampaikan kita menghadapi Inna di awal ayat kedua ini. Pembahasan إنَّ sangat dekat dengan pembahasan mubtada dan khobar. Telah kita lihat bahwa pengetahuan mengenai mubtada dan khobar ini sangat penting. Karena yang mempengaruhi mubtada dan khobar itu ada dua kelompok:
كان dan saudara-saudaranya.
إنَّ dan saudara-saudaranya.
Nah, saudara-saudara kaana itu banyak. Saudara-saudara inna juga banyak, suatu saat kita akan ketemu. Tapi untuk sekedar contoh, saudara-saudara إنَّ itu ada 5, diantaranya لعل – la’alla, dan ليت – layta. Dua-duanya artinya semoga, dengan beda maksud. La’alla adalah harapan yang mungkin terjadi, sedangkan layta adalah harapan yang mustahil terjadi.
Contohnya:
زيدٌ عالمٌ – Zaidun ‘aalimun : Zaid adalah orang yang berpengetahuan
Jika kita tambahkan inna, menjadi:
إنَّ زيدً عالمٌ – Inna Zaidan ‘aalimun : Sesungguhnya Zaid adalah orang yang berpengetahuan
Nah kita bisa mengganti inna dengan la’alla atau layta:
لعل زيدً عالمٌ – la’alla Zaidan ‘aalimun: Semoga Zaid (jadi) orang yang berpengetahuan
ليت زيدً عالمٌ – layta Zaidan ‘aalimun: Semoga Zaid (jadi) orang yang berpengetahuan
Perhatikan fungsi la’alla dan layta, sama dengan fungsi inna, yaitu menashobkan mubtada dan merafa’kan khobar. Lihat bahwa Zaidun (rofa’) setelah kemasukan inna, atau saudara-saudara inna (spt. La’alla dan layta), maka mubtada itu jadi nashob (dari Zaidun berubah menjadi Zaidan).
Perhatikan beda la’alla dengan layta diatas. Kalimat pertama, kemungkinan besar terjadi.
لعل زيدً عالمٌ – la’alla Zaidan ‘aalimun: Semoga Zaid (jadi) orang yang berpengetahuan
Misalkan tampak Zaid itu memang anaknya rajin, sehingga kemungkinan dia jadi orang alim, sangat besar.
Nah beda halnya dengan kalimat kedua. Misalkan telah diketahui umum bahwa Zaid itu anaknya idiot. Maka mengharapkan Zaid menjadi orang yang berilmu, tentu sia-sia, alias mustahil. Maka la’alla tidak tepat digunakan. Tetapi yang digunakan adalah layta.
ليت زيدً عالمٌ – layta Zaidan ‘aalimun: Semoga Zaid (jadi) orang yang berpengetahuan --> yang tidak mungkin terjadi, karena Zaid idiot, misalkan.
Atau seperti saya katakan:
ليت النارَ باردةٌ – layta an-naara baaridatun : semoga api itu dingin
Mengharap sifat api jadi dingin tentu mustahil. Makanya kita pakai layta.
Oke apa pelajaran yang kita dapatkan di topik ini? Ya, kita sudah lihat bahwa teman-teman inna itu cukup banyak, ada 5 (saya baru sebut 2 kan, yaitu la’alla dan layta). Teman-teman kaana juga banyak. Nah akan sangat untung kita, kalau kita tahu apa tugas kaana (dan saudara-saudaranya) dan apa tugas inna (dan saudara-saudaranya).
Oke, satu lagi, saudara Inna adalah Anna (hehe berarti saya sudah kasih tahu 3 ya).
Oke Anna sama dengan Inna, secara fungsi dan arti. Bedanya apa? Bedanya, kalau Inna ada diawal kalimat, kalau Anna ada ditengah kalimat.
Contohnya:
Saya paham, sesungguhnya Zaid itu orang yang berilmu.
فهمتُ أنَّ زيدً عالمٌ – fahimtu anna Zaidun ‘aalimun : saya paham, sesungguhnya Zaid itu orang berilmu.
Perhatikan bahwa awal kalimatnya adalah fahimtu (saya paham). Karena Inna tidak diawal kalimat, maka dia berubah menjadi Anna.
Oh ya terkadang dalam terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, karena anna terletak di tengah kalimat, maka dia sering diterjemahkan dengan “bahwasannya”, sehingga contoh diatas menjadi:
فهمتُ أنَّ زيدً عالمٌ – fahimtu anna Zaidun ‘aalimun : saya paham, bahwasannya Zaid itu orang berilmu.
Oke, topik mengenai mubtada dan khobar ini masih belum selesai. Insya Allah kita akan lanjutkan dengan jenis-jenis khobar (prediket).
Diposkan oleh Rafdian Rasyid di 11/17/2007
http://arabquran.blogspot.com/2007/11/topik-58-inna-dan-saudara-saudaranya.html
Topik 59: Jenis-Jenis Khobar
Bismillahirrahmanirrahim.
Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kali ini kita akan menggali jenis-jenis khobar. Apa saja itu? Oke, kita mulai dengan contoh.
الطالبُ مجتهدٌ – at-thaalibu mujtahidun : Siswa itu rajin
Mana mubtada dan khobar nya? Gampang.
Mubtada: الطالبُ - ath-thaalibu : siswa itu
Khobar: مجتهدٌ – mujtahidun : rajin
Nah, topik kali ini kita akan singgung, apa saja jenis khobar, dan jenis mubtada. Oke perhatikan kalimat diatas.
Mubtada ath-thaalibu, adalah kata benda alam (isim alam)
Khobar mujtahidun, adalah kata benda sifat (isim shifat)
Apa saja jenis Mubtada lain? Jenis mubtada yang lain adalah kata-ganti (isim dhomir).
Kalimat diatas, bisa saya ubah.
The student is diligent: الطالبُ مجتهدٌ – at-thaalibu mujtahidun : Siswa itu rajin
He is diligent: هو مجتهدٌ – huwa mujtahidun : Dia rajin.
Nah dalam kalimat diatas, mana mubtada dan khobar?
Mubtada: huwa – dia
Khobar: mujtahidun – rajin
Itulah 2 bentuk / jenis mubtada’ yang umum dijumpai. Apa itu? Kita ulangi. Mubtada bisa berupa isim alam (nama orang, nama benda, profesi orang, dsb), atau kata ganti (saya, kamu, dia, mereka, dsb).
Ada lagi jenis yang umum juga untuk mubtada, yaitu kata benda penunjuk (isim isyarah). Contohnya: ini, itu.
Saya katakan sbb:
ذلك البيتُ – dzalika al-baytu: itu rumah. That is the house.
هذا ولدٌ – hadza waladun : ini seorang anak laki-laki. This is a boy.
هذا الولدُ – hadza al-waladu : ini seorang anak laki-laki itu. This is the boy.
Nah mubtada dalam tiga kalimat diatas adalah: dzalika (itu) dan hadza (ini). Sedangkan khobarnya adalah al-baytu (rumah [yang sudah diketahui oleh lawan bicara]), waladun (anak laki-laki [siapapun dia]), atau al-waladu (anak laki-laki [yang sudah diketahui oleh lawan bicara]).
Oke, kita tutup dengan kesimpulan. Mubtada, bisa terdiri dari (salah satu)
1. Isim alam (nama orang, nama benda, profesi, dsb)
2. Kata ganti (saya, dia, mereka, kamu, dsb)
3. Isim isyarah (ini, itu)
Sekarang kita beralih ke jenis-jenis Khobar.
Perhatikan lagi kalimat-kalimat diatas. Rata-rata khobar itu terdiri dari, isim shifat (seperti rajin, malas, besar, ganteng, dll), atau kata benda isim alam (seperti dalam kalimat “itu rumah”).
Sekarang saya kasih contoh, yang mungkin membuat kita bingung.
Apa bedanya:
هذا البيتُ كبيرٌ جديدٌ – hadza al-baytu kabiirun jadiidun
هذا البيتُ الكبيرُ جديدٌ – hadza al-baytu al-kabiiru jadiidun
Bedanya kalau dalam bahasa Inggris lebih terlihat, sbb:
هذا البيتُ كبيرٌ جديدٌ – This house is big (and) new : rumah ini besar (lagi) baru
هذا البيتُ الكبيرُ جديدٌ – This big house is new : rumah besar ini baru
Pada kalimat pertama, mubtada: this house, khobarnya big (and) new
Pada kalimat kedua, mubtada: this big house, khobarnya new
Oke, sampai disini, kita resume-kan, tentang khobar. Khobar dapat terdiri dari isim shifat, isim alam. Sekarang bentuk ke 3.
Bentuk ke-3 Khobar: JER MAJRUR
Oke apa lagi nih Mas? JER MAJRUR. Hehe… istilah ini sering dipakai dalam pelajaran bahasa Arab. Apa itu? Gampangnya saya kasih contoh begini.
dalam rumah: في البيتِ – fii al-bayti.
Ingat-ingat lagi pelajaran kita dulu-dulu banget, tentang huruf jer (kata depan). Contohnya في – fii (didalam), على – ‘alaa (diatas), من – min (dari), إلى – ilaa (ke), dst. Nah kata-kata ini disebut JER. Lalu MAJRUR apa? Majrur adalah kata benda setelah JER. Dalam contoh diatas Majrur nya adalah البيتِ – al-bayti. Lalu gabungan keduanya disebut kalimat JER MAJRUR.
Nah bentuk ke 3 dari khobar ini, dapat berupa jer majrur ini. Contohnya begini.
الولدُ في البيتِ – al-waladu fii al-bayti : The boy in the house – anak laki-laki itu dalam rumah.
Mana mubtada dan khobarnya? Mubtada, pastilah al-waladu. Dan khobarnya adalah JER MAJRUR yaitu fii al-bayti.
Oke ya, semoga yang diatas itu bisa dimengerti. Sekarang ada masalah nih.
Dostları ilə paylaş: |