Demikianlah, Sin Liong meninggalkan Pulau Neraka bersama Soan Cu dan juga biruang raksasa yang menjadi jinak



Yüklə 351,39 Kb.
səhifə3/7
tarix03.11.2017
ölçüsü351,39 Kb.
#29113
1   2   3   4   5   6   7

macam aku ini pelayan? Kalau kau baru pantaslah menjadi jongos! Atau jagal babi!" "Maafkanlah. Aku tadi melihat

dari jauh. Aku sedang menyelidiki..... wah, celaka! Kau tentu puteri Teetok!" Kwee Lun terkejut dan menyesali

kebodohannya. Mengapa dia tidak menduganya lebih dulu? Siapa lagi kalau bukan puteri Tee-tok yang begini lihai?

"Aku bukan anak racun bumi, bukan anak racun bau! Aku malah musuhnya!" "Wah, benarkah? Kalau begitu kita cocok!

Aku pun sedang melakukan penyelidikan. Aku mendengar ada biruang diadu dengan harimau, pemilik biruang itu

adalah sahabatku, eh, maksudku, sahabatnya sahabatku!" Soan Cu menjadi bingung. "bicaramu seperti orang

sinting!' "Memang betul, sahabatnya, eh, malah suhengnya sahabatku. Kau siapa?" "Aku baru saja meninggalkan

pemilik biruang itu yang menjadi sahabat baikku." Dengan singkat Soan Cu menuturkan betapa Sin Liong mengalah

dan malah menyuruh dia pergi dan ingin menerima hukuman! "Wah, kenapa kau sudah begini besar masih begini

tolol?" "Siapa? Siapa tolol?" Soan Cu melangkah maju dan sepasang senjatanya sudah menggetar ditangannya.

"Siapa lagi kalau bukan engkau? Mengapa kau meninggalkan sahabatmu itu menghadapi hukuman? Kau tidak tahu siapa

itu Tee-tok Siangkoan Houw? Dari julukannya saja sudah mudah diketahui. Dia Racun Bumi, kejemnya bukan main.

Sahabatmu itu, suheng sahabatku, pemilik biruang, tentu akan dibunuhnya!" "Apa....?" Wajah Soan Cu menjadi

pucat sekali. "Celaka....!" "Hayo cepat kita kesana, barangkali belum terlambat!" Demikianlah, kedua orang itu

seperti berlomba lari saja, bersicepat lari kembali ke puncak. Dan mereka tiba di tempat yang tepat di mana

mereka melihat Swat Hong sedang menyerang kalang kabut kepada Sin Liong yang mengelak ke sana-sini. Ketika Kwee

Lun melihat sahabatnya itu menerjang seorang pemuda dengan mati-matian dan mendapat kenyataan betapa pemuda itu

lihai bukan main, biarpun bertangan kosong namun pedang di tangan Swat Hong sama sekali tidak pernah

menyentuhnya, dia sudah menggerakan pedang dan kipasnya, meloncat maju sambil membentak, "Berani kau menghina

Hong-moi?" "Trangg-cringgg....!!" Kwee Lun terdorong ke belakang dan matanya terbelalak melihat bahwa yang

menangkisnya adalah sepasang senjata di tangan..... Soan Cu yang mendelik dan memaki, "Kerbau tolol! Berani kau

mencampuri urusan Liong-koko?" Setelah berkata demikian, Soan Cu menyerang kalang kabut dan kembali mereka

saling serang dengan serunya! Melihat ini, otomatis Swat Hong menghentikan serangannya dan Sin Liong juga sudah

meloncat ke belakang lalu berkata, "Jangan bertempur! Soan Cu, mundurlah....!" "Liong-ko, biarkan aku bertemput

dengan gajah ini sampai selaksa....... eh, seratus jurus!" "Kwee-koko, mundur! Orang sendiri......!"

"Hehhhh....? Orang sendiri....? Dia ini...." Kwee Lun terkejut dan terheran-heran, sebentar memandang kepada

Sin Liong, lalu kepada Soan Cu. "Kwee-koko, inilah suhengku yang kucari-cari." Swat Hong memperkenalkan .

"Eh.... akan tetapi, mengapa kau menyerangnya.....??" Sin Liong cepat berkata, "Saudara yang gagah, Sumoiku ini

memang kalau lama tidak bertemu lalu ingin mengajakku berlatih." Mendengar ini, merah wajah Swat Hong. Setelah

ketahuan oleh semua orang betapa dia marah-marah dan menyerang suhengnya sendiri, baru dia teringat dan menjadi

malu. Sementara itu, dapat dibayangkan betapa kaget dan sedihnya hati Siangkoan Hui ketika itu. Kiranya dara

cantik yang amat lihai ini adalah Sumoi dari Kwa Sin Liong dan melihat sikapnya, dia dapat menduga bahwa dara

yang galak ini cemburu kepadanya. Maka dia sudah melangkah maju dan menjura sambil berkata, "Ah, harap maafkan.

Kiranya Cici adalah sumoi dari Kwa-taihiap...." "Hemmmm.... sudahlan!" Swat Hong berkata malu, kemudian

memperkenalkan kepada suhengnya, "Suheng, dia ini adalah Saudara Kwee Lun, murid dari Lam Hai Sengjin."

"Ha-ha-ha! Kiranya murid majikan Pulau Kura-kura? Selamat datang! Dan Nona adalah Sumoi dari Kwataihiap?

Aihhh..... sungguh hari ini kami kedatangan banyak tokoh besar!" Kemudian berkata kepada Soan Cu yang masih

cembertu. "Baik sekali Nona sudah datang kembali. Mari.... mari orang-orang muda yang gagah perkasa, marilah

kita duduk dan bicara di dalam." Tee-tok Siangkoan Houw lalu mempersilahkan mereka semua memasuki gedungnya dan

dia menjamu mereka dengan hidangan mewah, dibantu oleh puterinya, Siangkoan Hui yang merasa kagum sekali kepada

Swat Hong, akan tetapi juga merasa iri hati dan berduka. Tidaklah demikian dengan perasaan Soan Cu. Memang tak

dapat disangkal lagi bahwa gadis Pulau Neraka ini amat tertarik kepada Sin Liong yang dianggapnya sebagai

seorang pemuda yang luar biasa dan amat mengagumkan hatinya. Akan tetapi, selama dalam perjalanan ini Sin Liong

jelas memperlihatkan sikap bahwa pemuda itu sama sekali tidak tertarik kepadanya, juga bahwa sikap baiknya itu

lebih mendekati sikap baik seorang kakak terhadap adiknya, pula, melihat bahwa sesungguhnya Swat Hong, sumoi

pemuda itu, juga mencintai suhengnya, Soan Cu maklum bahwa tidaklah mungkin dia membiarkan cintanya terhadap

Sin Liong berlarut-larut. Pertemuannya dengan Kwee Lun telah mengubah seluruh perasaan hatrinya. Pemuda raksasa

ini amat hebat, amat menarik dan jelas lebih cocok dengan dia! Kwee Lun merupakan seorang pemuda yang jujur,

terus terang, gagah perkasa dan biarpun baru sekali bertemu saja, mereka telah saling serang sampai dua kali!

Oleh karena itu, ketika mereka semua makan bersama mengelilingi meja besar, perhatian Soan Cu lebih banyak

tertuju kepada pemuda perkasa itu. Setelah mereka makan minum, berkatalah Tee-tok Siangkoan Houw, suaranya

sungguh-sungguh dan katakatanya ditujukan kepada Sin Liong dan Swat Hong, "Saya tidak tahu dengan jelas apakah

Ji-wi mempunyai hubungan dengan Pulau Es, akan tetapi mengingat bahwa Kwa-taihiap adalah murid dari Pangeran

Han Ti Ong dari Pulau Es, maka agaknya apa yang hendak saya bicarakan ini akan menarik perhatian Ji-wi. Dan

sesungguhnya saya, atas nama para orang gagah di dunia kang-ouw, saya amat mengharapkan bantuan Sin-tong!"

"Ah, mengapa Locianpwe terlalu sungkan dan merendahkan diri? Harap diceritakan ada urusan apakah yang kiranya

dapat kami bantu, dan harap jangan membawa-bawa nama Pulau Es." "Justeru karena urusan ini menyangkut Pulau

Es." "Heiii....? Ada urusan apakah yang menyangkut Pulau Es?" Swat Hong bertanya penuh semangat. Mendengar ini

Tee-tok tersenyum dan memandang. "Sebagai Sumoi dari Sin-tong, tentu Nona juga dari Pulau Es, bukan? Gerakan

pedang Nona tadi hebat bukan main...." "Tidak perlu diketahui siapa pun apakah aku dari Pulau Es atau tidak,"

jawab Swat Hong tegas. "Kalau ada urusan Pulau Es, kami ingin mendengar." "Locianpwe, harap ceritakan kepada

kami dan maafkanlah sikap Sumoi yang selalu tegas dan singkat. Perlu saya berutahukan bahwa memang amatlah

penting artinya bagi kami kalau ada urusan yang menyangkut Pulau Es." Tee-tok menarik napas panjang. "Kalau

dibicarakan sungguh membuat orang menjadi penasaran sekali. Ji-wi (Anda Berdua) tentu telah mendengar nama

besar Bu-tong-pai, bukan? Nah, semua orang gagah dari dunia kang-ouw bersepakat untuk menentang Bu-tong-pai

mati-matian." "Haiii....? Mengapakah? Maaf kalau aku mencampuri, akan tetapi sungguh hatiku penasaran sekali

mendengar Bu-tong-pai dimusuhi orang kang-ouw. Bukankah anak murid Bu-tong-pai adalah orang-orang gagah yang

dihormati oleh dunia kang-ouw? Mengapa sekarang hendak dimusuhi?" Kwee Lun berseru lantang, matanya terbelalak

lebar karena penasaran. "Ha-ha-ha, agaknya gurumu, Si Tua Bangka Lam Hai Sengjin masih belum mendengar berita

karena dia selalu bertapa dipulaunya sehingga engkau pun belum tahu, orang muda yang gagah, Bu-tong-pai telah

beberapa bulan ini dikuasai oleh seorang ketua baru!" "Soal pengangkatan ketua baru Bu-tong-pai, kurasa adalah

urusan dalam Bu-tong-pai sendiri!" kata pula Kwee Lun. "Memang demikian kalau ketua baru itu orang dalam

Bu-tong-pai pula. akan tetapi, ketua baru itu mengaku dirinya sebagai Ratu Pulau Es dan telah melakukan

perbuatan sewenang-wenang, melanggar peraturan kang-ouw, mengalahkan banyak tokoh kang-ouw dan kabarnya bahkan

bersekutu dengan pembrontak!" "Ihhhh....!" Swat Hong berseru. "Kiranya dia di sana....!" Sin Liong juga

berseru. Mendengar seruan dua orang muda sakti dari Pulau Es itu, Tee-tok cepat memandang penuh selidik. "Ji-wi

mengenal wanita itu?" Sin Liong mengangguk tenang. "Agaknya begitulah. Dan sekarang juga kami berdua minta

diri, karena kami harus segera berangkat ke Bu-tong-pai." "Tapi biarlah kami membantumu, dan kalau perlu kita

memberitahukan teman-teman di dunia kang-ouw agar...." "Tidak usah, Locianpwe. Ini adalah urusan antara kami

sendiri. Bukankah begitu Sumoi?" "Benar! Harus kami berdua saja yang berangkat ke sana. Kwee-koko, terima kasih

atas bantuanmu mencari Suheng dan setelah kini aku bertemu Suheng dan kami ada urusan yang amat penting,

terpaksa aku akan meninggalkanmu. Kita berpisah sampai di sini, Kwee-koko." Kwee Lun mengangguk dan berkata

dengan suara lirih setelah menarik napas panjang. "Aku mengerti, Hong-moi." "Soan Cu, kuharap engkau suka

menanti dulu di sini dan harap Siangkoan Lo-enghiong melimpahkan kebaikan hati dengan menerima Soan Cu di sini

untuk beberapa hari sampai saya selesai berurusan dengan Bu-tong-pai." "Tentu saja! Dengan senang hati! Biarlah

Ouw-siocia tinggal di sini dulu, ditemani oleh anakku." "Tidak, Liong-koko! Aku.... aku.... akan pergi saja

melanjutkan usahaku mencari Ayah. Kaupergilah menyelesaikan urusanmu dengan Swat Hong......" kata Soan Cu

sambil menekan perasaannya. "Urusan kita memang berlainan. Selamat tinggal, aku pergi lebih dulu!" Setelah

berkata demikian, Soan Cu lalu bangkit berdiri dan berlari pergi tanpa menoleh lagi. Kwee Lun juga bangkit

berdiri. "Kalau begitu aku pun pamit. Biarlah aku membantu dia kalau dia mau." Kwee Lun lalu berlari sambil

berseru, "Nona...., tunggu dulu....!!" Namun Soan Cu tidak menengok lagi dan berlari cepat sehingga Kwee Lun

terpaksa harus mengerahkan ginkangnya untuk mengejar. Sebentar saja kedua orang muda yang berkejaran itu sudah

lenyap dari pandangan mata. Sin Liong dan Swat Hong juga berpamit dan meninggalkan Tee-tok bersama puterinya

yang mengantar mereka sampai di pintu depan. Setelah kedua orang itu berjalan pergi dan tidak nampak lagi,

terdengar Siangkoan Hui terisak dan menutupi matanya dengan ujung lengan bajunya. Siangkoan Houw menghela napas

dan merangkulnya. dara itu makin berduka, menangis sesenggukan di dada ayahnya. Teetok menepuk-nepuk pundak

puterinya dan berkata, "Hemm, tidak patut anak Tee-tok begini lemah hatinya! Aku tahu bahwa kau jatuh cinta

kepadanya, Hui-ji. Memang dia seorang pemuda luar biasa! Akan tetapi, aku melihat sesuatu yang aneh pada diri

Sin-tong itu. Aku akan merasa heran kalau sampai mendengar dia itu menikah! Dia tidak seperti manusia biasa!

Dia dari Pulau Es, demikian Sumoinya. Mereka itu berbeda dengan kita. Selain itu, engkau adalah tunangan putera

Lusan Lojin Bu Si Kang. Engkau sejak kecil telah dijodohkan dengan Bu Swai Liang. Biarlah aku akan mencari lagi

mereka!" Siangkoan Hui tidak menjawab dan dia menurut saja ketika diajak masuk ke rumah oleh ayahnya yang amat

menyayanginya. Sebetulnya, sukarlah dikatakan apakah Siangkoan Hui benar-benar jatuh cinta kepada Sin Liong.

Kiranya lebih tepat dikatakan kalau dia tertarik dan suka menyaksikan wajah dan sikap pemuda yang halus budi

itu. Untuk dikatakan jatuh cinta, kiranya masih terlalu pagi! Keadaan di Bu-tong-pai mengalami perubahan hebat

semenjak The Kwat Lin menjadi ketua partai persilatan besar itu. Bukan hanya perubahan di luar, yang nampak

jelas karena adanya banyak anggauta perkumpulan golongan hitam dan sepak terjang mereka yang kasar dan

ugal-ugalan, mengandalkan kepandaian untuk menentang siapa saja, akan tetapi juga terjadi perubahan di sebelah

dalam yang tidak diketahui oleh orang luar. Terjadi hal yang membuat Swi Nio seringkali menangis seorang diri

di dalam kamarnya! Peristiwa yang memalukan hati dara itu, yaitu ketika dia melihat betapa kakaknya, Swi Liang,

telah menjadi kekasih dari subo mereka sendiri! Tadinya tentu saja hal itu terjadi secara sembunyisembunyi,

akan tetapi kini dia melihat sendiri betapa subonya dan kakaknya itu berjinah secara terangterangan, tidak

bersembunyi lagi dan biarpun pada siang hari di mana banyak mata para angauta Bu-tongpai menyaksikannya, dengan

seenaknya ketua Bu-tong-pai itu memasuki kamar Bu Swi Liang atau sebaliknya pemua itu memasuki kamar subonya

kemudian pintu kamar ditutup dari dalam! Hati Swi Nio membrontak, akan tetapi apa yang dapat dia lakukan

kecuali menangis? Dan memang sungguh menyedihkan sekali kenyataan bahwa seorang pemuda seperti Bu Swi Liang

kini terjebak oleh nafsu berahi dan menjadi hamba nafsu berahi, juga menjadi hamba subonya sendiri yang

membuatnya tergila-gila! Hal ini tidak amat mengherankan, mengingat bahwa Swi Liang adalah seorang pemuda yang

masih hijau. Seorang pemuda remaja yang tentu saja tidak kuat menahan godaan dan rayuan seorang wanita yang

sudah matang seperti The Kwat Lin pula, memang rasa kagum seoran muda terhadap lawan kelaminnya yang lebih tua

dengan mudah menyeretnya ke dalam perangkap cinta nafsu. Di lain pihak, peristiwa itu bukanlah dapat diartikan

bahwa The Kwat Lin adalah seorang wanita yang gila laki-laki atau gila berahi. Sama sekali tidak. Dia adalah

seorang yang normal, dan hanya keadaanlah yang membuat dia menjadi seorang penyeleweng besar. Dia adalah

seorang wanita yang belum tua benar, baru tiga puluh tahun usianya, berwajah cantik dan bertubuh sehat. Setelah

menjadi janda dan hidupnya menyendiri, wajarlah kalau dia merindukan cinta asmara, merindukan kehangantan rasa

sayang seorang pria. Adapun pria yang sudah dewasa dan yang dekat dengannya adalah Bu Swi Liang, maka tidak

pula mengherankan apa bila dia teertarik dan jatuh hati kepada muridnya sendiri ini. Karena pemuda ini masih

hijau dan tentu saja tidak berani mulai dengan langkah pertama, maka The Kwat Lin yang menggunakan perasaan

kewanitaannya untuk membuka pintu dan menggerakan kaki dalam langkah pertama. Dialah yang memikat dan merayu

sehingga akhirnya Swi Liang jatuh dan mabok. Sekali saja hubungan jinah dilakukan, maka membuat orang menjadi

mencandu. Yang pertama kali segera disusul oleh yang ke dua, ke tiga, kemudia mereka menjadi ketagihan dan

seolah-olah tidak dapat lagi hidup tanpa kelanjutan hubungan gelap mereka! Tentu saja hal ini dapat terjadi

karena keadaan hidup Kwat Lin. Andaikata dia masih seorang pendekar wanita seperti belasan tahun yang lalu,

tentu perbuatan ini sampai mati pun tak kan dia lakukan. Akan tetapi kini keadaanya lain. Dia menjadi seorang

wanita yang berhati keras oleh sakit hati, kemudian menjadi tak peduli oleh keadaannya sebagai seorang ketua

paksaan dari Bu-tong-pai, seorang yang bercitacita untuk mencarikan kedudukan setingginya bagi puteranya.

Kedudukannya memberi dia perasaan lebih dan berkuasa, maka timbul sifat untuk bertindak sewenang-wenang tanpa

mempedulikan orang lain lagi. Akan tetapi, selain hubungan gelap dengan muridnya yang tersayang ini, Kwat Lin

juga mulai dengan langkah-langkah ke arah tercapainya cita-citanya. Dia mulai memperkuat Bu-tong-pai dengan

mengadakan hubungan dengan para pembesar di kota raja melalui anggauta-anggauta barunya, yaitu para pembesar

yang mempunyai cita-cita yang sama, para pembesar calon pembrontak. Kedudukan Bu-tong-pai makin kuat setelah

terjadi peristiwa hebat pada beberapa hari yang lalu. Pada beberapa hari yang lalu, pagi-pagi sekali, anak buah

Bu-tong-pai gempar dengan munculnya dua orang laki-laki di pintu gerbang Bu-tong-pai. Tidak ada seorang pun

anak buah Bu-tong-pai yang berani sembarangan turun tangan ketika mendengar dan mengenal bahwa dua orang ini

adalah tokoh-tokoh besar dalam dunia persilatan. Ketika seorang diantara mereka, yang usianya sudah enam puluh

tahun lebih, kumis dan jenggotnya sudah putih, mengatakan bahwa mereka minta berjumpa dengan ketua Bu-tong-pai

yang baru, para anak murid Bu-tong-pai cepat memberi kabar kepada The Kwat Lin yang pada saat itu masih

enak-enak pulas dalam pelukan muridnya, juga kekasihnya, Bu-swi Liang! Terkejutlah dia ketika pintu kamarnya

diketuk dan mendengar suara seorang murid bahwa di luar pintu gerbang terdapat dua orang tamu, ayah dan anak

she Coa dari dusun Koan-teng di kaki Pegunungan Bu-tong-san yang minta bertemu dengan ketua! "Suruh mereka

menanti di luar! Aku segera datang!" kata Kwat Lin dengan marah. Tak lama kemudian, Kwat Lin yang ditemani oleh

Swi Liang dan Swi Nio, juga ikut pula Han Bu Ong yang usianya hampir sebelas tahun, keluar dari pintu gerbang

menemui dua orang itu. Senyum mengejek menghias bibir ketua Bu-tong-pai yang cantik itu. Semenjak dia merampas

kedudukan ketua dengan paksa, sudah lima kali dia didatangi tokoh-tokoh kang-ouw yang agaknya datang karena

permintaan para tosu Bu-tong-pai yang mengundurkan diri. Para tokoh ini merasa penasaran dan membela para tokoh

Bu-tong-pai. Dengan mudahnya semua tokoh yang datang berturut-turut itu dirobohkan oleh Kwat Lin, ada yang

tewas seketika, ada yang terpaksa pergi membawa luka-luka berat! Dan kini, ayah dan anak yang datang itu

merupakan tokoh-tokoh yang datang ke enam kalinya. Swi Liang dan Swi Nio yang menggandeng tangan Bu Ong segera

minggir dan membiarkan subu mereka seorang diri menghadapi dua orang tamu itu. Dengan pakaian yang mewah dan

indah, dandanan seperti puteri kerajaan, The Kwat Lin tampak sebagai seorang wanita bangsawan agung yang

memiliki wibawa. Dengan sikap angkuh dia melangkah maju menghadapi dua orang itu sambil tersenyum. Kedua orang

itu berpakaian sederhana, namun dari sikap mereka yang tenang jelas tampak kegagahan mereka sebagai

pendekar-pendekar penentang kejahatan. Kakek itu biarpun sudah tua, masih kelihatan sehat dan kuat, jenggot dan

kumisnya yang putih menambah keangkeran wajahnya.Di pinggangnya tergantung sebatang pedang dan dia memandang

ketua Bu-tong-pai dengan sinar mata penuh selidik. Orang ke dua masih muda, paling banyak tiga puluh tahun

usianya, bertubuh tegap dan berwajah tampan gagah. Ada kemiripan pada wajah kakek dan laiki-laki ini dan memang

mereka itu adalah ayah dan anak yang terkenal sekali namanya sebagai pendekar-pendekar dari dusun Koan-teng

yang menjadi sahabat-sahabat baik dari para tosu Bu-tong-pai. Kakek Coa Hok memiliki ilmu pedang turunan

keluarga Coa yang amat lihai dan ilmu pedang ini diturunkan pula kepada puteranya itu yang bernama Coa Khi.

Ketika ayah dan anak ini mendengar akan malapetaka yang menimpa para pemimpin Bu-tong-pai, yaitu munculnya

orang termuda dari Cap-sha Sinhiap, seorang wanita yang merampas kedudukan ketua , kemudian mendengar betapa

banyak sahabat - sahabat kang-ouw yang membela mereka telah roboh di tangan wanita itu, mereka berdua menjadi

marah sekali. Sebagai orang-orang yang biasa menentang kejahatan mereka tidak mempedulikan berita tentang

kesaktian wanita itu dan berangkatlah mereka meninggalkan rumah, berbekal pedang, semangat dan kebenaran, naik

ke Bu-tong-san menjumpai ketua Bu-tong-pai itu. The Kwat Lin bukan seorang bodoh. Setiap kali ada tokoh naik ke

Bu-tong-san dan hendak menantangnya, dia selalu membujuk mereka untuk berdamai dan bekerja sama. Selama

cita-citanya belum tercapai, dia membutuhkan bantuan sebanyak mungkin orang pandai. Maka setiap kali ada orang

gagah datang dengan maksud menantangnya dan membela para bekas pimpinan Bu-tong-pai, dia selalu menyambut

mereka dengan bujukan manis. Hanya karena bujukannya tidak berhasil dan mereka itu berkeras, terpaksa dia turun

tangan menerima tantangan mereka. Memang demikianlah sifat orang-orang yang mempunyai cita-cita besar,

cita-cita yang sesungguhnya hanyalah nafsu keinginan untuk kesenangan diri pribadi. Demi tercapainya cita-cita

yang merupakan pamrih bagi diri peribadi ini, orang tidak segan untuk bersikap palsu, membujuk orang

sebanyaknya untuk membantunya demi tercapainya cita-cita itu. Orang-orang yang tidak membantu di anggap musuh

dan perlu dibasmi agar jangan menjadi penghalang cita-citanya, sebaiknya, mereka yang mati-matian membantunya,

jika cita-cita itu sudah tercapai sebagian besar dilupakannya begitu saja! Atau kalau teringat pun, hanya

diberi pahala sekedarnya karena yang penting bukan orang-orang yang membantunya, melainkan dirinya sendiri!

Begitu berhadapan dengan ayah dan anak itu, The Kwat Lin mengangkat kedua tangannya ke depan dada sambil

berkata. "Kiranya Ji-wi Coa-enghiong (Kedua Pendekar she Coa) yang datang. Suadh lama kami mendengar Ji-wi yang

terkenal gagah perkasa, maka kami merasa beruntung sekali hari ini dapat bertemu. Apalagi mendengar bahwa Ji-wi

adalah sahabat baik dari Bu-tiong-pai....." "The Kwat Lin!" Kakek Coa membentak dengan telunjuk kiri menuding

ke arah muka ketua baru Bu-tongpai itu. "Aku mengenalmu sebagai seorang di antara Cap-sha Sin-hiap yang gagah

perkasa, sebagai seorang murid Bu-tong-pai yang selalu menjunjung tinggi nama Bu-tong-pai. Aku telah puluhan

tahun bersahabat dengan Bu-tong-pai dan telah mendengar akan namamu. Akan tetapi, mengapa setelah menghilang

bertahu-tahun, engkau kembali ke sini dan menjadi seorang murid murtad, merampas kedudukan ketua mengandalkan

kekerasan dan kepandaian? Aku sebagai seorang sahabat Bu-tong-pai tentu saja tidak mungkin dapat mendiamkan hal

penasaran ini tanpa turun tangan!" Kwat Lin tersenyum manis dan melirik ke arah Soa Khi yang berwajah tampan,

akan tetapi Coa Khi mengerutkan alis dan memandang penuh kemarahan. "Coa-lo-enghiong agaknya kena dibujuk

orang! Memang benar saya menjadi ketua Bu-tong-pai, akan tetapi hal itu adalah demi kebaikan Bu-tong-pai, demi

cinta saya kepada Bu-tong-pai. Saya ingin menjadikan Butong- pai perkumpulah terbesar dan terkuat di dunia

kang-ouw, dan saya ingin menarik semua orang gagah menjadi sahabat yang dapat bekerja sama. Karena itu, saya

harap Ji-wi dapat membuka mata melihat kenyataan dan saya persilahkan Ji-wi untuk datang sebagai sahabat dan

untuk minum arak persahabatan bersama kami." "Perempuan murtad! Jangan mengira dapat menyogok kami dengan

omongan manis!" Kakek itu membentak marah. Kedua alis yang hitam kecil dan panjang itu bergerak-gerak dan

biarpun mulut yang berbibir itu masih tersenyum, namun kata-kata yang keluar mengandung nada dingin, "Habis apa

yang kalian akan lakukan?" "Sing! Singggg!!" Ayah dan anak itu telah mencabut pedang dan kakek Coa berkata,

"Hanya ada dua pilihan bagi engkau dan kami. Pertama engkau pergi meninggalkan Bu-tong-pai dan kami akan

berterima kasih kepadamu yang mengembalikan Bu-tong-pai, kepada para pimpinan Bu-tong-pai, atau kalau engkau

berkeras terpaksa kami ayah dan anak turun tangan menggunakan pedang membela kehormatan sahabatsahabat dari

Bu-tong-pai!" "Hi-hik! Betapa gagahnya keluarga Coa! Apakah ilmu Pedang Hok-liong-kiamsut sehebat sikap mereka,

perlu ditonton dulu!" Tiba-tiba terdengar suara yang lantang dan merdu ini. Semua orang menengok, juga The Kwat

Lin yang menjadi terkejut melihat ada orang datang tanpa diketahuinya. Hal itu saja membuktikan bahwa wanita


Yüklə 351,39 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin