BAB 5
SINERGISME INTERNAL
LEMBAGA DAKWAH KAMPUS
Seiring berjalannya waktu, proses perkembangan dakwah terus berlanjut. Dalam perkembangannya, sering kali kita melihat bahwa LDK tidak bisa menampung seluruh kader dakwah yang ada dan menyentuh massa kampus secara langsung. Pada kondisi saat kedua hal ini terjadi, sering kali timbul stagnansi dakwah yang berakibat pada lemahnya proses dinamisasi dakwah ke arah yang lebih baik.
Hakikatnya memang dakwah ini bisa menyentuh semua lapisan masyarakat kampus. Bahkan LDK pun seharusnya bisa memahami dengan baik bagaimana ciri dan kebutuhan objek dakwah yang dihadapi. Di sinilah tantangan yang pernah GAMAIS hadapi sekitar dua tahun silam. Kemapanan LDK tidak didukung dengan kekuatan dan sinergisme dari lembaga dakwah program studi terhadap lembaga dakwah pusat.
Rencana perubahan pun digulirkan dengan tema “Revitalisasi Struktur Lembaga Dakwah Kampus”. Analogi yang kami gunakan saat itu adalah dakwah itu adalah perang. Dengan hanya mengandalkan lembaga dakwah pusat kita menggunakan satu bom atom. Dampaknya adalah ada yang mati dan banyak yang luka-luka. Sedangkan dengan adanya lembaga dakwah di wilayah (program studi dan fakultas) kita bisa menembak musuh dari jarak dekat cukup dengan menggunakan senjata yang sederhana.
Oleh karena itu, kami memikirkan bagaimana agar dakwah yang dilakukan bisa berbasis di program studi yang notabene lebih dekat dengan massa kampus. Tambahan lagi, dengan berbasis di program studi kita bisa mengenal lebih dalam karakteristik objek dakwah kita. Namun segala hal ini perlu disinergikan dengan agenda dakwah di LDK. Maka muncullah istilah LDP-LDF-LDPS yakni: Lembaga Dakwah Pusat, Lembaga Dakwah Fakultas dan Lembaga Dakwah Program Studi. Ketiga elemen ini adalah sebuah kesatuan yang disebut dengan LDK atau Lembaga Dakwah Kampus.
Sistematika pembagian yang dilakukan adalah: LDP sebagai sebuah lembaga dakwah yang mencakupi keseluruhan kampus; LDF sebagai sebuah lembaga dakwah yang mencakupi fakultas; LDPS sebagai sebuah lembaga dakwah yang mencakupi program studi atau jurusan. Dengan adanya pembagian dakwah yang jelas serta sinergisme gerak di dalamnya, agenda dakwah ini dapat lebih mengena sasaran dan pada akhirnya sesuai dengan tujuan.
Pengembangan Lembaga Dakwah Wilayah
Pada proses pengembangan dakwah wilayah (LDF dan LDPS) dibutuhkan langkah dakwah yang jelas dan terstruktur. Peran LDP sebagai core aktivitas dakwah perlu dilakukan dalam rangka mewujudkan keseimbangan pengembangan dakwah wilayah. Dalam konteks pengembangan dakwah wilayah ini, saya akan menggunakan konsep community development dengan berbasiskan community capacity building, yakni pengembangan komunitas berbasis pembangunan kapasitas komunitas.
Dalam Teori Community Development ada empat strategi utama yang bisa dilakukan untuk pengembangan dakwah wilayah, yakni:
-
Pengembangan Kepemimpinan
Pengembangan kepemimpinan berfokus pada keahlian, komitmen, keikutsertaan, dan keefektifan individu dalam proses pengembangan komunitas. Pada strategi ini kita mencoba membentuk kepemimpinan di fakultas dan program studi yang kuat dan berpengaruh. Dengan adanya pemimpin yang kuat dan dalam jumlah yang banyak, sebuah komunitas akan punya kekuatan lebih untuk berkembang ke depannya. Strategi ini bisa dengan membentuk pemimpin yang berasal dari fakultas atau program studi, atau dengan menyuplai kader dari LDP yang pemahaman Islam dan dakwahnya telah terbentuk.
Pengembangan organisasi bertujuan agar komunitas dapat bekerja dengan lebih baik atau bekerja dengan aturan yang baru. Komunitas dalam konteks ini adalah kumpulan para aktivis dakwah di sebuah program studi atau fakultas. Proses pengembangan organisasi ini bisa diartikan sebagai pendirian sebuah lembaga dakwah. Dengan adanya lembaga yang formal dan legal, aktivitas dakwah akan lebih mudah dilakukan.
Bentuk dari lembaga dakwah ini bisa bermacam-macam, sebuah LDF bisa saja berada di bawah senat mahasiswa fakultas, atau berada langsung dibawah koordinasi LDP. Sedangkan LDPS biasanya berada di bawah koordinasi LDF, atau dalam beberapa kasus, inheren dengan himpunan mahasiswa program studi.
Dalam membangun sinergisme dakwah yang terpenting adalah pola dan struktur terkoordinasi dengan LDP. Pada kampus ITB, LDF dan LDPS berada dalam satu panji dakwah GAMAIS ITB.
Strategi ketiga adalah dengan menata potensi dari individu yang ada dalam sebuah wadah LDK agar gerak dakwah lebih terarah serta setiap individu mampu mengaktualisasikan potensinya dengan baik untuk dakwah kampus. Setelah sebuah lembaga dakwah didirikan, barulah lembaga dakwah bisa melakukan aktivitas dakwah ke para objek dakwah supaya bisa lebih mengenal Islam. Dalam tahapan ini, komunitas yang dikembangkan tidak hanya sebatas komunitas para aktivis dakwah Islam, melainkan juga sampai pada tahapan pengembangan massa fakultas dan program studi.
-
Kolaborasi antar-Organisasi
Strategi terakhir ini bertujuan untuk membangun infrastruktur komunitas yang meliputi pengembangan hubungan dan kerjasama dalam level organisasi. Tahap ini merupakan tahap lanjut dalam proses pengembangan dakwah wilayah. Lembaga dakwah diharapkan sudah memiliki legitimasi di masyarakat kampus yang menjadi tanggung jawabnya, dan mulai mengibarkan sayap dakwahnya ke luar fakultas atau program studi.
Bentuk aplikasi dari tahap ini adalah adanya hubungan dan koordinasi antara LDF dan LDPS yang dikomandoi oleh LDP. Dengan adanya gerak yang sinergis dan harmonis antara lembaga dakwah ini, pergerakan dakwah akan jadi lebih kuat dan tujuan dakwah akan lebih mudah tercapai.
Empat strategi di atas adalah sebuah tahapan umum dalam membangun dakwah fakultas dan program studi. Penjelasan ini diharapkan bisa dipahami bagi LDK yang ingin membangun LDF dan LDPS dengan kondisi telah ada LDP terlebih dahulu.
Pengoptimalan Peran Lembaga Dakwah Pusat
Setelah kita memahami bagaimana pengembangan dakwah wilayah, saya akan mencoba menjelaskan bagaimana LDP dapat berperan dalam pendirian dan penguatan LDF dan LDPS. Pada Teori Community Capacity Building, untuk membangun sebuah komunitas ada tiga hal yang bisa dilakukan oleh organisasi eksternal dari komunitas tersebut. Dalam kasus ini artinya adalah bagaimana kita bisa mengoptimalkan peran LDP terhadap pembangunan komunitas LDF dan LDPS.
Tiga strategi yang bisa dilakukan adalah:
-
Technical assistant atau pendampingan.
Metode yang paling sering dilakukan dan masih dilakukan oleh hampir semua LDK yang memiliki LDF, yakni pendampingan dengan berbasis penyelesaian masalah. Cara ini sebetulnya tetap memaksimalkan peran internal fakultas atau program studi, akan tetapi jika menemui masalah LDP dituntut untuk cepat tanggap memberikan solusi atas kendala yang dihadapi di lapangan.
Proses pendampingan ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, mengenal medan dakwah, dan mendorong pihak internal fakultas untuk menyelesaikan masalah secara mandiri dengan dukungan dari pihak LDP. Sebagai contoh, sebuah LDF mengalami kendala dari segi supply mentor untuk mengisi mentoring di fakultasnya. Maka, LDK diharapkan bisa berkoordinasi dengan LDF lain yang memiliki jumlah mentor lebih banyak untuk diamanahkan mengisi di LDF yang kekurangan mentor.
-
Self-help atau mandiri.
Cara ini lebih mengandalkan kemandirian dan potensi lokal dari kader di fakultas dan program studi. Karena memang pada dasarnya kader di sebuah fakultas lebih memahami kondisi medan dakwah di fakultasnya, tentunya diharapkan mereka bisa membuat strategi dakwah yang lebih tepat dan sesuai sasaran. Fungsi LDP dalam strategi ini adalah membangun basis kepemimpinan yang kuat di fakultas tersebut dan memberikan arahan berupa koridor serta standar ideal bagi LDF dan LDPS.
-
Advokasi.
Advokasi merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh LDP untuk membangun LDF dan LDPS dengan lebih mengedepakan proses hukum. Biasanya hal ini dibutuhkan pada proses legalisasi dan legitimasi LDF dan LDPS. Kita harus bisa mendukung dan memberikan alasan kuat yang bisa meyakinkan bahwa sebuah LDF bisa terbentuk. Cara paling sederhana untuk memberikan kekuatan hukum legal formal kepada LDF dan LDPS adalah dengan menempatkan mereka sebagai bagian dari LDK sehingga kekuatan payung hukum LDF dan LDPS bisa ditanggung oleh LDK.
Jika digambarkan dalam bentuk matriks, hubungan antara Teori Community Development dan Community Capacity Building adalah sebagai berikut:
|
Pengembangan Kepemimpinan
|
Pembangunan Organisasi
|
Penataan Komunitas
|
Kolaborasi antar-Organisasi
|
Pendampingan
|
Memberikan pelatihan kepemimpinan
|
Menyuplai sistem pendukung organisasi seperti dana dan jaringan
|
Menyuplai kebutuhan dakwah LDF seperti suplai mentor
|
Sinergisme LDF dengan memfasilitasi dalam bentuk forum rutin LDF
|
Mandiri
|
Menjadi tokoh penting/teladan dalam fakultas atau program studi
|
Membangun basis kader inti dan massa simpatisan
|
Membuat mekanisme dakwah yang sesuai dengan kebutuhan objek dakwah di fakultas atau program studi
|
Menjalin silahturahim rutin atau studi banding antara lembaga dakwah
|
Advokasi
|
Menyuplai kader dari luar fakultas atau program studi untuk terlibat langsung dengan aktivitas dakwah di fakultas atau program studi
|
Memberikan dukungan berupa bantuan hukum untuk melegalkan LDF atau LDPS dengan bantuan lobi ke pihak terkait
|
Adanya bimbingan berupa konsultasi pola manajemen dakwah yang baik
|
Dukungan berupa legitimasi LDF/LDPS, dengan itu mereka bisa melakukan hubungan dengan lembaga lain dengan bebas
|
Sinergisme Dakwah Kampus
Setelah semua fakultas memiliki LDF dan semua program studi memilki LDPS-nya masing-masing, maka selanjutnya dimulailah tahap sinergisme dakwah. Pada dasarnya saya menawarkan dua cara yang perlu dilakukan dalam waktu bersamaan, yakni kesamaan pedoman dakwah dan pola hubungan antar lembaga. Menurut hemat saya, dua hal ini perlu dipahami bersama agar dapat memberikan hasil yang optimal bagi dakwah kita.
Sebuah organisasi membutuhkan suatu pedoman dalam bergerak, apalagi bagi organisasi gabungan seperti lembaga dakwah kampus ini. Agar bisa sinergis dengan LDF dan LDPS, LDP perlu membuat pedoman atau kesepakatakan bersama yang terangkum dalam suatu pedoman lembaga dakwah kampus. Pedoman ini berisikan nilai, norma dan kesepakatan yang dibuat bersama dalam menjalankan dakwah. Selain itu pedoman dakwah ini harus berisikan pula tujuan dan visi dakwah ke depan disertai dengan tahap-tahap pencapaiannya yang didukung dengan parameter keberhasilan yang jelas.
Dengan adanya pedoman yang jelas para kader di semua wilayah dakwah kampus akan memiliki orientasi gerak yang jelas dan memahami apa yang perlu dilakukan. Dengan demikian, dalam kondisi apapun semua kader akan berpikir untuk memenuhi tujuan dan visi yang diharapkan oleh LDK.
GAMAIS ITB membuat pedoman dakwah dengan mengadakan rapat kerja selama satu pekan dan menghasilkan sebuah visi bersama yang telah terinternalisasi pada diri kader, yakni: Satu keluarga menjadi model LDK nasional berbasis pembinaan dan kompetensi melingkupi seluruh sayap dakwah menuju Indonesia Islami.
-
Pola Hubungan antarlembaga
Pola koordinasi dan komando dakwah diharapkan bisa dibentuk agar agenda dakwah dapat berjalan bersama dengan memperhatikan keseimbangan potensi antara lembaga dakwah pusat dan wilayah.
Pada hubungan hirarkinya, hal ini bisa dilihat sebagai berikut:
Secara garis besar bisa kita lihat bahwa ada dua hubungan, yaitu:
1) LDP mengkoordinasikan LDF, dan
2) LDF mengkoordinasikan LDPS.
Dalam kondisi ini saya mengusulkan agar dibentuk sebuah forum rutin antara pimpinan lembaga dakwah. Bentuk forum ini secara teknis bebas, akan tetapi mempunyai satu tujuan yakni agar orientasi dakwah tetap sama dan suhu dakwah selalu baik. GAMAIS ITB menggunakan konsep musyawarah pimpinan dan forum bidang sebagai sebuah pola koordinasi rutin.
Sinergisme lembaga dakwah kampus perlu dilakukan melalui beberapa pendekatan. Misalnya, pertama, pendekatan melalui pimpinan tertinggi yakni ketua LDK dan ketua LDF untuk menentukan kebijakan strategis, dan kedua, pendekatan sinergisme pada pimpinan sektor untuk membahas hal strategis-teknis serta melalui tim ad hoc kepanitiaan untuk kepantiaan besar seperti penyambutan mahasiswa baru dan event bulan Ramadhan di kampus.
-
Musyawarah Pimpinan, adalah sebuah musyawarah yang mempertemukan semua ketua lembaga dakwah dalam satu forum. Forum ini diadakan setiap bulan. Musyawarah pimpinan merupakan forum formal untuk pengambilan keputusan tertinggi di GAMAIS ITB. Yang menghadiri forum ini adalah kepala LDK GAMAIS, kepala LDF dan kepala LDPS.
-
Tim Ad Hoc Kepanitiaan, adalah bentuk koordinasi sementara untuk setiap kepanitiaan gabungan. Misalkan seperti penyambutan mahasiswa baru dan kegiatan syiar Ramadhan. Dibutuhkan tim Ad Hoc kepanitiaan pada setiap skala lembaga dakwah agar setiap langkah dapat berjalan sinergis sehingga terbentuk suatu harmonisasi dalam gerak dakwah yang dilakukan. Adanya gelombang arus dakwah yang saling bersinergi memang sangat penting untuk kegiatan sejenis ini.
-
Forum sektor dakwah merupakan sebuah forum rutin yang dilaksanakan setiap dua pekan sekali oleh sektor dakwah yang ada. GAMAIS ITB mengenal enam sektor dakwah, yakni: internal, jaringan, syiar dan pelayanan kampus, dana, annisaa, dan akademik profesi. Setiap dua pekan sekali ketua sektor di LDP bertemu dengan seluruh ketua bidang dakwah yang sejenis di LDF dan LDPS.
Dengan bentuk koordinasi seperti ini, semua masalah yang ditemukan di sektor dakwah yang ada di kampus bisa terselesaikan dengan cepat dan solutif. Tentunya rentang waktu pertemuan bisa disesuaikan dengan kesepakatan masing-masing LDK.
Pembagian Peran antara Pusat dan Wilayah
Berikut merupakan contoh bagaimana pembagian lingkup kerja antara lembaga dakwah pusat (LDP) dan wilayah (LDF dan LDPS). Semua ini perlu disinergikan dengan baik dengan komitmen bersama antara para kader dakwah di keseluruhan LDK.
Hal yang paling sederhana dalam pembagian antara pusat dan wilayah adalah bagaimana menjadikan lembaga dakwah pusat sebagai penjaga kualitas kaderisasi, sehingga kapasitas kader dakwah di semua lini baik. Dengan demikian lembaga dakwah wilayah bisa fokus pada syiar yang bersifat lokal.
Pembagian Peran Antara LDP, LDF,
dan LDPS di GAMAIS ITB
|
LDP
|
LDF
|
LDPS
|
Lingkup Kerja
|
Kampus, lokal, regional, nasional, dan internasional
| -
Fakultas baik di tingkat kampus, lokal, regional, nasional, maupun internasional
-
Untuk LDF yang tidak memiliki LDPS, lingkup program studi dihandle oleh LDF ybs
|
Program studi baik di tingkat kampus, lokal, regional, nasional, maupun internasional
|
Peran
|
Wajah LDK
|
Elemen LDK di tingkat fakultas/sekolah
|
Elemen LDK di tingkat program studi
|
|
LDP
|
LDF
|
LDPS
|
Fungsi
| -
Mengelola dakwah di lingkup kerjanya
-
Pusat koordinasi semua elemen LDK
| -
Mengelola dakwah di lingkup kerjanya
| -
Mengelola dakwah di lingkup kerjanya
|
Objek
|
Khusus:
Civitas akademika kampus lintas fakultas/ sekolah dan program studi di tingkat kampus, lokal, regional, nasional, maupun internasional
Umum:
Masyarakat umum di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional
|
Khusus:
Civitas akademika satu fakultas di tingkat kampus, lokal, regional, nasional, maupun internasional
Umum:
-
Civitas akademika kampus lintas fakultas/ sekolah dan program studi di tingkat kampus, lokal, regional, nasional, maupun internasional
-
Masyarakat umum di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional
|
Khusus:
Civitas akademika satu program studi di tingkat kampus, lokal, regional, nasional, maupun internasional
Umum:
-
Civitas akademika kampus lintas fakultas/ sekolah dan program studi di tingkat kampus, lokal, regional, nasional, maupun internasional
-
Masyarakat umum di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional
|
|
LDP
|
LDF
|
LDPS
|
Kekhasan
| -
Heterogen
-
Representasi LDK di kampus
|
| -
Kental akan keilmuan dan keprofesian
-
Kultural
|
Potensi
| -
Jaringan yang luas
-
Multi kompetensi
-
Massa yang banyak
| -
Kesamaan kultur objek dalam lingkup fakultas/ sekolah
-
Memiliki posisi yang strategis untuk dakwah di tingkat fakultas
| -
Kesamaan kultur objek dalam lingkup program studi
-
Kedekatan dengan objek dakwah
-
Mampu bersinergi dengan himpunan
-
Koordinasi lebih mudah
|
Sumber: Pedoman Lembaga Dakwah Kampus GAMAIS ITB
Demikianlah sebuah penjelasan mengenai bagaimana kita membangun LDF dan LDPS serta cara membangun sinergi antara LDP-LDF-LDPS. Dengan adanya sinergisme dan harmoni ini diharapkan LDK bisa lebih produktif dalam melayani massa kampus. Dengan sinergisme inilah, gelombang dakwah bisa berkorbar tidak hanya di tingkat kampus, akan tetapi juga bisa terasa hingga ke tiap-tiap bangku kuliah.
BAB 6
LEMBAGA DAKWAH KAMPUS
BERBASIS KOMPETENSI
Peran LDK yang semakin luas seiring dengan berjalannya perkembangan dakwah menuntut LDK bergerak secara lebih moderat dan dinamis. Pergerakan dakwah secara konvensional memang perlu diakui masih sangat layak untuk digunakan, tetapi perlu ada pembaharuan gerak dakwah agar LDK tidak jenuh dan dapat terus berinovasi. Sebuah konsep yang kini berkembang adalah LDK berbasis kompetensi.
Kompetensi dalam hal ini, tidak lain adalah kekuatan akademik yang didapatkan di bangku kuliah. Pola dakwah berbasis kompetensi bisa berkembang pesat pada skala dakwah yang kecil lingkupnya, yakni lingkup fakultas atau program studi. Jika dikemas dan dirangkai sedemikian rupa, kompetensi ini bisa juga digunakan untuk dakwah skala kampus.
Dakwah berbasis kompetensi adalah dakwah yang menggunakan pendekatan dari ilmu yang didapatkan di perkuliahan. Lebih dari itu, pendekatan karakteristik di sebuah fakultas yang lebih homogen menjadi pendekatan yang tepat dan lebih mengena sasaran. Dari penjelasan tersebut, ada dua poin penting yang dapat kita gunakan sebagai metode pendekatan dakwah di kampus, yakni pendekatan ilmu dan pendekatan karakter mahasiswa.
Daftar Profil Ideal Kader LDK
Pertama, pendekatan ilmu untuk dakwah berbasis kompetensi. Berikut saya akan langsung memberikan contoh yang terjadi di kampus ITB.
Program Studi Teknik Elektro dan Teknik Informatika membuat sebuah agenda bernama Pesantren Insinyur, yang agenda utamanya adalah hal-hal terkait ilmu yang akan diperoleh di bangku kuliah, seperti programming, bedah CPU, dan sebagainya.
Fakultas MIPA ITB membuat agenda paket pembinaan mahasiswa baru dengan branding “Muslim Scientist Institute”. Dengan pendekatan ke-MIPA-an ini mahasiswa akan merasa lebih nyambung, karena materi yang diberikan memang lebih mengarah kepada bagaimana membentuk muslim scientist.
Pada Program Studi Teknik Planologi, ada satu kelompok mentoring yang saya bina. di kelompok ini saya mencoba membuat kurikulum khusus mahasiswa Teknik Planologi. Kurikulum tersebut memberikan materi seperti perencanaan diri, peran Islam dalam planologi, bijak dalam mengambil kebijakan, urgensi data (wawasan) dalam kehidupan, dan tema-tema lain yang memang sesuai dengan pola pikir mahasiswa Teknik Planologi. Dalam mentoring ini saya sesekali mengundang dosen untuk mengisi materi tertentu.
Pada Fakultas Farmasi, diselenggarakan seminar khusus tentang pengobatan ala Nabi. Dalam seminar ini dijelaskan bagaimana pengobatan zaman Nabi yang masih relevan dengan zaman saat ini, dan dibandingkan pula dengan obat-obatan kimia yang ada saat ini.
Lain lagi di Sekolah Bisnis Manajemen, sebuah fakultas yang mempelajari tentang bisnis dan manajemen. Fakultas ini membawa agenda “Talkshow Ekonomi Syariah” dan dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah agenda dakwah yang sangat baik.
Hal-hal di atas merupakan sebuah contoh sederhana dari penggunaan pendekatan dakwah dengan basis kompetensi mahasiswa. Selain memberikan kesempatan untuk berdakwah, konsep ini juga memberikan kita kesempatan memahami dan mendalami ilmu yang kita miliki. Cara pendekatan ilmu ini membuat objek dakwah dapat lebih mudah memahami Islam karena sambil mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan materi yang ia dapat di perkuliahan.
Pendekatan ilmu sebagai basis dakwah bisa pula diaplikasikan dalam bentuk perangkat pendukung dakwah. Misalnya, kader yang berada di Program Studi Teknik Planologi dan Matematika bisa menerapkan ilmu sampling data dan statistik dalam aktivitas dakwahnya ketika sedang mengumpulkan data.
Kader yang berada di Program Studi Teknik Informatika bisa mengaplikasikan ilmu yang didapat di perkuliahan untuk membuat media dakwah yang high-tech. Seperti database online, sistem autodebet kas LDK, sistem pendeteksi IP kader, dan lain sebagainya.
Kader yang berada di Fakultas Seni Rupa dan Desain bisa memanfaatkan bakatnya untuk mendesain media dakwah yang komunikatif. Kader di Desain Interior bisa mendesain bentuk sekretariat kader yang estetis. Kader di Kriya Tekstil bisa mengaplikasikan ilmunya dalam mendesain busana LDK. Di GAMAIS sendiri sedang dibuat desain batik GAMAIS oleh salah satu kader kami.
Dalam agenda bakti sosial contohnya, LDK diharapkan tidak menyumbangkan hal-hal yang organisasi lain pun bisa menyumbangnya. Karena LDK berbasis di kampus yang merupakan tempat berhimpunnya mahasiswa, seharusnya bakti sosial yang dilakukan LDK juga berbasis kompetensi, seperti membuat jembatan penghubung dua desa, membuat instalasi air bersih, memberikan alat pengelolaan kotoran hewan menjadi pupuk, pengadaan internet, penyuluhan pengelolaan pertanian, dan lain sebagainya. Masih banyak lagi tentunya ide-ide yang bisa berkembang dari kompetensi yang dimiliki. Semakin banyak kita mendalami ilmu di bangku kuliah, tentunya ide-ide segar lainnya akan bermunculan.
Kedua, dakwah kompetensi berbasiskan karakter mahasiswa. Setiap fakultas atau program studi memiliki kekhasannya masing-masing dilihat dari karakter mahasiswanya. LDK bisa menggunakan homogenitas ini sebagai sebuah pendekatan yang tepat untuk berdakwah. Sebagai contoh, mahasiswa di Program Studi Teknik Mesin di dominasi oleh pria, sehingga pendekatan dakwah yang dilakukan harus “cowo banget”, seperti naik gunung, olahraga, atau bermain arung jeram.
Mahasiswa di Program Studi Farmasi didominasi oleh perempuan, maka dakwah yang dilakukan bisa dengan kegiatan memasak bersama dan lainnya. Mahasiswa di Teknik Industri dikenal rapi dan elegan, maka dakwah yang dilakukan harus sesuai seperti mengadakan agenda ta’lim di ruang serba guna yang didukung oleh air conditioner. Mahasiswa di Program Studi Teknik Geologi adalah mahasiswa yang keras dan didominasi pula oleh pria. Pendekatan dakwah yang menguras fisik dan keringat bisa jadi tepat untuk program studi ini.
Berbagai macam pendekatan yang ada dan sesuai dengan karakter mahasiswa bisa menjadi sebuah cara dakwah yang tepat, oleh karena itu penguatan lembaga dakwah di tingkat fakultas atau program studi menjadi kebutuhan yang tidak bisa dielakkan.
Dari kader berbasis kompetensi menuju LDK berbasis kompetensi. Inilah sebuah pola dan paradigma dakwah kampus baru yang akan sesuai di masa yang akan datang. LDK harus mampu beradaptasi secara dini, agar tetap menjadi terdepan dalam dakwah di kampus. Tidak ada sesuatu yang ideal di dunia ini, akan tetapi setidaknya setiap kader dapat menjadi kader yang hampir ideal. Gambar berikut merupakan suatu harapan saya akan bagaimana profil kader LDK yang hampir ideal tersebut.
Dostları ilə paylaş: |