Diktat kuliah


Kegunaan Menulis di Perguruan Tinggi



Yüklə 0,7 Mb.
səhifə2/15
tarix26.07.2018
ölçüsü0,7 Mb.
#59536
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   15

Kegunaan Menulis di Perguruan Tinggi

Dalam menetapkan kebijakan yang menyangkut penyebarluasan, penggunaan, dan pengembangan bahasa Indonesia di semua jenjang dan jalur pendidikan formal menjadi sangat penting karena bahasa Indonesia menjadi perekat persatuan bangsa Indonesia. Tidak dapat dibayangkan seandainya bangsa kita tidak menjunjung tinggi bahasa Indonesia (Sumpah Pemuda); komunikasi antarkelompok etnis akan terhambat, kecuali jika memutuskan untuk “meminjam” bahasa asing sebagai bahasa perantara.

Kesungguhan kita menjunjung tinggi bahasa Indonesia, dibuktikan dengan mengajarkannya tak putus-putus mulai Taman Kanak-kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi (PT). Di sini membuktikan bahwa untuk mampu berbahasa Indonesai diperlukan waktu yang sangat panjang.

Ketika masuk PT, mahasiswa telah mempelajari bahasa Indonesia selama 12 tahun, waktu yang cukup lama, tetapi belum cukup memberikan kemampuan yang dibutuhkan di PT. Aakibatnya, pelajaran Bahasa Indonesia PT seakan mengulang pelajaran yang pernah diberikan di tingkat sebelumnya. Seharusnya Bahasa Indonesia di PT dapat memenuhi kebutuhan mahasiswa untuk mampu menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai jenis kegiatan perkuliahan, berbagai jenis yang berbentuk tugas, laporan tugas akhir (skripsi, tesis, disertasi) yang harus menggunakan ragam bahasa ilmiah. Yaitu bahasa yang baku dan lugas agar pikiran yang disampaikan secara objektif dalam segala bentuk tulisan ilmiah tidak dikotori oleh sikap subjektif penulis. Bahasa baku tidak harus kaku karena kebakuan bahasa tidak lepas dari gaya penulisan, yang penting dapat menjelaskan hak rumit menjadi jelas, menguraikan hal yang sulit menjadi mudah, bukan sebaliknya.

Kemampuan menulis mutlak didasarkan atas kemampuan memahami bacaan karena berbahasa hakekatnya adalah meniru. Bahan bacaan adalah bahan untuk ditiru, orang yang pandai membaca akan lebih cepat mampu memahami konsep ejaan, morfologis, diksi, kalimat, dan karangan tanpa harus membicarakan batasan dari istilah tersebut. Itulah sebabnya membaca harus menjadi kegiatan utama dalam pelajaran bahasa Indonesia; bagaimana mungkin mahasiswa dapat menulis laporan tugas akhir jika mendeteksi dan memahami gaya dan makna editorial di koran saja tidak mampu.

Secara harfiah, menulis berarti menuangkan pikiran/gagasan/fakta dalam bentuk tulis. Kegiatan menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pembelajaran seorang mahasiswa selama menuntut ilmu di perguruan tinggi. Pada setiap semester mahasiswa harus menulis makalah/tulisan lain, adakalanya untuk semua mata kuliah yang ditempuh. Melalui kegiatan menulis ini mahasiswa diharapkan akan memiliki wawasan yang lebih luas dan mendalam mengenai topik yang ditulisnya.

Perguruan tinggi sebagai penghasil manusia penganalisis, selalu berkepentingan dengan laporan, karena penelitian merupakan urat nadi bagi seorang ilmuwan. Yang diharapkan dalam laporan ini ialah agar mahasiswa/insan akademis mempunyai keterampilan dalam mengadakan pendekatan rasional terhadap fenomena-fenomena yang dijumpai. Hasil atau kesimpulan yang ditarik harus dapat memperkaya khasanah perbendaharaan ilmiahdi bidangnya. Dengan demikian, diperlukan koordinasi informasi untuk menjaga agar tidak terjadi penelitian/percobaan dengan objek dan metode yang sama.

Kegiatan menulis mempunyai beberapa keuntungan, yaitu


    1. lebih mengenali kemampuan dan potensi diri,

    2. dapat mengembangkan berbagai gagasan,

    3. dapat banyak menyerap, mencari, serta menguasai,

    4. dapat mengorganisasikan pikiran secara sistematis serta mengungkapkan secara tersurat,

    5. dapat menilai pikiran kita sendiri secara lebih objektif.

    6. Lebih mudah memecahkan permasalahan,

    7. Mendorong kita belajar secara aktif, dan

    8. Membiasakan kita berpikir serta berbahasa secara tertib.9

Tulisan di tingkat perguruan tinggi memerlukan syarat yang cukup kompleks, di antaranya bermakna jelas/lugas, merupakan kesatuan yang bulat, singkat dan padat, serta memenuhi kaidah kebahasaan. Untuk itu, mahasiswa dituntut beberapa kemampuan, yaitu pengetahuan tentang apa yang akan ditulis yang menyangkut isi tulisan dan bagaimana menuliskannya, yang menyangkut aspek-aspek kebahasaan dan teknik penulisan. Semua ini erat hubungannya dengan proses berpikir yang menyangkut memilih topik, membatasi topik, mengembangkan pikiran, menyajikan dalam kalimat dan paragraf yang disusun secara logis dan sistematis.

  1. Jenis Laporan Akademis

Laporan adalah penyampaian informasi yang bersifat faktual tentang sesuatu dari suatu pihak kepada pihak lain. Seseorang yang ditugasi meneliti suatu persoalan harus menyampaikan laporan mengenai hal yang esensi dari tugasnya agar pembaca (pihak yang berwenang) dapat bertindak berkenaan dengan isi laporan. Laporan merupakan jenis dokumen yang bentuknya bervariasi, maka agak sulit memberi batasan yang jelas. Karena laporan berbentuk tulis, dapat dikatakan bahwa laporan merupakan jenis dokumen mengenai suatu masalah yang telah dan tengah diteliti dalam bentuk fakta-fakta yang diarahkan kepada tindakan yang akan diambil. Dalam hal ini laporan menyangkut tiga hal. Yaitu apa yang dilaporkan, siapa yang melaporkan, dan kepada siapa laporan disampaikan sehingga laporan hendaknya bersifat komunikatif, jelas, dan dapat mudah dipahami.

Agar menjadi komunikatif, laporan hendaknya disusun secara logis, sistematis, dan dengan bahasa yang lugas. Laporan dikatakan logis apabila segala keterangan yang disajikannya dapat diusut alasan-alasannya atau dasar-dasarnya yang masuk akal. Laporan dikatakan sistematis apabila segala keterangan yang dikemukakan disusun dalam urutan yang memperhatikan pertalian yang saling menunjang. Laporan dikatakan dalam bahasa yang lugas apabila bahasa yang digunakan langsung menunjukkan pokok persoalan, tidak berbunga-bunga atau bertele-tele.



    1. Laporan Lengkap

Laporan lengkap adalah hasil penelitian yang disampaikan secara menyeluruh, mulai dari proses penelitian sampai pada teknik dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian. Tujuan pelaporan adalah menyampaikan penemuan penelitian dengan komunikasi yang terinci sehingga masyarakat ilmiah dapat memberikan makna pada data, menemukan validitas, serta menghayati pentingnya kesimpulan yang ditarik.

    1. Kertas Kerja/Makalah

Laporan ini disebut juga work paper, report reading/book report adalah naskah semester yang biasanya ditugaskan oleh dosen kepada mahasiswanya berkenaan dengan mata kuliah yang diajarkannya. Laporan biasanya berupa hasil membaca buku atau hasil praktikum. Biasanya tidak terlalu panjang karena hanya memuat satu masalah yang tidak terlalu rumit, kira-kira 10 sampai 20 halaman

    1. Laporan Penelitian Lapangan

Laporan ini mempunyai prosedur formal dan material. Secara formal harus melalui penelitian yang berpedoman pada metode riset, dan secara material harus menghasilkan data. Data dan fakta yang diperoleh dalam penelitian ini harus dilaporkan secara logis dan sistematis. Laporan ini mencakup pada bidang tertentu sesuai dengan spesialisasi ilmu yang diikutinya. Laporan disusun agar mahasiswa mempunyai keterampilan mengadakan pendekatan masalah secara konkret dan disiplin pelaporan secara rasional. Laporan tugas akhir di Politeknik termasuk dalam kategori ini.

    1. Laporan Tugas Akhir, Skripsi, Tesis, dan Disertasi

Laporan ini disebut juga dengan risalah ujian, karena laporan ini dibuat untuk memenuhi sebagian syarat menempuh ujian kesarjanaan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan dan diploma. Skripsi untuk gelar sarjana (S-1), tesis untuk gelar magister (S-2) dan disertasi untuk gelar doctor (S-3). Skripsi dan tesis dapat berbentuk studi pustaka dan lapangan sekaligus, bisa juga hanya studi pustaka. Penulisan disertasi pada prinsipnya sama dengan skripsi dan tesis, hanya persoalan disertasi lebih luas dan kesimpulannya mempunyai generalisasi dan implikasi yang luas pula. Disertasi menuntut adanya penelitian lapangan dan data utama yang bersumber dari pustaka, lapangan, dan laboratorium.

Risalah ujian untuk tingkat diploma sering dinamakan laporan tugas akhir, yang pada dasarnya sama dengan skripsi tetapi lebih mengarah pada kajian faktual, praktek kerja lapangan, atau pembuatan alat. Dalam hal ini, laporan tugas akhir dapat berupa penelitian (studi kasus, audit), merancang, dan rancang bangun.



    1. Artikel Ilmiah

Laporan berbentuk artikel merupakan pemadatan laporan lengkap, biasanya diperlukan untuk dimuat dalam jurnal/majalah ilmiah. Jumlah halaman artikel disesuaikan dengan kondisi jurnal/majalah, biasanya tidak lebih dari 12 halaman. Artikel ilmiah dimulai dengan abstrak (200 s.d. 300 kata) dan dilanjutkan dengan hasil penelitian yang telah dipadatkan: mulai dari proses penelitian sampai pada teknik, pelaksanaan, dan kesimpulan.

    1. Laporan Ringkas/Ilmiah Populer

Hasil penelitian yang berkenaan dengan kepentingan masyarakat ditulis kembali dalam bahasa yang mudah dimengerti dan tidak terlalu teknis (menggunakan bahasa popular). Laporan ringkas menyampaikan fakta, implikasi, dan kesimpulan yang diarahkan pada temuan utama tanpa memasukkan desain dan metode yang terlalu teknis. Laporan ringkas dibuat untuk diinformasikan kepada masyarakat umum dalam media tulis atau lisan, misalnya dalam bentuk seminar dan pemberitaan di media massa cetak popular dalam bentuk artikel. Laporan dapat ditulis kembali oleh peneliti atau ditulis oleh wartawan. Tulisan bertujuan menyampaikan informasi kepada masyarakat umum, maka tidak dapat dipergunakan sebagai acuan/pedoman kebenaran ilmiah. Jika berkehendak memperoleh kebenaran ilmiah dari tulisan ringkas ini, kita dapat mencari dalam laporan lengkapnya.

    1. Laporan untuk Pembuat Keputusan

Laporan penelitian juga perlu disampaikan kepada pembuat keputusan/pejabat. Terutama penelitian yang berhubungan dengan implikasi, diagnosa, situasi, dan evaluasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan. Penelitian ini dinamakan action research. Laporan ini mengacu term of reference yang telah disetujui bersama antara peneliti dan pejabat. Yang diperlukan dalam laporan ini ialah penjelasan serta diagnosa terhadap masalah yang diteliti atau rekomendasi, yang dipergunakan sebagai dasar meneruskan, menyempurnakan, menyelesaikan, atau membuat program/kebijaksanaan baru.

    1. Buku teks (Textbook)

Merupakan tulisan ilmiah yang mempunyai sumber bahan pustaka. Textbook memuat prinsip-prinsip atau hukum-hukum ilmiah yang secara umum sudah diterima dan diakui di bidangnya. Biasanya berupa buku tebal yang dipergunakan untuk keperluan pendidikan dan pengajaran untuk menanamkan pengertian-pengertian ilmiah.

    1. Handbook

Buku yang memuat petunjuk atau cara mempraktikkan sesuatu berdasarkan hasil penelitian ilmiah. Termasuk dalam jenis ini ialah manual (buku penuntun) yang biasa disertakan dalam produk-produk baru, seperti mesin mobil, komputer, dan televisi.

BAB II

EJAAN BAHASA INDONESIA

        1. Pengertian Ejaan

Menurut Zaenal A. dan Amran Tasai ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa).10 Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca. Sedangkan Abdul Chaer menjelaskan pada hakekatnya ejaan itu tidak lain dari konvensi grafis, perjanjian di antara anggota masyarakat pemakai suatu bahasa untuk menuliskan bahasanya.11 Biasanya ejaan itu bukan hanya soal pelambangan fonem dengan huruf saja, tetapi juga mengatur tata cara penulisan kata dan kalimat, beserta dengan tanda-tanda bacanya.12 Termasuk di dalamnya: penulisan kata dasar, kata turunan, kata ulang, gabungan kata, kata depan dan partikel lain, angka dan bilangan; serta penulisan unsur serapan atau pungutan.

Layaknya sebuah tulisan, selain kejelasan, kelugasan, dan komunikatif, ada juga ejaan. Ejaan mempunyai peranan yang cukup besar dalam sebuah tulisan. Di dalam penulisan artikel ilmiah, masalah ejaan harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh.



Jadi, pemakaian tanda baca juga tercantum dalam buku Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) itu. Kapan kita menggunakan tanda titik, koma, titik koma, titik dua, dan ellipsis; kapan pula kita menggunakan tanda kurung, tanda pisah, tanda hubung, dan seterusnya. Namun, untuk keperluan penulisan karya ilmiah, pemakaian ejaan dan tanda baca itu juga diwarnai oleh kebijakan gaya selingkung.

        1. Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia

Ejaan bahasa Indonesia mengalami perjalanan yang panjang untuk sampai pada ejaan yang sekarang dipakai. Proses perkembangan tersebut dimulai sejak tahun 1901 dengan munculnya ejaan Van Ophuijsen, kemudian muncul ejaan soewandi, ejaan melindo, dan terakhir Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.

  1. Ejaan Van Ophuijsen

Pembakuan ejaan telah dimulai sejak tahun 1901, yaitu sejak ditetapkannya ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen. Van Ophuijsen merancang ejaan itu dibantu oleh Tengku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.13 Hal-hal yang menonjol dalam ejaan van Ophuijsen adalah (1) Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, (2) Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, (3) Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer,’akal, ta’, pa’, dinamai’.

  1. Ejaan Soewandi/Ejaan Republik

Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan untuk menggantikan ejaan van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah (1) Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur, (2) Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat, (3) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, berjalan2, ke-barat2-an, (4) Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.14

  1. Ejaan Melindo

Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan itu.

  1. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.

Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.

Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.


        1. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan

Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah (1) Perubahan huruf dari Ejaan Soewandi menjadi Ejaan yang Disempurnakan, yaitu dj > j, j > y, nj > ny, sj > sy, tj > c, dan ch > k, (2) Huruf-huruf f, v, dan z, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi sebagai unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya, (3) Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai, (4) Penulisan di- atau ke- sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu di- atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan di atau ke sebagai kata depan ditulis terpisah dengan yang mengikutinya, (5) Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2.

Sebagai penulis, kita harus tunduk pada EYD untuk pedoman dalam penggunaan Ejaan. Dalam penulisan ilmiah, Wahyu Wibowo dalam Tim Penulis (Dosen PBSI) masalah ejaan yang sering muncul adalah (1) penulisan preposisi “di”, “ke”, “dari”, (2) penulisan gabungan kata, (3) penulisan akronim, (4) penulisan nama geografi, dan (5) penulisan kata yang lazim.15



        1. Penulisan Preposisi “di”, “ke”, “dari”

Kata “di”, “ke”, ”dari”, di atas dapat berupa preposisi dan dapat berupa afiksasi. Penulisan preposisi seharusnya dipisah dari huruf yang mengikuti. Namun penulisan afiksasi harus disambung dengan kata yang mengikutinya. Pada praktiknya sulit membedakan kapan disambung dan kapan dipisah. Untuk membedakan kedua istilah itu, dapat digunakan alat pengetes.

Jika “di”, “ke”, “dari”, berfungsi sebagai preposisi yang dituliskan terpisah dari kata yang mengikutinya dan dapat dipasangkan dengan ketiganya. Namun, penulisan “di”, “ke”, “dari”, yang berfungsi sebagai afiks, dituliskan menyambung dengan kata yang mengikutinya. Caranya kembalikan ke dalam bentuk kalimat aktif me- khususnya yang berasal dari afiks di-. Contoh di kelas, di meja, di laci, dikerjakan, ditulis, dan disusun.



        1. Penulisan Gabungan Kata

Penulisan gabungan kata sangat menyulitkan bagi penulis yang belum memahami. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk. Gabungan kata ini ada yang penulisannya dirangkai dan ada juga yang ditulis terpisah. Gabungan kata yang ditulis terpisah seperti meja tulis, orang tua, dan rumah sakit. Namun yang ditulis serangkai seperti bilamana, daripada, manakala dan matahari.

Pada bentuk lain gabungan kata atau sering disebut dengan kata bentukan ditulis terpisah seperti kerja sama, kambing hitam, sebar luas, tanda tangan, dan tanggung jawab. Namun gabungan kata ini jika mendapat imbuhan di awal atau di akhir akan berubah sesuai dengan imbuhannya.

Contoh: Sama, bekerja sama, dikerjasamakan,

Kambing hitam, dikambinghitamkan, mengambinghitamkan



        1. Penulisan Singkatan dan Akronim

Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan terdiri atas satu huruf atau lebih.16

  1. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik.

  2. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.

  3. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.

  4. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.

Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.

  1. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.

Misalnya: ABRI, LAN, PASI, IKIP, SIM

  1. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.

Misalnya: Akabri, Bappenas, Iwapi, Kowani, Sespa.

  1. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil

Misalnya: pemilu, radar, rudal, tilang

Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.



        1. Penulisan nama geografi

Nama geografi ditulis menggunakan huruf pertama kapital. Nama geografi ditulis dalam satu suku kata atau serangkai dan yang berupa arah mata angin ditulis tidak serangkai.

Contoh: Bukittinggi, Sawahlunto, Baturaja, Jayawijaya

Arah mata angin digunakan sebagai nama geografi juga tetap ditulis terpisah meskipun nama wilayah itu hanya terdiri atas dua unsur.

Contoh: Jakarta Selatan, Kalimantan Timur, dan Sumatra Selatan.



        1. Penulisan kata yang lazim

Penulisan kata yang lazim adalah kata yang sudah dikenal oleh masyarakat. Kata yang lazim sering sejalan dengan kata yang baku, yakni kata yang baik dan resmi. Dengan demikian kata yang tidak resmi kemunculannya dalam tulisan ilmiah harus dihindari. Kata-kata itu dapat berupa kata kedaerahan seperti bilang, banget, dan ngebaca.

Berkaitan dengan ejaan dan pembentukan kata, sebagai penulis artikel ilmiah hendaknya tidak mengabaikan peristilahan.



        1. Penulisan Angka

  1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.

Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9

Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X

L (50), C (100), D (500), M (1.000)


  1. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.

Misalnya: 4 meter, 5 kilogram, 10 liter, Rp. 5.000,00, pukul 15.00, 27 orang

  1. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.

Misalnya: Jalan Tanah Abang I No. 15

  1. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.

Misalnya: Surah Yasin: 9; Bab X, Pasal 5, halaman 252.17

        1. Penulisan Kata Serapan

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, l’exploitation de l’homme par l’homme. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

Di samping itu, akhiran yang berasal dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, implementasi, dan objektif diserap secara utuh di samping kata standar, implement, dan objek

Berikut ini daftar sebagian kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, yang sering digunakan oleh pemakai bahasa.18

Kata Asing Penyerapan yang Salah Penyerapan yang Benar

System sistim sistem

Kuitantie kwitansi kuitansi

Carier karir karier


        1. Yüklə 0,7 Mb.

          Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   15




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin