This is the new ball: هذه الكرة الجديدة – hadzihi al-kuratu al-jadiidatu : ini sebuah bola baru.
Lihat juga bahwa shifat (الجديد – al-jadiid) juga mengikuti kata yang dia shifati. Karena kata al-kuratu (bisa dibaca al-kurah) adalah muannats, maka kata shifat nya juga harus muannats. Muannatst nya الجديد – al-jadiid, adalah الجديدة – al-jadiidah (atau al-jadiidatu). Lebih lanjut untuk dual dan jamaknya, sbb:
These are the two new balls: هاتان اكرتان الجديدتان – haataani al-kurataan al-jadiidataan: ini dua buah bola baru.
These are the new balls: هآألآء الكرات الجديدات – haaulaa-i al-kuraat al-jadiidaat : ini bola-bola baru.
Kembali ke topik kita tentang surat Al-Ashr ayat 3:
وعملوا الصالحات – wa ‘amiluu ash-shoolihaati : dan mereka mengerjakan (amalan) yang sholeh-sholeh.
Kita sebutkan ciri-ciri jamak muannats salim yaitu adanya huruf ات pada akhir kata benda tersebut.
Demikianlah telah kita bahas ayat 3 ini, dan kita segera masuk ke penggalan ke dua ayat ini yaitu وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر – wa tawaashaw bil-haqqi wa tawaashaw bish-shobri. Insya Allah.
Diposkan oleh Rafdian Rasyid di 12/08/2007
http://arabquran.blogspot.com/2007/12/topik-63-jamak-muannats-salim.html
Topik 64: KKT-4
Bismillahirrahmanirrahim
Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita akan segera mengakhiri latihan surat Al-‘Ashr ini. Sengaja surat ini saya pilih, karena banyak pelajaran bahasa Arab yang kita bisa dapatkan. Oke sebelum masuk ke penggalan terakhir ayat 3 surat Al-‘Ashr, kita ingat-ingat lagi apa saja yang kita sudah pelajari dalam surat Al-‘Ashr ini.
Oke, kita sudah bahas, ciri-ciri waw dalam kedudukan sumpah (waw qosam). Wal ‘ashri. Demi masa. Demi disitu adalah waw dalam kedudukan sumpah.
Kemudian kita membahas panjang lebar penggunaan Inna, dan saudara-saudara Inna. Dimana kita bahas bahwa Inna itu menashobkan mubtada, dan merofa’kan khobar. Innal insaana (insan, dalam harokat nashob / fathah). Karena Inna ini belawanan secara tugas/fungsi dengan Kaana, maka kita bahas juga mengenai fungsi dan peranan Kaana.
Kemudian kita bahas juga mengenai Illa, dan macam-macam kemungkinan pemakaian kata Illa. Terakhir kita bahas mengenai ciri kata kerja lampau (KKL) untuk jamak yaitu dengan adanya huruf waw alif. Dan kita bahas juga mengenai kata shoolihaat, yaitu mengenai aturan Jamak Muannats Salim.
Sampailah kita pada penggalan terakhir surat Al-‘Ashr ini.
وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر – wa tawaashau bi al-haqqi wa tawaashau bi ash-shobri : dan mereka saling bernasehat dengan kebenaran (haq) dan mereka saling bernasehat dengan kesabaran
Apa yang kita akan pelajari? Disini kita akan membahas mengenai KKT-4. Hmmm... sound interesting... Ya, kita akan bahas KKT-4. Ingat kita sudah bahas KKT-1 dan KKT-2, serta KKT-8 (lihat lagi topik-topik terdahulu). Oke... kita singgung sedikiiiiit saja mengenai KKT-1 dan 2. KKT-1 contohnya أنزل – anzala : menurunkan, atau أكتب – aktaba: menuliskan, dll. Ciri KKT-1 yaitu ada tambahan alif dari KK Asli (3 huruf).
Sedangkan KKT-2, adalah KK Asli yang huruf ke duanya di tasydid. Contohnya: نزّل – nazzala : menurunkan, atau كتّب – kattaba : menuliskan. Atau علّم – ‘allama : mengajarkan, dll.
Sedangkan contoh KKT-8 adalah استغفر – istaghfara : minta ampun. Ciri-cirinya, ada tambahan alif sin ta.
Bagaimana dengan KKT-4? Eh, ntar dulu, kok KKT-3 nya gak kita pelajari? Hmm... Pada saatnya nanti kita akan singgung ya (revisi: KKT-3 sudah kita singgung pada contoh qotala: membunuh, dan qootala (ada tambahan alif): berperang). Sekarang kita bahas saja KKT-4... Oke?
KATA KERJA TURUNAN ke 4 (KKT-4)
Misalkan begini. Saya buat kalimat:
Umar bertanya: سئل عمر – sa-a-la Umar
Zaid bertanya: سئل زيد – sa-a-la Zaid
Laili bertanya: سئلت ليلي – sa-a-lat Laili
Nah kalau kita bayangkan mereka bertanya ke ustadnya, kita bisa mengatakan:
هم سئلوا – hum sa-a-luu : mereka bertanya.
Nah, kalau mereka itu saling bertanya kepada satu sama lain, maka kita mengatakan:
هم تسائلوا – hum tasaa-a-luu : mereka saling bertanya.
Kata تسائلوا – tasaa-a-luu, adalah KKL KKT-4, sedangkan bentuk KKS KKT-4 nya adalah
هم يتسائلون – hum yatasaa-a-luun: mereka saling bertanya.
Nah, kira-kira kebayangkan apa itu KKT-4.
Kita kasih contoh lain ya, KKT-4 itu dalam surat An-Naba’ ayat 1.
عمّ يتسائلون – ‘amma yatasaa-a-luun : tentang apa mereka saling bertanya.
Perhatikan kata عمَ – ‘amma, asalnya adalah:
عن = tentang
ما = apa
Jika digabung, alif pada maa hilang sehingga menjadi عمّ – ‘amma. Nah يتسائلون – yatasaa-a-luun :mereka saling bertanya, adalah KKT-4 dari سئل sa-a-la.
Apa esensinya? Perhatikan bahwa KKT-4 ini dipakai untuk menjelaskan suatu kata kerja yang dilakukan oleh beberapa orang dalam makna saling (saling berinteraksi).
Contoh di surat Al-‘Ashr ini juga begitu. Lihat kembali:
وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر
Kata تواصوا – tawaashaw, diatas adalah KKL KKT-4 dari kata وصى – washaa : dia menasehati, atau وصوا – washaw : mereka menasehati. Nah kalau “mereka saling menasehati”, kita tambahkan awalan ت dan sisipan ا , sehingga menjadi تواصوا – tawaashaw.
Contoh lain dari KKT-4 ini ada di surat Al-Muthaffifin (83) ayat 30
وإذا مرَوا بهم يتغامزون – wa idzaa marruu bihim yataghaamazuun : Dan apabila (orang-orang yang beriman) lewat di hadapan mereka, mereka saling mengedipkan matanya.
Lihat disitu kata يتغامزون – yataghaamazuun, adalah KKS KKT-4, sedangkan KKL KKT-4 nya تغامزوا – taghaamazuu. Ada tambahan ta diawal dan sisipan alif setelah gho. Yang artinya saling mengedipkan mata. Sedangkan kalau tambahan ta dan alif itu dibuang, maka artinya “mengedipkan mata” (tidak “saling mengedipkan mata”).
Demikianlah telah kita tuntaskan pembahasan surat Al-‘Ashr ini. Insya Allah kita akan lanjutkan dengan topik-topik lainnya.
Diposkan oleh Rafdian Rasyid di 12/09/2007
http://arabquran.blogspot.com/2007/12/topik-64-kkt-4.html
Topik 65: An si Jembatan
Bismillahirrahmanirrahim.
Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Karena ada sedikit waktu luang, saya coba sisipkan satu materi mengenai أنْ - an. Saya kasih judul An si Jembatan. Hehe...
Kenapa disebut Jembatan?
Nah gini... Itu istilah saya saja ya... gak akan ditemukan di buku-buku bahasa Arab lho...
Fungsi AN.
An itu berfungsi layaknya jembatan pada 2 kata kerja. Jadi ceritanya, biasanya kalau kata kerja sesudahnya membutuhkan kata benda.
Misalkan:
Saya suka sama pakaian Anda - I love your dress
أحب لباسك - uhibbu libaasaka
Nah perhatikan polanya:
Uhibbu: adalah kata kerja (fi'il mudhori' - KKS). Setelahnya adalah Libaasaka (isim - kata benda)
Nah gimana kalau saya berkata begini:
Saya suka kamu pakai baju ini - I love (that) you wear this dress
أحب أن تلبس هذا اللباس - uhibbu an talbasa hadza al-libaas
Perhatikan. Mestinya talbasu (You Wear), tapi berobah menjadi talbasa, karena kemasukan An (kita akan perdalam mengenai masalah ini di topik 66, Insya Allah).
Ada 2 kata kerja. Padahal setelah kata Uhibbu (I Love), maka kata ini mengharapkan Isim (Kata Benda). Jadi mestinya begini:
أحب تلبس هذا اللباس - uhibbu talbasu hadza al-libaas
Perhatikan bahwa, dua kata kerja yang berdekatan, ini janggal (bisa dikatakan menyalahi aturan). Ada 2 kata kerja yaitu uhibbu (I love), dan talbasu (You wear), yang berdekatan. Ini gak boleh fren... So, solusinya gimana?
Ini dia solusinya: Kasih saja AN أنْ diantara ke dua kata kerja tersebut. Sehingga kalimatnya menjadi:
أحب أن تلبس هذا اللباس - uhibbu an talbasa hadza al-libaas
Gitu mak cik...
Contoh-contoh di Qur'an cukup banyak. Ambil saja akhir surat Yasin (yang Insya Allah, Bapak2x kita banyak yang hafal surat Yasin ini).
إنما أمره إذا أراد شيئا أنْ يقولَ له كن فيكون - innamaa amruhu idzaa araada syai-an an yaquula lahu kun fayakun - Sesungguhnya kedaannya jika Dia menghendaki sesuatu, hanyalah Dia berkata kepadanya : "jadilah", maka jadilah ia.
Perhatikan bahwa sesudah kata araada (menghendaki) memang ada kata benda syai-an, maka setelah syai-an itupun harus kata benda, sebagai keterangan pelengkap bagi syai-an. Masalahnya adalah setelah syai-an itu ada yaquulu (Dia berkata). Ini adalah fi'il. Masalah kan?
Solusinya adalah, diberikan AN didepan fi'il tersebut. Sehingga menjadi An yaquula (ingat yaquulu, kemasukan An, berubah menjadi yaquula).
Hukumnya gimana?
Oke, kalau kata kerja kemasukan An didepannya maka An+Kata Kerja tersebut, dihukumi sebagai Kata Benda.
Demikian, semoga menjadi jelas ya, kalau ketemu AN di dalam Al-Quran, atau text bahasa Arab, maka itu untuk "membendakan" kata kerja setelahnya.
Kita bisa bikin contoh lain.
I want to (go to) terminal: Saya ingin ke terminal
أريد إلي المحطة - uriidu ila al-mahaththah
Perhatikan setelah uriidu (saya ingin), ada kata JER+MAJRUR. JER=ilaa (ke) MAJRUR=Mahaththah (terminal). Ingat lagi hukum JER+MAJRUR = Isim. Sehingga kalimat diatas gak masalah.
Kalau kalimat diatas saya ubah:
أريد أذهب إلي المحطة - uriidu adzhabuu ila al-mahaththah
Perhatikan ada 2 kata kerja yang berdekatan (uriidu = saya ingin) dan (adzhabu = saya pergi). Ini masalah. Maka perlu disisipkan AN, sehingga menjadi:
أريد أن أذهبَ إلي المحطة - uriidu an adzhaba ila al-mahaththah : saya ingin (bahwa) saya pergi ke terminal.
Nah kalimat ini sudah ok, karena sudah di jembatani oleh An.
Demikian, penjelasan mengenai AN.
Allahu A'lam.
Diposkan oleh Rafdian Rasyid di 12/17/2007
http://arabquran.blogspot.com/2007/12/topik-65-si-jembatan.html
Topik 66: KKS Nashob
Bismillahirrahmanirrahim.
Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita dalam topik ini akan masuk membahas bentuk KKS Nashob. Loh apa lagi nih?
Begini. Kemaren kita sudah kasih contoh:
أحب أن تلبس هذا اللباس - uhibbu an talbasa hadza al-libaas : saya senang Anda memakai baju ini.
Nah, bentuk تلبسَ - talbasa itu adalah bentuk KKS Nashob dari تلبسُ - talbasu. Secara arti tetap sama. Talbasa dan Talbasu artinya: memakai (mengenakan - pakaian). Kenapa ada bedanya?
Jadi ceritanya begini. Asal dari KKS itu adalah KKS Rofa'. Nah bentuk dari KKS Rofa' diatas dapat berubah menjadi 2 bentuk:
- KKS Nashob
- KKS Jazm
Hmm... agak membingungkan... It's ok. Intinya ingat saja bahwa, satu KKS itu, dia berubah bentuk menjadi KKS Nashob atau KKS Jazm, jika ada kata pengubahnya (yang disebut Amil, yaitu Amil Nashob dan Amil Jazm).
Dalam kalimat diatas, kata talbasu, berubah menjadi talbasa karena ada Amil Nashob, yaitu AN أن.
Nah Amil Nasho lain, yaitu لن - lan : tidak akan (never)
Kata diatas kita bisa coba ganti AN dengan LAN
أحب لن تلبس هذا اللباس - uhibbu lan talbasa hadza al-libaas : saya senang Anda tidak pernah memakai baju ini (I love that you never wear this dress).
Perhatikan bahwa LAN juga membuat KKS yang awalnya Rofa' (talbasu), menjadi Nashob (talbasa).
Di Quran contohnya sbb (Al-Baqaroh:55):
وإذ قلتم يا موسى لن نؤمن لك حتى نرى الله جهرة - wa idz qultum yaa Musa lan nu'mina laka hattaa nara Allaha jahrah : dan ingatlah (ketika) kalian berkata "yaa Musa, kami tidak akan beriman kepada mu, sampai kami melihat Allah".
Perhatikan bahwa kata nu'minu berubah jadi nu'mina.
نؤمنُ لك - nu'minu laka : kami beriman kepada mu
لن نؤمنَ لك - lan nu'mina laka: kami tidak akan pernah (never) beriman kepada mu.
KKS Rofa' (nu'minu) berubah menjadi KKS Nashob (nu'mina).
Amil lain adalah hatta (sampai). Contohnya ada di surat Al-Baqarah:120.
حتى تتبعَ ملتهم - hatta tattabi'a millatahum : sampai kamu mengikuti millah mereka
Perhatikan bahwa karena ada hatta, kata tatabi'u (KKS Rofa') berubah menjadi tattabi'a. Asalnya sbb:
تتبعُ ملتهم - tattabi'u millatahum : kamu mengikuti millah mereka.
Demikian contoh-contoh dapat kita berikan.
Kesimpulannya: sebuah kata KKS dapat berubah dari Rofa' (kondisi asal) menjadi KKS Nashob, karena adanya huruf 'amil antara lain : AN (أنْ), LAN (لنْ), atau HATTA (حتى).
Insya Allah, kita akan kembali latihan surat-surat pendek, pada topik-topik berikut ini.
Diposkan oleh Rafdian Rasyid di 12/19/2007
http://arabquran.blogspot.com/2007/12/topik-66-kks-nashob.html
Topik 67: Latihan Surat An Nashr
Bismillahirrahmanirrahim.
Para pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita akan memasuki latihan surat Pendek yang baru yaitu surat An-Nashr (pertolongan). Surat ini sengaja saya pilih, karena ada beberapa kaidah bahasa Arab yang menarik untuk dipelajari atau diulang-ulang. Diantaranya topik mengenai mudhof ilaih (kata majemuk), mashdar, isim haal (adverb), dan lain-lain.
Surat An-Nashr ini dalam dalam pembahasan ilmu Tafsir, sering diangkat sebagai contoh, bahwa Tafsir Al-Quranul Karim itu sudah ada di zaman Shahabat RA. Tafsir Al-Quran yang paling awal ada pada zaman Rasulullah SAW masih hidup. Shahabat RA, jika tidak tahu pengertian suatu ayat, maka para shahabat RA bertanya ke Rasulullah SAW. Rasulullah SAW kemudian menjelaskan maksud ayat yang ditanya. Penjelasan Rasulullah SAW itu terekam dalam kitab-kitab Hadist.
Generasi Tafsir selanjutnya adalah, Tafsir Shahabat.
Diceritakan dalam Shahih Bukhori:
Ibnu Abbas RA, berkata: Umar biasa membawa saya dalam perkumpulan jamaah mantan tentara-tentara perang Badar. Akan tetapi, ada seseorang yang seakan-akan tidak senang dengan kehadiran saya dalam perkumpulan itu. Orang itu kemudian berkata: "Umar, mengapa engkau membawa anak kecil ini yang seumuran anak-anak kita(waktu itu Ibnu Abbas masih kecil -pen), berkumpul bersama kita?". Lalu Umar berkata: "Sungguh, anak ini salah seorang yang kalian telah kenal".
Suatu hari Umar mengundang mereka, dan saya, untuk duduk bersama-sama dalam satu majelis. Dan saya tidak mengira, dia tidak mengundang saya, kecuali hanya bermaksud untuk memperlihatkan saya kepada mereka. Lalu Dia berkata: "Apa pendapatmu mengenai firman Allah berikut:
إِذَا جَآءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
(bila datang pertolongan Allah dan kemenangan)
Lalu beberapa orang dari mereka berkata: "(Ayat itu maksudnya) Kita diperintahkan untuk memuji Allah dan mencari pengampunannya, pada saat kita diberikan pertolongan dan kemenangan". Beberapa orang yang lain diam saja, tidak berkata apa-apa. Lalu Umar berkata ke saya: "Betul begitu yang engkau katakan, ya Ibnu Abbas?". Lalu aku jawab: "Tidak". Dia kemudian bertanya: "(kalau begitu) Apa yang kamu katakan?". Lalu saya jawab: "Itu adalah masa akhir kehidupan Rasulullah SAW yang Allah SWT menginformasikan ke Beliau SAW. Allah berfirman: Jika datang pertolongan Allah dan kemenganan, itu berarti tanda-tanda dari akhir hayatmu (akhir hayat Rasulullah SAW-pen).
Maka bertasbihlah dengan memuji nama Tuhanmu, dan minta ampunlah, sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat.
Kemudian Umar bin Khattab berkata: "Aku tidak tahu (penafsiran lain-pen) selain yang engkau sebutkan itu".
Demikian, kutipan dari Tafsir Ibnu Katsir.
Sebagian ulama tafsir, menjelaskan pengertian yang dibawa oleh Shahabat Ibnu Abbas RA diatas adalah ta'wil ayat.
Maka jelas bagi kita bahwa Tafsir Al-Qur'an (maupun ta'wil) itu telah ada sejak zaman permulaan Islam sejak diturunkannya Al-Quran itu sendiri.
Adapun asbabun nuzul (sebab turun surat An-Nashr ini), dari riwayat Abburrazaq diceritakan bahwa ketika Rasulullah saw. masuk kota Makkah pada waktu Fathu Makkah, Khalid bin Walid diperintahkan memasuki Makkah dari jurusan dataran rendah untuk meggempur pasukan Quraisy (yang menyerangnya) serta merampas senjatanya. Setelah memperoleh kemenangan maka berbondong-bondonglah kaum Quraisy masuk Islam. Ayat ini (S.110:1-3) turun berkenaan dengan peristiwa itu sebagai perintah untuk memuji syukur dengan me-Maha Sucikan Allah atas kemenangannya dan meminta ampunan atas segala kesalahan.
Demikianlah secara singkat penjelasan mengenai surat An-Nashr ini. Kita insya Allah akan masuk dengan latihan.
Diposkan oleh Rafdian Rasyid di 12/26/2007
http://arabquran.blogspot.com/2007/12/topik-67-latihan-surat-nashr.html
Topik 68: Mengulang Mudhof Ilaih
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita akan membahas mengenai surat An-Nashr. Baiklah kita mulai.
إذا جاء نصر الله والفتح - idza jaa-a nasru allahi wa al-fathu
idza: jika
jaa-a: telah datang
nasrullahi: pertolongan Allah (Help of Allah)
wa: dan
al-fathu: kemenangan (victory)
Pembaca yang dirahmati Allah, ada yang perlu kita ulang-ulang disini yaitu bentuk dari Mudhof Ilaih. Sudah kita singgung di beberapa topik yang lalu, akan tetapi kita ulang lagi disini, biar lebih mantafff getoh...
Oke. Perhatikan kalimat diatas. Pertama, kita analisis dulu struktur kalimatnya. Oke, kalimat diatas terdiri dari kata penghubung idza (إذا). Sekarang kalau kita buang kata idza kalimat tersebut akan menjadi:
جاء نصر الله والفتح - jaa-a nasrullahi wa al-fathu
Disini kita bertemu dengan kalimat fi'iliyyah (jumlah fi'liyyah). Eh ngomong2x kita pernah bahas gak ya pembagian kalimat (aqsam al-jumlah) dalam bahasa Arab? Belum atau sudah ya (maaf saya lupa, maklum udah umuran).
Hmm anggaplah belum ya. Oke. Dalam bahasa Arab, kalimat dibagi 2, yaitu:
1. Jumlah Fi'liyyah (kalimat yang dimulai kata kerja)
2. Jumlah Ismiyyah (kalimat yang dimulai dengan kata benda)
Nah kalimat جاء نصر الله والفتح - jaa-a nasrullahi wa al-fathu , ini adalah kalimat fi'liyyah, karena dimulai dengan Kata Kerja, yaitu KKL jaa-a (datang). Siapa yang datang? Ingat setiap fi'il (Kata Kerja) membutuhkan fa'il (pelaku alias subjek). Subjeknya biasanya setelah fi'ilnya.
Kalimat diatas subjeknya adalah نصر الله والفتح - nasrullahi wal fathu. Itulah subjeknya.
Secara umum banyak pola kalimat dalam bahasa Arab, dimana dia dibentuk dari jumlah fi'liyyah. Contohnya:
ضرب زيدٌ - dhoroba zaidun : Zaid telah memukul (jumlah fi'liyyah)
Agak sedikit beda dengan bahasa kita. Kalau kita letterleijk menerjemahkan kalimat diatas, maka mestinya, di terjemahkan "Telah memukul (sesuatu) si Zaid". Bedanya adalah dalam bahasa Indonesia, struktur kalimat itu diawali dengan Pelaku diikuti kata kerja. Sehingga kalau mengikuti ini kalimat diatas menjadi:
زيدٌ ضرب - Zaidun dhoraba : Zaid telah memukul (jumlah ismiyyah).
Perhatikan bahwa Kalimat diatas telah berubah menjadi jumlah ismiyyah. Dalam bahasa Indonesia kita tidak memiliki "kebebasan" seperti dalam bahasa Arab diatas.
Contohnya:
Zaid menulis --> (betul secara bahasa Indonesia). Dalam bahasa Arab: زيدٌ كتب - Zaidun kataba.
Menulis Zaid --> (salah secara bahasa Indonesia). Sedangkan dalam bahasa Arabnya tetap benar, yaitu كتب زيدٌ - kataba zaidun.
Disitu letak bedanya. Di bahasa Arab, posisi subjek boleh sebelum kata kerja, atau setelahnya.
Oke. Kembali ke topik utama... Kita mau bahas mengenai Mudhof Ilaih.
Perhatikan kata نصرُ اللهِ - nashru Allahi (dibaca cepat nashrullohi). Inilah dia mudhof (kata majemuk). Pas belajar ini saya sendiri juga rada bingung dengan definisi kata majemuk. Oke, tinggalkan yang susah, ambil yang mudah, pakai cara saya saja. Hehe...
Paling gampang belajar mudhof ini kalau kita mengerti struktur bahasa Inggris, tentang kepunyaan.
Misal kita katakan begini.
Umar's book (buku milik si Umar). Bisa kita jadikan dalam bentuk "OF", yaitu:
book of Umar (buku milik si Umar).
Nah bentuk: book of Umar ini lah yang disebut Mudhof, dalam bahasa Arab.
Contoh lain:
Allah's messenger (Rasul milik Allah / Rasul Allah). Bisa kita jadikan dalam bentuk "OF", yaitu:
Messenger of Allah.
Bagaimana bahasa Arab nya : Messenger of Allah?
Oke.
Messenger : رسولٌ - rasuulun
Allah: اللهُ - Allahu
Sehingga messenger of Allah = رسولُ اللهِ - Rasuulullahi.
Hmm... bentar-bentar kok bukan: رسولٌ اللهُ - Rasuulun Allahu (atau Rasuulullahu)?
Nah disini aturannya muncul (weleh aturan lagi... aturan lagi). Tenang, banyak latihan saja. Aturan gak usah dihafalin.
Kata rasuulun disebut mudhof, sedangkan kata Allahu disebut mudhof ilaih. Aturannya, Mudhof itu tidak boleh bertanwin, sehingga rasuulun harus dhommah saja menjadi rasuulu. Trus, mudhof ilaihi itu harus kasroh. Sehingga Allahu menjadi Allahi. Udah deh, cuman 2 itu aturannyanya... gampang kan.
Contoh lain:
baytun : rumah = house بيتٌ
Allahu : Allah
house of Allah (rumah Allah)? --> baitu Allahi (baitullahi) بيتُ اللهِ
Contoh lain:
qolamun : pen = pena قلمٌ
al-ustaadzu : ustadz الأستاذُ
the pen of ustadz (pena ustadz)? --> qolamu al-ustaadzi (qolamul ustaadzi) قلمُ الأستاذِ
Nah dalam surat An-Nashr ini ada contoh lain:
Help of Allah.
Help = nashrun نصرٌ
Sehingga Help of Allah نصرُ اللهِ - nashru Allahi (atau nashrullahi) : pertolongan Allah.
Demikian seterusnya. Kita telah ulang-ulangi topik mengenai mudhof ilah ini, semoga dengan diulang-ulang tambah jelas ya. Insya Allah, kita akan bahas mengenai adverb pada topik setelah ini.
Diposkan oleh Rafdian Rasyid di 12/26/2007
http://arabquran.blogspot.com/2007/12/topik-68-mengulang-mudhof-ilaih-adverb.html
Topik 69: Mudhof Ilaih (Lanjutan) - Pembesar Penjahat
Bismillahirrahmanirrahim.
Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Seharusnya kita masuk ke surat An-Nashr ayat 2, untuk kita membahas masalah isim haal atau adverb (Kata Keterangan). Akan tetapi kita tambahkan sedikit mengenai Mudhof di topik 69 ini. Biar tuntas gituh... (karena rasanya masih ada yang perlu saya sampaikan).
Oke baiklah. Sekarang quiz dikit:
Apa bahasa Arabnya: The house of the big man is nice.
Jawab: Bahasa Arabnya:
بيتُ الرجلِ الكبيرِ جميلٌ - baytu ar-rajuli al-kabiiri jamiilun (dibaca sambung: baytul rajulil kabiir jamiil)
Bahasa Indonesia-nya:
Rumah laki-laki yang besar itu bagus.
Nah, yang menarik bagi saya (atawa kita-kita yang masih pemula ini adalah), bahwa bahasa Inggris maupun bahasa Arab, tidak mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi:
1. Objek
2. Pemilik dari Objek
3. Sifat dari Pemilik Objek
4. Sifat dari Objek
Eh eh... kok rumit seh??? Ehm... maksudnya begini.
Coba baca kalimat ini:
Rumah laki-laki yang besar itu bagus.
Apa yang besar dan apa yang bagus? Apakah yang besar laki-lakinya atau rumahnya? Yang hampir pasti tidak menimbulkan keraguan bahwa kata "bagus" dalam kalimat diatas, tentulah sifat untuk Rumah. Bener kan? Tapi bagaimana dengan kata "besar". Mensifati siapakah/apakah kata "besar" disini?
Kalau ditelisik dari struktur bahasa Inggris-nya, kita tidak menemui kesulitan:
The house of the big man is nice.
Terlihat yang "big" (besar) itu sifat dari "man" (laki-laki), sedangkan "nice" (bagus) itu sifat dari "house" (rumah).
Jelas bahwa:
1. Objek: The house
2. Pemilik dari Objek: the man
3. Sifat dari Pemilik : big
4. Sifat dari Objek: is nice
So, kita mudah sekali menentukan 4 hal itu bukan?
Lalu dalam bahasa Arab, juga mudah.
بيتُ الرجلِ الكبيرِ جميلٌ - baytu ar-rajuli al-kabiiri jamiilun (dibaca sambung: baytul rajulil kabiir jamiil)
1. Objek: بستُ baytu
2. Pemilik dari Objek: الرجلِ ar-rajuli
3. Sifat dari Pemilik : الكبير al-kabiiri
4. Sifat dari Objek: جميلٌ - jamiilun
Dari keterangan diatas kita bisa pelajari bahwa, susunan (Objek+Pemilik Objek)rangkaian ini menjadi kata majemuk (mudhof), dimana bisa diterjemahkan sebagai Objek "OF" Pemilik Objek.
Dalam contoh diatas:
بيتُ الرجلِ - baytul rajuli -- house of the man -- rumah milik laki-laki itu
Adanya tambahan al-kabiiri الكبير - disini menjadi sifat dari the man Al-Rajul. Tahunya dari mana? Entar dulu, kok bisa tahu sih? Jawabnya: Karena sama-sama ada AL (lihat AL-Rajuli & AL-Kabiiri) alias sama-sama definitif/ma'rifah, dan sama-sama ber-i'rob (harokat akhir) kasroh [yaitu rajulI dan kabiirI). Sehingga menjadi:
Dostları ilə paylaş: |