Lingkup ilmu pengetahuan alam



Yüklə 396,21 Kb.
səhifə1/11
tarix07.01.2019
ölçüsü396,21 Kb.
#91059
  1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11

BAB I

LINGKUP ILMU PENGETAHUAN ALAM
A. PENDAHULUAN
Ruang lingkup Ilmu Pengetahuan Alam yang akan dipelajari meliputi : kelahiran alam semesta dengan berbagai teori, keadaan tata surya, bumi, asal mula kehidupan di bumi dan perkembangan makhluk hidup. Pengetahuan lingkup IPA tersebut sangat penting memberi pemahaman kepada mahasiswa sehingga dapat mendukung pemahaman yang lebih luas tentang hubungan lingkungan hidup, teknologi bagi kemanfaatan umat manusia. Diketahui bersama IPA sangat berkaitan erat dengan teknologi. Oleh karena itu pula pemahaman yang benar tentang IPA akan mengurangi perilaku negative terhadap lingkungan bahkan pada akhirnya mengurangi dampak teknologi yang dihasilkannya.
Standar kompetensi :

Mahasiswa diharapkan memiliki pemahaman lingkup IPA seperti terbentuknya alam semesta dan system tata surya khususnya bumi.


Kompetensi Dasar :

1. Menjelaskan terbentuknya alam semesta

2. Menerangkan teori terbentuknya tata surya

3. Menunjukkan gambaran yang tepat susunan tata surya

4. Menerangkan dengan singkat sifat-sifat khusus masing-masing planet

5. Mengungkapkan dengan kata-kata sendiri teori terbentuknya bumi termasuk continental drift

6. Menjelaskan adanya system tertutup dari bumi

7. Menerangkan dengan singkat adanya fungsi lapisan bumi meliputi litosfer, hidrosfer, atmosfer dan biosfer.


Petunjuk Belajar :

  1. Untuk mempelajari materi IPA sebaiknya dilengkapi dengan video, film yang berhubungan dengan Alam.

  2. Memanfaatkan multimedia secara optimal dapat membantu mahasiswa untuk memiliki motivasi dalam belajar.

  3. Dari penjelasan maupun gambaran yang diperoleh dari Film/video, mahasiswa diminta komentar masing-masing.

  4. Menuliskan hal-hal yang berkaitan dengan penciptaan, keadaan tata surya yang semakin berkembang maupun keberadaan makhluk hidup dewasa ini.

  5. Mengerjakan latihan dan menuliskan dalam bentuk laporan tugas mandiri.


B. PENYAJIAN
KEGIATAN BELAJAR 1.

ALAM SEMESTA DAN TATA SURYA
a. Teori Terbentuknya Alam Semesta

Berbagai teori tentang terbentuknya alam semesta telah menjadi perdebatan para peneliti dari zaman ke zaman. Beberapa yang akan disajikan merupakan teori yang masih dipercaya hingga kini. Pengertian alam semesta mencakup tentang mikrokosmos dan makrokosmos. Mikrokosmos adalah benda-benda yang mempunyai ukuran yang sangat kecil, misalnya atom, elektron, sel, amuba dan sebagainya. Sedang makrokosmos adalah benda-benda yang mempunyai ukuran yang sangat besar, misalnya bintang, planet, galaksi.

Para ahli astronomi menggunakan istilah alam semesta dalam pengertian tentang ruang angkasa dan benda-benda langit yang ada di dalamnya. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang berakal budi dan sebagai penghuni alam semesta selalu tergoda oleh rasa ingin tahunya untuk mencari penjelasan tentang makna dari hal-hal yang diamati. Dengan diperolehnya berbagai pesan dan beraneka ragam cahaya dari benda-benda langit yang sampai dibumi timbullah beberapa teori yang mengungkapkan tentang terbentuknya alam semesta. Teori tersebut dikelompokkan menjadi:


  1. Teori keadaan tetap (Steady-state theory)

Teori ini berdasarkan prinsip kosmologi sempurna yang menyatakan bahwa alam semesta di manapun dan bilamanapun selalu sama. Berdasarkan prinsip tersebut alam semesta terjadi pada suatu saat tertentu yang telah lalu dan segala sesuatu di alam semesta selalu tetap sama walaupun galaksi-galaksi saling bergerak menjauhi satu sama lain. Teori ini ditunjang oleh kenyataan bahwa galaksi baru mempunyai jumlah yang sebanding dengan galaksi lama. Dengan demikian teori ini secara ringkas menyatakan bahwa tiap-tiap galaksi terbentuk (lahir), tumbuh, menjadi tua dan akhirnya mati. Jadi, teori ini beranggapan bahwa alam semesta itu tak terhingga besarnya dan tak terhingga tuanya. (tanpa awal dan tanpa akhir).

Dengan diketahuinya kecepatan radial galaksi-galaksi menjauhi bumi yang dihubungkan dengan jarak antara galaksi-galaksi dengan bumi dari hasil pemotretan satelit, maka disimpulkan bahwa makin jauh jarak galaksi terhadap bumi, makin cepat galaksi tersebut bergerak menjauhi bumi. Hal ini sesuai dengan garis spektra yang menuju ke panjang gelombang yang lebih besar yaitu menuju merah, yang hal ini sering dikenal dengan pergeseran merah. Dari hasil penemuan ini menguatkan bahwa alam semesta selalu mengembang (ekspansi) dan menipis (kontraksi). Dengan demikian harus ada “ledakan” atau “dentuman” yang memulai adanya pengembangan.



  1. Teori dentuman besar (Big-bang theory)

Teori ini berlandaskan dari asumsi adanya massa yang sangat besar dan mempunyai masa jenis yang sangat besar karena adanya reaksi inti kemudian meledak dengan hebat Massa tersebut kemudian mengembang dengan sangat cepat menjauhi pusat ledakan Menurut teori ini ada beberapa massa yang penting selama terjadinya alam semesta, yaitu:

  • Masa batas dinding Planck yaitu masa pada saat alai semesta berumur 10-43 detik berdasarkan hasil perhitungan Panck.

  • Masa Jiffy yaitu masa pada saat alam semesta berumur 10-23 detik, dengan jari-jari alam semesta 10-13 cm dengan kerapatannya 1055 kali kerapatan air.

  • Masa Quark yaitu masa pada saat alam semesta berumur 10-4 detik. Pada masa ini partikel-partikel saling bertumpang tindih dan tidak berstruktur serta diikuti dengan terbentuknya hadron yang mempunyai kerapatan 109 ton tiap sentimeter kubik.

  • Masa pembentukan Lipton yaitu masa pada saat alam semesta berumur setelah 10-4 detik.

  • Masa Radiasi yaitu masa alam semesta berumur 1 detik sampai satu juta kemudian pada saat terbentuknya fusi hidrogen menjadi helium mempunyai suhu 109 derajat Kelvin. Pada saat usia alam semesta berumur 105 sampai 106 tahun mempunyai suhu 3000 derajat Kelvin.

  • Masa pembentukan Galaksi yaitu pada usia alam semesta 108-109 tahun. Pada saat usia ini galaksi masih berupa kabut pilin yang berputar membentuk piringan raksasa.

  • Masa pembentukan tata surya yaitu pada usia 4,6 X 109 tahun.


b. Teori Terbentuknya Galaksi dan Tata Surya

Menurut Fowler, 12 ribu juta tahun yang lalu Galaksi kita ini tidaklah seperti dalam keadaan seperti sekarang ini. la masih berupa kabut gas hidrogen yang sangat besar sekali yang berada di ruang angkasa. la bergerak perlahan mengadakan rotasi sehingga keseluruhannya berbentuk bulat. Karena gaya beratnya maka ia mengadakan kontraksi. Massa bagian luar banyak yang tertinggal; pada bagian yang berkisar lambat dan mempunyai berat jenis yang besar terbentuklah bintang-bintang. Gumpalan kabut yang telah menjadi bintang itupun secara perlahan mengadakan kontraksi. Energi potensialnya mereka keluarkan dalam bentuk sinar dan panas radiasi dan bintang-bintang itupun makin turun temperatur-nya. Setelah berpuluh ribu juta tahun ia mempunyai bentuknya yang boleh dikatakan tetap seperti halnya matahari kita. Hipotesis itu diyakinkan oleh suatu observasi yang ditujukan kepada pusat galaksi di mana selalu dilahirkan bintang baru baik secara perlahan-lahan maupun secara eksplosif (Amysari 2007: 10).

Galaksi. Berdasarkan apa yang nampak dari hasil pengamatan, dapat kita bedakan adanya tiga macam galaksi, yaitu:


    1. Galaksi berbentuk spiral

    2. Galaksi berbentuk elips

    3. Galaksi berbentuk tak beraturan.

Bima Sakti. Induk dari matahari kita adalah galaksi Bima Sakti atau Milky Way. Bima Sakti mempunyai bentuk spiral. Tetangga terdekat dari Bima Sakti adalah galaksi Andromeda yang juga berbentuk spiral dan jauhnya 870.000 tahun cahaya (cahaya bergerak dengan kecepatan 300.000 km/detik, jadi tahun cahaya berjarak 300.000 X 365¼ X 24 X 60 X 60 km = 1013 km).

Letak matahari dan bumi tempat tinggal kita kira-kira adalah pada tanda (X), yang jauhnya kurang lebih 2/3dari pusat galaksi sampai batas tepian luarnya. Bulatan-bulatan yang terletak di bawah dan di atas pusat galaksi adalah kumpulan-kumpulan bintang (globular). Dalam satu galaksi ada yang mencapai 1.000 kumpulan bintang seperti itu. Galaksi kita ini mengadakan rotasi dengan arah yang berlawanan dengan jarum jam.



Bima Sakti memiliki tidak kurang dari 100 ribu juta bintang. Selain itu masih terdapat gumpalan-gumpalan kabut gas maupun semacam galaksi kecil yang banyak jumlahnya.


  1. Hipotesis Nebular

Hipotesis ini dikemukakan pertama kali oleh Laplace pada tahun 1796. Ia yakin bahwa sistem tata surya terbentuk dari kondensasi awan panas atau kabut gas yang sangat panas. Pada proses kondensasi tersebut ada sebagian yang terpisah dan merupakan cincin yang mengelilingi pusat. Pusatnya itu menjadi sebuah bintang atau matahari. Bagian yang mengelilingi pusat itu dengan cara yang sama berkondensasi membentuk suatu formula yang serupa dengan terbentuknya matahari tadi. Setelah mendingin benda-benda ini akan menjadi planet-planet seperti bumi dengan benda-benda yang mengelilinginya berupa satelit atau bulan. Dapat dibayangkan bahwa berdasarkan teori ini, planet Saturnus yang dikelilingi oleh cincin Saturnus itulah merupakan bakal satelitnya. Salah satu keberatan dari hipotesis ini adalah ditemukannya dua buah bulan pada Jupiter dan sebuah bulan di Saturnus yang berputar berlawanan arah dengan rotasi planet-planet tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa satelit tersebut bukan merupakan bagian dari planetnya sesuai dengan hipotesis Laplace.

  1. Hipotesis Planettesimal

Dikemukakan pertama kali oleh Chamberlin dan Moulton. Hipotesis ini bertitik tolak dari pemikiran yang sama dengan teori nebular yaitu bahwa sistem tata surya ini terbentuk dari kabut gas yang sangat besar yang berkondensasi. Perbedaannya adalah terletak pada asumsi bahwa terbentuknya planet-planet itu tidak harus dari satu badan tetapi diasumsikan ada bintang besar lain yang kebetulan sedang lewat dekat bintang di mana tata surya kita merupakan bagiannya. Kabut gas dari bintang lain itu sebagian terpengaruh oleh daya tarik matahari kita dan setelah mendingin terbentuklah benda-benda yang disebut planettesimal. Planettesimal merupakan benda-benda kecil yang padat. Karena daya tarik menarik antar benda itu sendiri, benda-benda kecil tersebut akan bergumpal menjadi besar dan menjadi panas. Hal ini disebabkan oleh tekanan akibat akumulasi dari massanya. Teori ini dapat menjawab pertanyaan meng-apa ada satelit-satelit pada Jupiter maupun pada Saturnus yang mempunyai orbit berlawanan dengan rotasi planet-planet itu.

  1. Teori Tidal

Teori ini diungkapkan pertama kali oleh James Jeans dan Harold Jeffreys pada tahun 1919. Menurut teori ini planet itu merupakan percikan dari matahari yaitu seperti percikan matahari yang sampai kini masih nampak ada. Percikan tersebut disebut “tidal”. Tidal yang besar yang kemudian akan menjadi planet itu disebabkan karena adanya dua buah matahari yang bergerak saling mendekat. Peristiwa ini tentu jarang sekali terjadi namun bila ada dua buah bintang yang bergerak mendekat satu dengan yang lain maka akan terbentuklah planet-planet baru seperti teori tersebut di atas.

Usaha para ilmuwan itu hanyalah sekadar menguji hipotesis. Setelah teruji, teori itu masih mungkin diperbaiki dengan teori yang lebih akurat. Namun demikian teori-teori tersebut di atas masih diyakini orang sampai sekarang.


c. Sistem Tata Surya
Kesamaan dan Kelainan

Sembilan buah planet yang mengelilingi matahari pada hakikatnya merupakan dunia tersendiri, dengan beberapa cm khas. Dilihat dari segi kemanusiaan, bumilah yang paling khas, karena mampu mengemban kehidupan dan makhluk teknologi. Sampai saat ini diduga tidak ada Homo Sapiens. Manusia Pemikir, di lingkungan planet lain (makhluk jenis lain) mungkin saja hidup di planet Mars atau Venus, artinya dapat berkembang atau bermetabolisme.

Secara kelompok, planet di dalam tata surya kita ini dapat terbagi dalam dua golongan kecil:


  1. Planet kecil (kerdil)

Termasuk ke dalam keluarga ini ialah Merkurius, Venus, Bumi dan Mars. Golongan ini kebetulan menempati lintasan yang dekat dengan matahari, dibanding dengan lintasan golongan kedua. Ciri umumnya ialah, garis tengahnya kecil, tetapi padat. Rapat masa rata-ratanya terletak antara 4,2-5,5 gram setiap sentimeter kubik; biasanya tidak berlapisan angkasa tebal, bahkan Merkurius sama sekali tidak diselimuti angkasa.

  1. Planet raksasa

Terdiri dari Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus lintasannya jauh dari Matahari. Garis tengahnya jauh lebih besar dibanding dengan golongan pertama. Garis tengah Jupiter, umpamanya 17 kali garis tengah bumi. Walaupun demikian, kelompok ini umumnya kurang padat. Rapat masa sangat rendah, misalnya Saturnus, antara 0,7-1,6 gram setiap sentimeter kubik, lebih rendah daripada rapat air. Di samping ciri tadi, dilihat dari besar jari-jarinya, lapisan angkasa planet raksasa ini sangat tebal, dan hampir tiada kecualinya terdiri dari senyawa berhidrogen.

Sesuatu yang sangat menarik kiranya ialah kenyataan, bahwa ruang antara kedua golongan planet itu dihuni oleh asteroid. Ketiadaan planet besar di dalam ruang asteroid pernah menimbulkan banyak perdebatan sampai pada tahun 1801. Pada tahun itu seorang astronom Italia, Piazzi, menemukan asteroid Ceres. Benda yang garis tengahnya hanya 750 kilometer itu terlalu kecil untuk disebut planet, tetapi terlalu besar untuk dianggap tidak ada. Penemuan ini merupakan permulaan daripada serangkaian penemuan asteroid. Kemudian ternyata, bahwa asteroid merupakan keluarga besar banyaknya sekitar 100.000. Semua itu menghuni daerah antara “planet kecil” dan “planet raksasa”.

Planet Pluto, yang terdapat pada jarak 40 kali lebih daripada jarak matahari-bumi, sebenarnya merupakan dunia gelap, dingin dan masih asing bagi pengetahuan astronomi dewasa ini. Kekurangtahuan mengenai dimensinya menyebabkan dia belum dapat dimasukkan ke dalam salah satu sub-golongan tersebut di atas.

Planet, selain berevolusi (beredar mengelilingi titik pusat gravitasi, yang dalam hal ini matahari) juga berotasi (bergasing mengelilingi pusat masa planet sendiri). Lamanya tempo revolusi dan rotasi berbeda antara planet yang satu dengan lainnya. Gerak putar planet terlihat sangat besar dibanding dengan gerakan matahari. Hampir 98 persen momentum putaran di dalam tata surya kita dihimpun dalam gerakan planet. Momentum putaran dalam ilmu mekanika merupakan suatu besaran vektor yang tetap besar dan arahnya. Perubahan dalam komponennya bisa terjadi, tetapi harus diimbangi oleh komponen lainnya. Bahwasanya matahari sangat lamban memutari porosnya, barangkali bukan suatu kebutuhan tetapi merupakan sifat tak terpisahkan dengan terjadinya matahari dan pembentukan tata surya.

Adonan dasar zat yang ditemui pada semua planet mungkin sama, tetapi ramuan bisa berbeda karena keadaan (kondisi) fisik yang berbeda. Hidrogen di bumi ditemui kebanyakan bersenyawa dengan oksigen, membentuk air. Di angkasa planet Jupiter, hidrogen ditemui sebagai senyawa dengan karbon dan nitrogen. Yang terakhir itu menghasilkan metana, yang tidak bisa diharapkan melimpah dalam angkasa bumi. Di planet Merkurius, hidrogen dan unsur ringan lain barangkali telah dihalau oleh panasnya permukaan planet itu (600°). Kalau sejak dulu telah diduga, Merkurius tak dapat menahan angkasa maka pengamatan Meriner-10 pada tahun 1974 hanya membenarkan dugaan tersebut. Planet Merkurius sangat padat, hal itu diduga akibat penumpukan unsur berat pada intinya, yaitu tersusun atas besi-nikel. Permukaan menyerupai permukaan bulan, penuh dengan kawah tetapi tanpa “dataran rendah” atau laut. Warnanya kehitaman menyerupai lapisan batuan basal yang kelam.

Pada jarak, jarak rata-rata matahari-bumi,-terdapat planet berangkasa tebal, Venus, sering disebut saudara kembar bumi, hanya karena hampir sama besar dengan planet kita. Walaupun suhu rata-ratanya lebih tinggi daripada bumi, tetapi lapisan angkasa Venus cukup tebal, dan sebagian besar terdiri dari CO2. Ada petunjuk bahwa di sana tidak terdapat CO, tetapi uap air, nihil. Karena CO2-lah penyusun utama, menyebabkan angkasa planet itu memperoleh efek “rumah semai” (greenhouse) yang menyebabkan suhu permukaannya menjadi sangat tinggi akibat tertahannya pancaran panas dari permukaan. Warna Venus yang menyala merupakan petunjuk bahwa daya pantul lapisan angkasa Venus yang teratas tinggi sekali. Ini merupakan gejala yang menarik.

Di samping tingginya suhu, juga tekanan udara di dalam angkasa sangat tinggi, 100 kali lebih besar daripada tekanan planetnya sendiri. Di bumi, adanya magnetosfera sangat menguntungkan, karena dapat bertindak sebagai penahanan pemboman zarah bermuatan yang berasal dari luar bumi. Ketiadaan magnetosfera di sekeliling planet Venus tidak bertentangan dengan “teori dinamo”. Dalam teori ini dikatakan, medan magnet di sekeliling sebuah planet hanya mungkin terjadi, jika di dalam planet itu masih terdapat zat yang meleleh. Lagi pula planet yang bersangkutan harus berputar dengan cepat. Venus memang berputar lambat pada sumbunya.

Tebal angkasa Venus menghalangi orang memandang tubuhnya, tetapi penyelidikan dengan radar telah memungkinkan pemetaan topografi permukaan planet itu. Dari penginderaan radar tersebut ditarik kesimpulan, permukaan Venus berlereng sangat landai, tidak seterjal Merkurius atau bulan.

Planet ketiga dalam tata surya kita ialah bumi tempat tinggal manusia. Salah satu hasil terpenting penjelajahan angkasa luar ialah ditemukannya sabuk radiasi van Allen, yang merupakan tempat kedudukan partikel bermuatan yang tertangkap oleh medan magnet bumi. Partikel itu ada yang berasal dari angin, matahari atau dari awan plasma. Sebagian lagi berasal dari partikel yang dipercepat oleh medan magnet bumi atau terdiri dari elektron yang berasal dari peluruhan beta. Netron yang dapat meluruhkan elektron itu berasal dari sumber sinar kosmos utama yang bertumbukan dengan nitrogen angkasa bumi. Berbeda dengan planet venus, susunan angkasa bumi lebih ditentukan oleh nitrogen. Susunannya yang nyaman dan tepat untuk memenuhi kebutuhan manusia itu adalah hasil suatu proses yang memakan waktu kira-kira 4,5 milyar tahun, yakni seumur tata surya kita.

Satu setengah kali lebih jauh dari jarak bumi matahari mengantarlah planet merah Mars. Warna merah yang sangat mencolok, baik dilihat dengan mata bugil maupun teropong, menyebabkan Mars mendapat julukan “Dewa Perang” dengan warna merah darah. Zat warnanya sendiri sebenarnya terdiri dari mineral yang tersebar pada permukaannya yang mungkin serupa padang pasir. Mineral itu di bumi dikenal dengan nama limonit (Fe2O3) Dataran rendah Mars yang lainnya tertutup debu dengan senyawa silikat. Tergantung dari musim, dingin atau panas, kedua kutub planet itu terdapat berubah warnanya. Putih mengkilap kalau dingin, seperti halnya jika terdapat lapisan pemantul yang kuat sekali. Dugaan yang sesuai logika ialah, jika musim dingin tiba, kutub tersebut tertutup zat cair yang membeku. Kemungkinan besar yang membeku ialah CO2, bukan air biasa. Seperti permukaan bulan, planet mars ditandai oleh adanya kawah, lembah dan ngarai. Sebagaimana diungkapkan oleh sejumlah foto Mariner pada tahun 1971, kadang-kadang terlihat juga longsoran tanah. Pada tempat yang rendah di permukaan mars terdapat adanya perubahan baik musiman maupun yang tidak. Barangkali aero-dinamika pada angkasa planet inilah yang menimbulkan angin dan memboyong debu dari satu tempat ke tempat lain, inilah kira-nya penyebab utama perubahan warna-warni permukaannya. Perubahan warna itu telah berpuluh tahun menarik perhatian, karena dikira timbul dari adanya jasad renik yang hidup kembali setelah musim semi tiba. Walaupun angin kencang sering mengamuk di permukaan mars, tetapi ketiadaan atau kekurangan zat cair, mengurangi derasnya laju erosi. Kecepatan erosi itu kira-kira hanya seperdua puluh kecepatan erosi wajar di permukaan bumi. Oleh karena itu, goresan pada permukaan planet merah itu sebenarnya merupakan tanda abadi kegiatannya di masa silam. Pada planet ini kelihatannya molekul organik dapat berkembang. Hanya berapa jauhkah evolusi organik di sana dapat maju dan berkembang, belum dapat dipastikan. CO2 dan H2O (air dapat ditemui di angkasa Mars, begitu pula N2, O3, dan argon. Berbeda dengan Venus, lapisan angkasa planet ini sangat tipis. Barangkali hanya 1-2 persen daripada perapatan lapisan angkasa bumi. Selain itu, walaupun belum meyakinkan, diduga planet Mars mempunyai medan magnet. Rotasi planet yang cepat dengan periode 24 jam 37 menit, merupakan salah satu syarat dapat terbangkitnya medan magnet itu.

Dari planet kecil, kita beranjak ke planet raksasa. Jupiter merupakan wakil golongan kedua, tidak hanya karena lebih dekat-nya dengan bumi (bahkan dikunjungi oleh wahana antariksa tak berawak), tetapi sekaligus juga karena besarnya. Jupiterlah planet terbesar, dengan garis tengah 17 kali garis tengah bumi. Dengan teropong terlihat planet ini sangat pepat pada kutubnya dan kelihatan mempunyai lapisan angkasa yang tidak sederhana. Warna-warni lapisan itu yang sejajar dengan khatulistiwa planet, mencerminkan gerakan di dalam angkasanya. Rotasinya cepat, hanya 10 jam waktu yang diperlukan untuk bergasing pada sumbunya. Mencoloknya kecepatan itu karena cepatnya planet bergasing, sehingga gaya sentrifugasi pada khatulistiwa besar, di samping kenyataan bahwa sebagian besar planet itu terdiri dari lapisan gas atau zat yang kurang padat. Sebagian inti Jupiter masih dalam keadaan liat, terbukti dari adanya medan magnet yang kuat di sekelilingnya. Perputaran planet yang cepat dan inti yang meleleh adalah syarat bagi pembentukan medan magnet.

Jupiter memancarkan pulsa (denyut) radio dan pancaran panas yang cukup besar. Kegiatan pancaran radio itu serta hubungannya dengan posisi Io, satelit yang cukup besar. Diduga interaksi antara medan magnet dengan Io, merupakan penyebab terbangkitnya pulsa radio tadi. Radiasi panas yang disebabkan karena bobot lapisan Jupiter, menekan bagian yang lebih dalam. Pengerutan Jupiter sebesar 1 mm saja, sudahlah cukup untuk menimbulkan tenaga potensial yang dapat menjadikan inti Jupiter 100 derajat lebih panas, Radiasi panas semacam ini tidak dimiliki planet lain. Selain pancaran panas ini, Jupiter masih memancarkan panas dari proses yang nontermik. Sebuah zarah bermuatan seperti elektron, jika jalannya dipercepat oleh medan magnet sambil mempercepat jalan juga akan memancarkan radiasi sinkroton. Jupiter ternyata cukup besar kemampuannya untuk memancarkan radiasi tipe tersebut. Dalam pada itu halilintar atau peloncatan listrik di dalam angkasa Jupiter rupanya cukup intensif, hingga kadangkala tercatat semburan pancaran.

Penyelidikan spektroskopi menunjukkan angkasa planet Jupiter ini mengandung senyawa C, H, dan N. Amoniak (NH3) dan metana (CH4) merupakan zat yang spektrumnya terlihat kuat. Walauupun begitu seluruh amoniak di situ barangkali hanya mencapai 6 x 1020 gram atau hanya 1/10.000 juta masa seluruh planet. Dalam tubuhnya sendiri He diduga menjadi komponen pembentuk planet yang tidak boleh diabaikan. Salah satu satelit planet Jupiter bernama Ganymede. Satelit ini besarnya melebihi Merkurius. Tetapi yang lebih menarik ialah, satelit tersebut, di luar keberatan apapun juga, sudah dapat dipastikan mempunyai lapisan angkasa. Satelit lainnya yang mempunyai angkasa adalah Titan, salah satu satelit Saturnus. Bulan terlalu kecil dan panas untuk menahan molekul angkasanya. Sesudah selang beberapa juta tahun, ia kehilangan seluruh angkasa dan menjadi gersang seperti yang sekarang kita saksikan.

Susunan angkasa planet raksasa lainnya, seperti Saturnus, Uranus dan Neptunus, hampir serupa dengan susunan angkasa planet Jupiter. Kalau pun ada perbedaan, maka itu disebabkan terutama karena temperatur. Hampir semua amoniak pada angkasa saturnus membeku, tetapi pada angkasa uranus dan neptunus mungkin menjadi kristal warna kehijauan yang menjadi ciri planet Uranus dan Neptunus disebabkan karena banyaknya metana di dalam angkasanya. Berbeda dengan planet kecil, tubuh planet besar ini terdiri atas 10 persen hidrogen, helium dan bahkan neon.

Planet terjauh dan terakhir ditemukan secara teleskopi ialah Pluto dari planet ini matahari hanya terlihat sebagai cahaya lilin, dan oleh karena itu Pluto adalah dunia dingin dan gelap. Astronomi belum banyak mengetahui keadaan kebenarannya planet itu tetapi sudah melihat beberapa keanehan. Lintasannya berbeda dengan planet lain, dalam arti menyilang lintasan planet tetangganya, Neptunus. Inilah salah satu sebab timbulnya dugaan Pluto mungkin lepasan satelit Neptunus, yang karena suatu sebab, terpental keluar dari garis edarnya. Kecuali itu cahaya Pluto menunjukkan berbagai perubahan tak teratur. Seandainya ia merupakan planet yang bundar sempurna, maka kelakuan cahayanya tidak mungkin demikian. Jadi, barangkali Pluto memang tidak bundar. Masanya terlalu berat untuk ukuran garis tengahnya. Jika garis tengahnya yang sekarang diterima, dan dipergunakan sebagai dasar pengukuran volumenya, rapat masanya akan mencapai 50 kali lebih berat daripada masa air. Ini merupakan suatu hal yang sukar dimengerti.

Pluto merupakan planet terakhir yang semula ditemukan secara perhitungan (1930) dan baru kemudian dilihat dengan teropong. Sebelumnya. telah ada dua buah planet yang ditemui secara demikian. Penemuan dengan perhitungan ini membuktikan keampuhan pengetahuan matematika dan mekanika benda langit, sehingga mendorong orang mencari planet lain. Mungkin masih ada planet di luar orbit Pluto, sebaliknya, di dekat matahari di sebelah dalam lintasan merkurius. Usaha terakhir ini sampai sekarang belum memberikan hasil nyata.


Yüklə 396,21 Kb.

Dostları ilə paylaş:
  1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin