Mencapai Keimanan dengan Logika


Ikhwal Berpuasa yang sehat



Yüklə 1,34 Mb.
səhifə5/14
tarix26.10.2017
ölçüsü1,34 Mb.
#14189
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   14

Ikhwal Berpuasa yang sehat

Berpuasa itu tidak akan menganggu kondisi tubuh bila dilakukan dengan benar. Beberapa hal yang dituntunkan Nabi saw adalah:


1. Sahur yang diakhirkan

walaupun hanya seteguk air.



"Di bulan puasa sebaiknya sahur sebelum fajar. Sahur membawa berkah". (HR Bukhari)
2. Berbuka segera dan dengan yang manis

"Orang yang berpuasa akan tetap sehat, bila mereka menyegerakan berbuka" (HR. Bukhari) Makanan yang manis dianjurkan untuk memulai berbuka sebab segera mengembalikan energi.


3. Menahan diri

Hakekat dari puasa adalah menahan diri, tidak cuma di siang hari, tapi juga di malam hari. Karena itu tidak dibenarkan untuk "balas dendam" makan-minum yang berlebihan - dengan dalih "mumpung masih boleh"...

Jika "aji penahanan diri" ini bisa dikuasai, insya Allah kita justru merasakan peningkatan kualitas kesehatan kita. Betapa banyak penyakit yang disebabkan oleh faktor psikis, di mana orang tak bisa menahan diri.

Apabila seseorang di antaramu berpuasa, maka janganlah berkata kotor dan jangan pula berkata kasar. Jika seseorang mencacinya atau menyerangnya, maka hendaklah ia mengatakan , "Aku sedang berpuasa" (HR Bukhari dan Muslim).
Amalan utama dalam bulan Ramadhan

Dalam bulan Ramadhan sangat ditekankan untuk memperbanyak amalan, baik yang bersifat vertikal (sholat malam, baca al-Qur'an) maupun horizontal (sedekah, dakwah, mencari ilmu).


1. Shalat malam

"Sesungguhnya Allah Ta'ala telah mewajibkan atas kalian berpuasa di bulan Ramadhan. Dan disunahkan bagi kalian mendirikan sholat malam. Barang siapa yang berpuasa dan menegakkan ibadah sunah atas dasar iman dan mengharapkan ampunan, maka akan keluarlah ia dari dosa-dosanya seperti hari ketika ia baru dilahirkan oleh ibunya " (HR Ahmad)
2. Memperbanyak bacaan Al-Qur'an maupun mendegarkannya

Firman Allah: "Dan bila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapatkan rahmat" (QS 7-al-A'raf: 204).

Hal ini tidak terbatas pada mushaf berbahasa Arab saja. Membaca tafsir Al-Quran berbahasa Indonesiapun, asal bisa jadi dorongan beramal, pahalanya besar!


3. Memberi makanan untuk berbuka

"Siapa yang memberi buka orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala seperti orang yang puasa itu." (HR. Tirmidzi) Hal ini dengan catatan bahwa yang memberi buka itu adalah juga orang yang berpuasa.
Puasa sampai "final"

Demikianlah, kita berpuasa sebulan penuh, sejak awal Ramadhan hingga akhir Ramadhan. Sudah seharusnyalah kita bertahan sampai "final".

Tapi di manapun, namanya "kompetisi", ramainya cuma di awal-awal saja. Itu kejuaraan sepak bola, waktu babak penyisihan yang ikut banyak... Betapa banyak di antara kita yang hanya mempunyai semangat hangat-hangat tahi ayam, makin hari, makin loyo. Makin mendekati malam Lailatul Qodar, makin jarang sholat malam. Saat bulan suci tinggal beberapa hari, sehabis berbuka, kita malah bersibuk diri dengan adonan roti, ribut memilih baju buat Lebaran, dan lupa bahwa saat itu adalah waktunya untuk berbenah diri, mensucikan hati, untuk meraih penghargaan Allah yang tertinggi, yaitu taqwa. Perhargaan yang hanya diberikan kepada para finalis, syukur-syukur para juara. Mereka inilah yang pada saat Iedul Fitri tiba berhak diucapkan "Minal 'Aidzin wal Faizin - Taqobalallahu minna wa minkum taqobbal yaa kariim" (dari suci kembali suci, semoga Allah menerima ibadahmu dan ibadahku).

Alangkah tak tahu dirinya, mereka yang "final" saja tak ikut, tapi justru paling sibuk berhari raya...



Anggapan-anggapan salah tentang puasa
"Setan-setan terbelenggu di bulan puasa".

Hal ini memang disebutkan dalam suatu hadits, namun pengertiannya adalah suatu kondisi yang harus diujudkan, yakni dengan banyak mengerjakan amal, menghindari hal-hal yang mengurangi pahala puasa dsb.

Bandingkan dengan ayat sbb:

"Wanita yang keji adalah bagi lelaki yang keji, lelaki yang keji adalah bagi wanita yang keji, wanita yang baik adalah bagi lelaki yang baik, dan lelaki yang baik adalah bagi wanita yang baik..." (QS 24-an-Nuur:26) Tentu saja ayat ini juga bukan suatu "hukum alam", sebab Quran sendiri memberitakan juga tentang pasangan yang tidak seimbang seperti Nabi Nuh dengan istrinya yang kafir, atau Asiyah yang beriman istri Fir'aun.
Perempuan haid tidak boleh membaca Qur'an

Pendapat ini tidak ada dasarnya yang kuat. Yang dimaksud ayat "Tidak bisa menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan" (QS 56-al-Waaqi'ah:79) adalah Qur'an yang ada pada "Kitab yang terpelihara" (QS 56:78) - maksudnya: Lauhul Mahfuzh. Sedang buku mushaf yang ada di bumi ini tentu saja tidak mustahil untuk bisa disentuh setiap orang, baik yang berwudlu maupun tidak, bahkan oleh orang kafir sekalipun. Bahkan Nabi saw pernah mengirim surat ke kaisar Heraklius dengan dilampiri ayat al-Qur'an (yakni surat Ali-Imran:64). Hal itu tentu saja tidak akan dilakukan nabi bila haram hukumnya menyentuh Qur'an oleh orang yang tidak berwudlu.

Yang diharamkan pada perempuan haid hanyalah shalat, puasa dan thawaf.
Terluka, menangis, mendapat tetes mata atau mendapatkan suntik membatalkan puasa.

Hal -hal ini tidak ada dasarnya.

Yang dimaksud "mengeluarkan darah" yang membatalkan puasa dalam hadits adalah darah menstruasi (karena memang wanita mens diharuskan menunda puasanya ke hari yang lain di luar Ramadhan). Sedang anggapan bahwa menangis atau mendapatkan tetes mata bisa membawa cairan masuk ke mulut melalui saluran mata-hidung-mulut juga tidak berdasar, karena yang diharamkan itu cuma makan-minum yang disengaja. Mendapatkan suntik sepanjang bukan sengaja menggantikan jalur masuknya makanan (misalnya suntik untuk vaksinasi) dibolehkan.
Berkata kotor/kasar membatalkan puasa.

Sekali lagi, yang membatalkan puasa sehingga puasa wajib diulang adalah makan, minum, merokok serta hubungan seksual dengan sengaja. Berkata kotor/kasar hanyalah membatalkan pahala puasa (pahalanya nol), sedang puasanya sendiri sah (tidak perlu diulang).


Zakat dan Kesempurnaan Iman
Zakat sebagai shodaqoh yang diwajibkan

Zakat artinya mensucikan harta dengan shodaqoh. Dalam bahasa Arab sendiri kata shodaqoh bersifat umum. Sedang zakat bersifat khusus, artinya shodaqoh yang diwajibkan. Ayat-ayat tentang sholat selalu dibarengi zakat.



"Kami wahyukan kepada mereka, agar melakukan perbuatan yang baik-baik, mendirikan sholat dan membayar zakat, dan kepada Kami mereka menyembah" (QS 21-Al-Anbia:73)

Artinya, bagi yang wajib berzakat, belum akan diterima ibadah sholatnya bila belum dibayarkan zakatnya. Baginda Nabi saw bersabda:



"Barang siapa diberi harta oleh Allah, lalu dia menolak membayar zakat, maka di hari akhir nanti hartanya akan berubah menjadi ular raksasa yang membelit lehernya sambil berkata: "Akulah dulu hartamu, akulah kekayaanmu!" (HR. Bukhari)

Yang dimaksud zakat di sini adalah zakat harta (zakat mal), yang diperhitungkan sebesar 2½% dari harta yang terkumpul selama setahun yang melebihi nilai seharga emas 96 gram (kira-kira US$ 1000).

Jadi yang dizakati ini adalah harta yang berlebih (yang telah dikeluarkan untuk kebutuhan pokok18), sesuai dengan QS 2-al-Baqarah:219:

... Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berfikir (QS. 2:219)
Zakat tidak sama dengan Pajak

Meski zakat sebaiknya diorganisir oleh negara (seperti yang dipraktekkan di zaman Nabi dan para khalifah terdahulu) bahkan juga disertai sanksi19 bagi yang enggan membayarnya (sebab hal itu berarti menyita hak mereka yang berhak menerimanya), zakat tidaklah sama dengan pajak.

Dengan demikian, pada zaman sekarang, di mana negara belum mampu menarik zakat, tidak bisa orang menolak membayar zakat dengan dalih sudah membayar pajak. Hal ini karena pajak merupakan pemasukan yang dibutuhkan negara untuk membiayai hal-hal yang menyangkut kepentingan umum (pembangunan jalan, biaya operasional sekolah, biaya perwakilan luar negeri, serta administrasi negara lainnya). Yang menikmati pajak adalah semua orang, termasuk si pembayar pajak. Sedang zakat cuma boleh dinikmati oleh orang-orang Islam yang berhak menerimanya, seperti dalam firman Allah:

Sesungguhnya shodaqoh itu hanyalah untuk:

fakir (yang tak punya mata pencaharian)20,

miskin (yang pendapatannya kurang untuk memenuhi kebutuhan primer minimumnya)

amil (untuk kegiatan distribusi zakat)

muallaf (yang baru/diharapkan masuk Islam)21

budak (yang ingin membebaskan diri)

yang terbelit hutang bukan karena maksiat

yang berjihad di jalan Allah22

orang yang terlantar dalam perjalanan yang bukan karena maksiat (QS 9-at-Taubah:60)

Hal ini karena dalam konsep Islam, semua harta yang kita dapatkan itu cuma titipan (amanah) dari Allah, yang didalamnya ada bagian yang sebenarnya ditujukan Allah kepada orang-orang yang Dia sebutkan di ayat tadi itu.


Zakat Fitrah

Sedang zakat fitrah adalah pembayaran zakat yang khusus selama bulan Ramadhan, dibayarkan kepada yang berhak oleh orang yang berpuasa dan waktunya paling lambat sebelum sholat Ied. Zakat fitrah berupa makanan (atau uang yang senilai) sehari dengan ukuran orang yang wajib membayarnya. (Bila di Wina seseorang rata-rata mengeluarkan 100 Schilling sehari untuk makan, maka sebesar itulah zakat fitrahnya).



Zakat dikirim ke Luar Negeri

Baik zakat mal maupun zakat fitrah hanya sah dibayarkan kepada orang Islam yang berhak. Sedangkan seluruh ummat Islam di dunia ini adalah satu (QS 2-al-Baqarah:213). Di masa lalu, ketika Daulah Islamiyah masih mempersatukan ummat Islam dari seluruh dunia, zakat dari negara yang surplus akan dipakai untuk mensuplai negara yang sedang minus. Pada saat ini, di mana tidak ada lagi autoritas yang mengurus zakat bertaraf internasional, bila kita susah mendapatkan kaum yang berhak itu di sekeliling kita (misalnya seperti di Eropa), kita wajib membayarkannya di manapun mereka yang berhak itu berada, sepanjang memungkinkan. Jadi kita bisa mengirim zakat itu ke tanah air atau ke negeri yang kelaparan, sepanjang yakin di sana zakat itu akan sampai kepada yang berhak.


Shodaqoh suka rela tidak pandang bulu

Berbeda dengan zakat yang merupakan sistem tertutup (dari ummat Islam untuk ummat Islam), sehingga penerimanyapun dibatasi hanya sesama ummat Islam, maka shodaqoh suka rela (seperti istilah sedekah dalam bahasa Indonesia), boleh diberikan kepada siapa saja yang berhak, tanpa harus memeriksa dulu calon penerimanya.



Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi bercerita:

Seseorang ingin bersedekah, maka ia pergi ke jalan dan tanpa sengaja bersedekah ke seorang pencuri. Esoknya orang memperingatkannya. Tapi ia tetap sedekah kembali. Kali ini tanpa sengaja sedekah ke seorang pelacur. Orang-orang memperingatkannya kembali. Tapi ia tetap sedekah kembali. Yang ketika ini tanpa sengaja ke seorang hartawan. Ketika diperingatkan lagi, berucaplah ia: "Subhanallah! Saya telah bersedekah pada seorang pencuri, seorang pelacur dan seorang hartawan!".

Maka datang seorang lelaki ke padanya dan berkata: "Kau telah bersedekah pada seorang pencuri! Mungkin selanjutnya ia tidak akan mencuri lagi! Kau telah berderma pada seorang pelacur. Mungkin sekarang ia bisa meninggalkan dunianya itu! Dan kau telah menyumbang seorang hartawan. Mungkin kini hatinya akan terketuk untuk juga mendermakan harta yang telah diberikan Allah kepadanya!" (H.R. Bukhari)

Pada masa Khalifah 'Umar bin Khattab, orang-orang non muslim yang sudah tidak mampu mencari nafkah mendapatkan pension yang diambil dari shodaqoh yang tersimpan di Kas Negara.


Yang disedekahkan akan diganti oleh Allah

Allah berfirman:



"Katakanlah, sungguh Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang Ia berkenan dari hamba-hamba-Nya, dan menyempitkannya, dan tiada sesuatupun yang kamu nafkahkan yang tiada diganti-Nya. Ialah sebaik-baik Pemberi Rezeki" (QS 34-Saba':39)

Sesungguhnya justru harta yang telah kita sedekahkan itu yang milik kita sesungguhnya. Harta itulah yang tidak bisa hilang lagi, dan masih akan kita jumpai kembali di akherat nanti.



Kisah anak-anak 'Umar bin Abdul Aziz

('Umar bin Abdul Aziz terkenal sebagai khalifah yang sangat sederhana dan sangat dermawan). Ketika Muqotil bin Salman menghadap khalifah Al-Mansyur untuk menyampaikan dukungannya, Al-Mansyur minta petunjuk dan nasehatnya. Muqotil bertanya: "Nasehat berdasar yang pernah kulihat atau yang pernah kudengar?"



Jawab Al-Mansyur: "Yang pernah kaulihat".

Berkata Muqotil: "Ketika khalifah 'Umar bin Abdul Aziz wafat, beliau meninggalkan sebelas anak. Harta warisannya cuma 18 dinar. Untuk biaya kain kafan 5 dinar. Untuk membeli tanah kuburan 4 dinar. Sisanya yang 9 dinar dibagi kepada anak-anaknya. Kita bandingkan dengan khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Ketika beliau wafat, mewariskan harta ke empat istrinya masing-masing uang tunai 80000 dinar, tanah, gedung dan perhiasan. Demi Allah ya Amirul Mu'minin. Suatu hari kulihat salah seorang anak khalifah 'Umar bin Abdul Aziz menyumbang 100 ekor kuda untuk jihad fisabilillah. Sedang pernah juga kulihat salah seorang putra Hisyam bin Abdul Malik jadi pengemis di jalanan.
Anak-anak masa kini bertanya tentang guna serta makna ibadah kita

Dewasa ini, adik-adik dan anak-anak kita, lebih-lebih yang tinggal di luar negeri, mendapatkan banjir informasi yang tidak Islami, bahkan banyak informasi yang sengaja ingin merobek-robek keimanan mereka. Mereka akan bertanya, untuk apa sholat, untuk apa puasa, untuk apa ngaji?

Kita ditantang untuk selalu menyegarkan iman kita, menyelidiki kebenaran Qur'an, memahami hakekat jahiliyah (terutama jahiliyah modern) agar kita bisa menjauhinya, dan melaksanakan ajaran Islam dengan konsekuen agar adik-adik dan anak-anak kitapun mendapatkan cermin yang membawa mereka menjadi manusia-manusia taqwa.

Firman Allah berikut ini menyadarkan kita, bahwa banyak di antara kita yang baru ber-Islam, namun belum beriman dengan sesungguhnya:



Kaum Badui itu berkata: "Kami telah beriman" Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah 'kami telah berserah diri (ber-Islam)' karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tiada ia mengecilkan amal perbuatanmu sedikitpun juga. Sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Sungguh orang mukmin yang sebenarnya, hanyalah yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian tak pernah ragu, berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Merekalah orang yang cinta kebenaran.

...

Mereka merasa telah menyenangkanmu dengan masuk Islamnya mereka. Katakanlah: "Janganlah kamu merasa memberiku nikmat, karena kamu masuk Islam. Tidak, Allahlah yang telah memberimu nikmat, karena Ialah yang membimbing kamu beriman, jika kamu sungguh cinta kebenaran" (QS 49-al-Hujurat:15-17)

Kajian mengenai Zakat Profesi
Pengertian

Zakat adalah kadar harta tertentu yang dikeluarkan oleh seseorang dari hak Allah swt, yang diberikan kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq).

Zakat profesi adalah zakat yang ditarik dari hasil usaha dari mereka yang bergerak di bidang jasa, baik yang berpenghasilan tetap ataupun tidak, seperti dokter, notaris, konsultan, kontraktor, atau karyawan yang menerima gaji atau upah.

Dalam masyarakat muslim di negara kita, meskipun upah atau gaji seringkali amat terbatas, tidak jarang menjadi banyak bila digabungkan dengan penghasilan tambahan lain. Karena itu kajian tentang zakat, gaji, upah dan penghasilan lainnya perlu mendapat kejelasan agar seorang wajib zakat tidak ragu mengenai hukumnya, kapan dan berapa kadar yang harus dikeluarkan. Oleh karena tidak ada keterangan yang jelas dalam kitab-kitab fiqh klasik, maka tidak heran, bila ada di antara kaum muslimin yang menganggap tidak wajib zakat pada penghasilan tersebut.


Hukum zakat profesi

Soal zakat sangat banyak disebut dalam Al-Qur'an yang tersebar dalam berbagai ayat untuk menyatakan betapa kuatnya perintah melaksanakan zakat. Mengenai zakat profesi, meskipun kajiannya baru banyak muncul belakangan ini, bukan berarti prakteknya belum pernah dilakukan di masa lalu. Disebutkan bahwa Mu'awiyah bin Abu Sufyan (khalifah I Bani Umayah) adalah khalifah yang pertama menarik zakat dari gaji buruh. Selanjutnya khalifah 'Umar bin Abdul Aziz memastikan membayar zakat bagi hasil kerja, hadiah sayembara dan harta sitaan.



Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. ... (QS. 2:267)

Dengan demikian setiap macam pengasilan terkena wajib zakat berdasarkan ayat tersebut, bila memenuhi syarat-syaratnya.


Menghitung zakat profesi

Ada dua pendapat:


1) Pendapat ini cenderung menyamakan zakat profesi dengan zakat perdagangan. Dengan persamaan bahwa keduanya sama-sama perlu modal lebih dahulu. Zakat perdagangan nisabnya adalah sekitar 90 gram emas (@Rp. 24.000,- atau ~US$ 1000,-). Bila si pedagang pada akhir tahun minimal di tangannya ada sejumlah nisab seperti disebut di atas, wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5%. Perhitungan untuk gaji / upah bagi karyawan, dokter, notaris dan sebagainya adalah setelah sampai setahun dari saat ia mulai bekerja, dengan catatan dari penghasilan tersebut harus dikeluarkan lebih dahulu kewajiban membayar pajak dan kebutuhan pokok. Jika sisanya masih mencapai satu nisab, baru ada kewajiban membayar zakat. Masalahnya di sini, sering kebutuhan pokok mengikuti tinggi penghasilan, sehingga sisanya tidak pernah mencapai nisab. Karena itu ada pendapat kedua:
2) Pendapat ini menyamakan zakat profesi dengan zakat pertanian, baik nisabnya, kadar yang harus dikeluarkan dan dalam hal tanpa mensyaratkan cukup satu tahun. Zakat dikeluarkan setiap kali panen. Di sini keahlian seseorang diibaratkan sebagai kebun, sedang hasilnya disamakan dengan buah dari kebun. Jadi waktu perhitungan nisab adalah saat panen.

Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa, dan yang tidak sama. Makanlah dari buahnya itu bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak suka orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. 6:141)

Dan panen di sini adalah saat menerima gaji, upah atau honor dari kerja atas dasar keahliannya tersebut. Besar nisab juga disamakan dengan nisab zakat pertanian, yaitu bila mendapat hasil senilai 930 liter beras ( Rp. 930.000). Jadi bagi yang berpenghasilan minimal sebesar itu, wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 5%23.

Waktu membayarnya, bagi yang penghasilannya dalam sebulan mencapai nisab, maka begitu ia menerima jumlah tersebut, ia harus langsung membayar zakatnya. Untuk yang nisabnya hanya dapat dicapai dengan beberapa kali gaji, zakatnya bisa dibayarkan setiap mencapai nisab, atau dicicil setiap bulan bila yakin penghasilannya tetap.

Mungkin pendapat kedua menimbulkan rasa keberatan pada sebagian wajib zakat. Tapi dalam masalah zakat, seperti disepakati para ulama, bahwa yang dipentingkan adalah kemashlahatan yang kembali kepada mustahiq. Jadi menyamakan zakat profesi dengan zakat pertanian akan lebih banyak menguntungkan bagi mustahiq.


Makalah disiapkan oleh Muhammad Sidiq

Silaturahmi dan Berhariraya
Hendaklah kamu tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa,

dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.

(QS 5-Al-Ma'idah: 2)
Bulan Ramadhan pun akhirnya akan berakhir. Sebulan berpuasa ini akan diikuti dengan hari raya Fitri ('Iedul Fitri), di mana wajar bila banyak manusia, baik yang puasa maupun tidak, memperlakukan hari itu secara istimewa.

Bagi seorang mukmin, puasa di bulan Ramadhan adalah bagian dari prosesi penyucian diri. Allah menjanjikan rahmat, ampunan, dan pembebasan dari api neraka. Mereka yang lulus dalam training menahan diri di bulan Ramadhan itu ibarat dilahirkan kembali dalam keadaan fitri (suci).

Marilah di kesempatan ini kita bersama-sama mengkaji, 'Iedul Fitri yang seperti apakah yang dikehendaki oleh Islam itu? Apakah budaya kita selama ini benar-benar datang dari tuntunan Qur'an dan Sunnah Rasul, atau timbul dari kejahilan atau kebodohan kita semata-mata, yang kemudian menganggap apa yang salah kaprah sebagai sesuatu yang bernilai ibadah.
Berhari-raya yang Islami
1. Selayaknya merayakan hari raya

Hari raya Islam ('Iedul Fitri & 'Iedul Adha) wajib dirayakan. Haram hukumnya berpuasa pada hari itu. Disunnahkan untuk membuat suasana gembira, misalnya dengan lagu / musik. Tentu saja syair yang mengiringi lagu tersebut harus syair yang islami. Aisya' memberitakan, bahwa pada hari 'Iedul Adha, dua anak perempuan ada padanya, menyanyi dan memukul rebana. Nabi juga hadir dan turut mendengarkannya. Kemudian datanglah Abu Bakar dan hendak menghentikannya. Nabi berkata kepadanya: "Biarkanlah mereka Abu Bakar, hari ini adalah hari raya". (HR. Bukhari & Muslim)


2. Saling mendo'akan

Sunnah untuk saling mengucapkan do'a pada sesama Muslim, yang bunyinya:



"Minal 'Aidzin wal Faizin" (dari suci kembali suci)

serta: "Taqobbal-Allahu minna wa min kum



taqobbal yaa kariim"

(semoga Allah kabulkan ibadahku serta ibadahmu, kabulkan ya Dzat Yang Maha Mulia!)

Inilah ucapan yang dituntunkan Nabi untuk 'Iedul Fitri, dan bukan "Maaf lahir batin" seperti yang lazim di Indonesia - meski hal itu tidak dilarang.


3. Minta maaf tidak ditunda sampai 'Iedul Fitri

Dalam ajaran Islam, seorang muslim tidak diijinkan untuk menjauhi saudaranya seiman lebih dari tiga hari. Nabi bersabda: "Tidak diijinkan bagi seorang muslim untuk menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari. Jika tiga hari berlalu, haruslah ia menemui dan mengucapkan salam padanya. Bila yang bersangkutan menjawab salamnya, maka bagi keduanya pahala, dan bila ia tak menjawab, maka ia menanggung dosa, dan dosa menjauhi bagi yang mengucapkan salam hilanglah" (HR Abu Dawud). Maka dari itu, bila kita bersalah, tidak dibenarkan untuk menunda permintaan ma'af sampai Lebaran.


4. Tidak boros

Praktek berhariraya bagi sebagian masyarakat kita sering justru menimbulkan dampak yang buruk, baik secara ekonomis maupun secara religius. Secara ekonomis, ketidakfahaman akan makna 'Iedul Fitri membuat mereka berlomba-lomba dalam hal yang sifatnya konsumtif (baju baru, mebel baru, makanan yang serba lengkap). Akibatnya banyak orang yang sampai terpaksa harus berhutang demi hari raya. Dampak lainnya, hari-hari terakhir Ramadhan tidak lagi bisa dinikmati untuk beribadah. Rasa tenteram yang mestinya didapat dari prosesi penyucian di bulan Ramadhan justru akan dilenyapkan oleh stress dan nervous. Padahal Allah berfirman: "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke liang kubur.... (QS 102-AtTakatsur: 1-2).

Maka marilah, mulai hari raya mendatang ini, kita upayakan agar kegembiraan tetap muncul dalam suasana yang sederhana namun penuh berkah. Seandainya kita memang berniat sedekah makanan, marilah kita sedekahkan makanan itu di bulan Ramadhan ini pada mereka yang membutuhkan, para fakir miskin, para pengungsi dari Bosnia, para korban bencana alam dsb. Jangan sampai justru karena kebanyakan makanan, di mana yang masak sampai nggak tidur dua malam, yang makan sampai sakit perut, dan nanti akhirnya banyak makanan yang akan terbuang. Marilah kita ingat bahwa kegembiraan yang hakiki itu datangnya cuma dari Allah, dan karena itu tidak bisa direkayasa. Firman Allah: "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami bukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka saat itu mereka terdiam berputus asa" (QS 6-Al-An'am:44)
Kalau kita telah berhasil menahan hawa nafsu selama bulan Ramadhan, kenapa selepas bulan Ramadhan latihan penahanan diri itu seperti tidak berbekas?
5. Tidak melupakan kewajiban pada Allah

Hari raya juga tidak boleh dijadikan alasan untuk meninggalkan kewajiban harian kita kepada Allah, sholat misalnya. Dengan demikian adalah kewajiban setiap muslim untuk mempersiapkan diri agar bisa menjalankan sholat selama hari raya itu. Ibu-ibu dan remaja putri diharapkan tidak menciptakan kondisi yang justru membuat mereka merasa sulit untuk mengerjakan sholat - misalnya berbusana atau bermake-up yang tidak praktis sehingga menyulitkan untuk berwudlu. Nabi bersabda: "Dua jenis penghuni neraka tidak akan kupandang: Para pemimpin yang kejam pada rakyatnya, dan para wanita yang seperti telanjang, meski mereka berpakaian, yang menggoda atau memancing untuk digoda, yang mode rambutnya diatur sedemikian rupa (untuk menarik perhatian). Mereka tidak akan menginjak sorga, bahkan tak akan mencium bau sorga, padahal bau sorga itu mencapai jarak yang sangat jauh" (HR. Muslim).

Kewajiban tuan rumah selama Lebaran adalah menyediakan jamuan yang halal bagi tamunya, baik dari segi substansnya (bukan khamr atau makanan haram lainnya) maupun dari cara mendapatkannya (bukan hasil Lotto atau korupsi). Kemudian termasuk kewajiban tuan rumah juga adalah menyediakan waktu dan tempat agar tamunya bisa mengerjakan sholat pada waktunya. Alangkah indahnya bila tuan rumah dan tamunya kemudian sholat berjama'ah.
6. Silaturahmi / Open House tidak cuma saat Lebaran dan tidak cuma karena Lebaran.

Marilah, tradisi saling kunjung-mengunjungi selama hari raya benar-benar diniati ikhlas untuk menghubungkan tali silaturahmi antar sesama muslim karena Allah, bukan karena sekedar sungkan "Ah masak Lebaran nggak kesana". Silaturahmi yang dilakukan pada hari Lebaran tidak lebih pahalanya dari pada hari-hari yang lain. Malah praktek yang salah selama ini justru membuat di hari raya itu nilai silaturahminya kurang. Banyaknya tamu yang sekaligus berdatangan membuat kita justru kurang leluasa untuk menikmati nilai silaturahmi, di mana kita bisa saling ta'arruf (mengenal), saling ta'awanu 'alal birri wattaqwa (tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa), tawashau bil haq wa tawashau bis shabr (nasehat-menasehati dengan kebenaran dan kesabaran) serta saling 'amar ma'ruf nahi munkar (mengajak kebajikan dan mencegah kejelekan).

Bukankah Rasul saw bersabda: "Sesungguhnya bila seseorang mengunjungi saudaranya yang bermukim jauh dari tempat tinggalnya, Allah mengirim malaikat kepadanya. Setelah malaikat bertemu dengan orang itu, bertanyalah ia: »Hendak kemana Anda?« Orang itu menjawab: »Mengunjungi saudaraku« Tanya malaikat lagi: »Apakah hal itu karena anda pernah berhutang budi padanya?« Jawab orang itu: »Tidak, aku mencintainya semata-mata karena Allah«. Maka malaikatpun berkata: »Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menemani Anda sebab Anda mencintai saudara Anda karena Allah semata-mata" (HR. Muslim).

Demikian juga niat yang empunya rumah haruslah semata-mata karena Allah, bukan karena ingin memamerkan kehebatan isi rumahnya. Adalah mulia, bila silaturahmi itu tidak cuma mungkin dilakukan saat hari Lebaran saja. Dan adalah mulia untuk tidak cuma membuka pintu rumah saat Lebaran saja.


Perintah menjaga silaturahmi

Islam adalah agama yang mengajarkan ummatnya untuk hidup bermasyarakat. Seorang yang mulia menurut Islam, bukanlah seorang yang hidup menyepi di gua-gua, atau seorang yang cuma i'tikaf di mesjid saja, tanpa mau peduli pada masyarakatnya. Allah berfirman:

Bukanlah kebaktian bahwa kamu mengarahkan mukamu ke Timur atau ke Barat.

Tapi orang yang baik itu adalah

Orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, kepada para Malaikat, Al-Kitab dan para Nabi,

Dan memberikan harta benda yang betapapun disayanginya kepada kerabat (yang tidak berada), anak yatim, dan orang miskin, dan orang yang terlantar dalam perjalanan, dan peminta-minta,

Dan untuk memerdekakan hamba sahaya,

Mendirikan sholat dan membayar zakat,

Orang yang memenuhi janjinya jika membuat janji,

Dan orang yang bersabar dalam kemelaratan,

dalam penderitaan dan semasa peperangan.

Merekalah orang yang benar,

Merekalah orang yang taqwa.

(QS 2-Al-Baqarah:177)

Amalan praktis pengikat silaturahmi
Membudayakan salam

Allah berfirman:



...hendaklah memberi salam, dengan salam karena Allah yang penuh berkah... (QS 24-an-Nuur:61)

"Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh"

artinya: "Semoga selamat atas diri anda dan semoga Allah merahmati dan memberkati anda". Sebuah bentuk ucapan salam yang tak tertandingi nilainya dengan kalimat manapun, apakah itu "Selamat pagi"; "Good morning", "Guten Tag", apalagi "Hello".


Wajib menjawab salam seorang Muslim

Bila orang memberimu salam dengan salam yang baik, balaslah dengan salam yang lebih baik,

atau sedikitnya sama baiknya.

Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.

(QS 4-an-Nisaa' : 86)
Sholat Berjama'ah

Nabi bersabda: "Sholat berjama'ah bernilai dua puluh tujuh kali nilai sholat sendirian" (HR. Bukhari)

Nilai sholat jama'ah yang begitu tinggi ini terletak dari adanya interaksi sosial yang ditimbulkannya. Kebersamaan dalam menghadap Allah akan menimbulkan ikatan hati dan kesetiakawanan yang dasarnya iman. Prinsip inilah yang harus dimiliki oleh mereka yang bercita-cita mewujudkan masyarakat Islam yang bersih.


Tidak saling mengolok-olok

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain, karena boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok..." (QS 49-Al Hujurat:11)
Tidak berprasangka dan mencari-cari kesalahan

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu mengunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaramu yang sudah mati?..." (QS 49-Al Hujurat:12)
Tidak menggunjing dan tidak pula memfitnah

Nabi bertanya: "Apakah itu gunjingan?" Para sahabat menjawab: "Allah dan Rasul-Nya paling tahu". Maka Nabi berkata: "Bila kamu mengatakan tentang saudaramu, yang ia tidak suka". Seseorang bertanya: "Bila apa yang kukatakan itu benar?". Nabi menjawab: "Bila yang kau katakan itu benar, maka itu gunjingan, dan bila tidak benar, maka itu fitnah!" (HR. Muslim)
Mendamaikan pertengkaran

"Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah keduanya, jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan tersebut kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali kepada perintah Allah, maka damaikanlah keduanya, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat"(QS 49-Al Hujurat:9-10)
Tidak iri hati kecuali dalam dua hal

"Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang diusahakan dan bagi wanita pun ada bagian yang mereka usahakan , dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui sesuatu"



(QS 4-An Nisaa':32)

Nabi bersabda:"Tidak boleh manusia saling iri kecuali pada dua hal, yaitu seorang yang diberi ilmu oleh Allah kemudian ia mengamalkannya siang dan malam, dan seorang yang diberi Allah harta kemudian ia menginfakkannya siang dan malam" (HR Bukhari).
Menolak kejahatan dengan cara yang lebih baik

"Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik. Niscaya orang-orang yang memusuhimu berubah menjadi teman yang setia" (QS 41-Fushshilat:34)
Tidak mengucapkan kata-kata buruk di depan publik kecuali oleh orang yang teraniaya

"Allah tidak menyukai ucapan buruk yang diucapkan dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" ( QS 4-an-Nisaa' :148)
Menggunakan harta untuk saling berpesan untuk bersabar serta berkasih sayang

Jangan sampai harta yang kita miliki hanya dipakai untuk berpesta pora bersama kalangan jet-set yang tidak ada isinya kecuali menyebar gossip.

Seorang manusia berkata

"Aku telah habiskan kekayaan banyak sekali!"

Apakah ia mengira tiada seorangpun melihatnya?

Bukankah Kami telah membuatkan dua mata baginya? Sebuah lidah dan sepasang bibir?

Dan kami tunjuki manusia itu dua jalan,

Tapi ia tiada menempuh jalan yang terjal.

Apakah jalan yang terjal itu?

Yaitu membebaskan hamba dari perbudakan,

Atau memberi makan pada hari kelaparan,

Kepada anak yatim yang bertalian kerabat,

Atau orang miskin yang terlunta-lunta,

Kemudian termasuk golongan mukmin yang saling menasehati agar bersabar dan berkasih sayang,

Mereka (yang menempuh jalan terjal) itulah

orang-orang golongan yang beruntung

(QS 90-Al-Balad:6-17)
Silaturahmi dengan Non Muslim

Seorang Muslim dipersilahkan berkawan dengan seorang Non-Muslim sepanjang hal itu memenuhi syarat-syarat tertentu:


1. Tidak dengan yang memusuhi Islam dan ummatnya

"Allah tiada melarang kamu berlaku baik dan adil terhadap mereka (kaum non muslim) yang tiada memerangi kamu karena agama, dan tiada mengusir kamu dari rumahmu. Sungguh Allah cinta orang yang menjalankan keadilan" (QS 60-al-Mumtahanah:8)
2. Tidak meninggalkan orang-orang mukmin

"Hai orang yang beriman, janganlah kau ambil orang-orang kafir sebagai sahabat dan pelindung, sambil meninggalkan orang beriman. Apakah kamu ingin memberikan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menimpakan bencana atasmu)?" (QS 4-an-Nisaa:144).
Khutbah Ied: Semangat Fitrah
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar

wa lillahilhamd.
Alhamdulillah,

nahmaduhuu wanas ta'i nuhuu wanas tagh fi ruh

Wa na'u dzu billaahi min sururin an fu sinaa

wa min sayyiati a'maa linaa

Man yu dhil falaa mudhil lalah

wa lan yudh lil falaa haa diyalah

Asyhadu allaa ilaa ha illallah

wa asyhadu anna Muhammaddar rasulullah

Allahumma shalli 'alaa Muhammad

wa'alaa 'aali Muhammad

Fil alaamiina innaka hamiidum majiid
Kaum Muslimin yang berbahagia

Hari ini berjuta-juta manusia di seluruh penjuru dunia mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid. Seluruh umat Islam pada hari ini merendahkan diri dan menundukkan hati mengakui kebesaran Sang Pencipta, mengagungkan asma-Nya. Kumandang pujian kepada Yang Maha Kuasa membahana memenuhi angkasa, merasuk jiwa, menembus kalbu. Terasa benar kekuasaan dan kebesaran serta keagungan Allah swt, Tuhan semesta alam.


Kaum muslimin yang berbahagia,

Ramadhan bulan yang penuh berkah telah berlalu. Pada hari ini kita merayakan kemenangan, setelah sebulan penuh berpuasa, menjalani proses pembersihan diri, mengendalikan nafsu. Insya Allah kita semua berhasil menjalani Ramadhan dengan selamat, mengisinya dengan amal shaleh dan mewarnainya dengan amal ibadah. Oleh karenanya pada hari ini Insya Allah kita rasakan nikmat yang tiada tara, kenikmatan yang merupakan buah ibadah kita dalam bulan yang mulia, yaitu derajat taqwa. Firman Allah ta'ala:

"Yaa ayyuhal ladziina aamanu kutiba 'alaikumus shiyaamu, kamaa kutiba 'alalladziina min qoblikum, la'allakum tattaquun"

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelummu, agar kamu bertaqwa"(QS 2:183).
Kaum muslimin yang berbahagia,

Bukanlah luasnya daerah kekuasaan, tingginya jabatan yang digenggam, deretan titel ataupun banyaknya harta kekayaan yang menjadi ukuran kemuliaan seseorang dihadapan Allah swt. Bukan pula banyaknya uang yang dibelanjakan untuk bingkisan lebaran atau banyaknya perabotan dan baju baru. Namun ketaqwaanlah yang menjadikan seseorang mendapat tempat tertinggi. Taqwa adalah ukuran tunggal kemuliaan makhluk dihadapan Khaliqnya. "Sesungguhnya orang yang paling mulia diantaramu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantaramu" (QS 49-Al Hujurat:13)


Kaum muslimin yang dirahmati Allah,

Siapakah sebenarnya orang yang bertaqwa itu? Apakah mereka yang ber-KTP Islam, tapi hidupnya jauh dari nilai-nilai Islam? Ataukah mereka yang selalu hadir dalam pengajian karena takut pada atasan? Atau mereka yang melantunkan ayat-ayat Qur'an karena ingin pujian? Atau mereka yang merasa dirinya sebagai muslim hanya ketika berada di dalam masjid? Itu semua bukanlah ciri-ciri orang yang bertaqwa. Bahkan mereka dapat dikatakan sebagai orang yang munafik.

Allah berfiman: "Kitab Al Qur'an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi yang bertaqwa. Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan sholat, yang menafkahkan sebagian rejeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yang yakin akan adanya kehidupan akherat. Merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan merekalah orang yang beruntung." (QS 2-Al Baqarah:2-5).

"Maka demi Rabb-mu, mereka pada hakekatnya belum beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim atas perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu keberatan atas putusan yang kamu berikan, dan mereka menerimanya dengan sepenuhnya" (QS 4:65).
Taqwa adalah menjalankan perintah Allah karena mengharap ridha-Nya, dan menjauhi semua larangan-Nya karena takut akan adzab-Nya. Oleh karena itu ciri-ciri orang yang bertaqwa adalah:

beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan tidak menyekutukan-Nya

tunduk dan patuh pada aturan Allah dan Rasul-Nya

tidak melalaikan dirinya dari mengingat Allah

selalu sibuk beribadah dan beramal shalih untuk mendapat keridloan-Nya

selalu berusaha dengan sekuat tenaga menjauhi larangan-larangan-Nya
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah

Taqwa adalah sebaik-baik bekal yang harus kita persiapkan dalam mengarungi bahtera kehidupan. "Berbekallah kamu, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa, maka bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal" (QS 2:197).

Taqwa ini haruslah kita pelihara dan pertahankan sepanjang masa, hingga saat maut menjemput kita. "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan Islam" (QS 3:103).
Kaum muslimin yang berada dalam rahmat Allah, Ketaqwaan yang sudah kita peroleh selepas Ramadhan, hendaknya selalu kita pelihara dan ditingkatkan. Janganlah kemudian kita biarkan hari-hari selanjutnya sepi dari warna amal ibadah. Oleh karena itu marilah kita berupaya selalu berada dalam kondisi taqwa kepada Yang Maha Kuasa, selalu berusaha untuk mewujudkan ketaqwaan kita kepada Allah yang Maha Mulia.
Kaum muslimin yang berbahagia, langkah awal untuk menuju taqwa adalah dengan memurnikan ketaatan kita kepada Allah. Hanya kepada-Nya-lah kita serahkan seluruh ketundukan kita. "Katakanlah. Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama. Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama menyerahkan diri"(QS 39-Az Zumar:11-12).

Sudahkah aktivitas dan seluruh kehidupan kita tujukan hanya untuk mencari keridlaan Allah, ataukah masih dikotori oleh tujuan semu-pujian atasan ataupun penghormatan dari sesama?


(khutbah kedua)
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar

wa lillahilhamd.


Alhamdulillahi rabbil 'aalamin.

Asyhadu allaa ilaa ha illallah

wa asyhadu anna Muhammaddar rasulullah

Allahumma shalli 'alaa Muhammad

wa'alaa 'aali Muhammad

Fil alaamiina innaka hamiidum majiid


Kaum muslimin yang dirahmati Allah

Islam mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada Tuhan yang patut kita sembah kecuali Allah swt. Allah-lah satu-satunya Dzat yang harus kita sembah. Itulah tauhid, suatu prinsip dasar dalam Islam. Prinsip itulah yang dibawa oleh semua Nabi dan Rasul, sejak Adam as hingga Muhammad saw.


"Qul huw allaahu ahad

Allaah hus shomad

Lam yalid walam yuulad

walam yakullahuu kufuwan ahad"


Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia" (QS 112-Al Ikhlash:1-4).
Tuhan yang kita sembah adalah Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu, musyriklah orang yang juga menyembah yang lain selain Allah. Demikian pula orang yang menggantungkan hidupnya pada selain Dia, seperti misalnya orang yang mencari keselamatan dengan perantaraan jimat atau benda lainnya.
Kaum muslimin yang berbahagia,

Al Qur'an mengajarkan kepada kita bahwa:


"Qul a'uudzu birob bin naas

malikin naas

ilaahin naas

min syarril was waashil khon naas

alladzii yuwas wisu fii suduurin naas

minal jinnati wan naas"


Katakanlah: "Aku berlindung kepada Rabb (Tuhan) manusia, Malik (Raja) manusia, Ilah (Sembahan) manusia, dari kejahatan (bisikan) syetan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia" (QS 114-An Naas:1-6).

Allah adalah Rabb manusia. Berarti bahwa Dia-lah yang menciptakan, memelihara sekaligus memiliki seluruh alam semesta beserta isinya. Allah-lah yang memberikan segala sesuatu sebagai kenikmatan pada manusia. Dengan demikian manusia tidak boleh menggantungkan rejeki pada penjaga Gunung Kawi, atau mencari ayam hitam dan segenggam kemenyan agar kariernya lancar, atau menanam kepala kerbau agar pembangunan berjalan lancar. Begitu pula manusia tidak dibenarkan menguasai alam dan menumpuk kekayaan hanya untuk kepentingannya sendiri.


Kaum muslimin yang berbahagia,

Yang kedua, Allah adalah Malik (Raja) manusia. Dia-lah Raja atau Penguasa seluruh jagat raya. Dia-lah pelindung kita, penolong kita dari segala mara bahaya. Oleh karena itu hanya pada Allah sajalah kita melantunkan doa. Hanya Allah-lah tempat kita mohon bantuan atas segala gangguan, baik dari syetan, jin dan manusia maupun dari segala bentuk kejahatan dan bukannya dengan selalu berkalung jimat atau membaca mantra.


"Qul a'uudzu birob bil falaq

min syarri maa kholaq

wa min syarri ghoosiqin idzaa waqob

wa min syarrin naffaa tsaati fil 'uqod

wa min syarri haasidin idzaa hasad"
"Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb Yang Menguasai dini hari, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila gelap gulita, dan dari kejahatan tukang sihir yang memakai jampi-jampi, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki" (QS 113-Al Falaq:1-5).
Dia-lah Hakim Tertinggi di kerajaan langit dan bumi, yang Maha Adil dan Maha Tahu. Hanya Dia-lah yang wajib ditaati. Dan taat kepada Hakim Yang Maha Agung berarti bahwa kita menjalankan seluruh aturan dan tuntunan-Nya dalam seluruh kehidupan kita. Ketaatan kepada Allah tidak kenal ruang dan waktu. Di mana saja kita berada-apakah di masjid, kantor, jalan ataupun di pasar, kapan saja-pagi, siang atau malam, dan dalam keadaan bagaimanapun juga, senang, susah, banyak rejeki ataupun sedang bangkrut, ketaatan kepada Allah haruslah ditegakkan. Adalah hal yang salah kita hanya sholat saat kemalangan menimpa, berdoa hanya saat kita dalam kesempitan, dan begitu rejeki datang melimpah tiada pernah lagi mencium sajadah, sujud pada Pemilik Rejeki.
Kaum muslimin yang berbahagia, kataatan pada Sang Pencipta juga diwujudkan dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan. Semua yang kita lakukan haruslah sesuai dengan aturan-Nya, karena kelak kita akan berhadapan dengan Pengadilan Allah, mempertanggung jawabkan apa yang telah kita pilih.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah,

Yang terakhir, Allah adalah ilah (Sembahan) manusia. Istilah ilah dalam bahasa Arab mengandung arti sesuatu yang ditaati, dicintai, disembah, diutamakan, dirindukan, sesuatu yang kita rela berkorban untuknya. Tidak ada ilah selain Alllah mengandung arti bahwa hanya pada Allah-lah kita mengabdikan diri, merendahkan diri kepada-Nya dalam seluruh kehidupan. Tidak ada tempat menggantungkan diri, tempat mencurahkan seluruh ketaatan, melainkan hanya Allah semata. Allah sebagai satu-satunya ilah bermakna bahwa hanya untuk Allahlah segala yang kita usahakan. "Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam" (QS 6-Al An'am:162). Seluruh aktivitas dan kegiatan kita sejak kita bangun tidur sampai tidur hingga bangun tidur kembali hendaknya dalam rangka beribadah kepada Allah. Seluruh ayunan langkah kita adalah persiapan untuk masa yang akan datang, sebagai bekal untuk kembali menghadap Khaliq-nya. Apa yang kita kerjakan hari ini, bukanlah sekedar untuk hari ini, namun juga sebagai benih yang akan kita tuai hasilnya di akherat kelak. Oleh karenanya seluruh aktivitas kita hendaknya senantiasa diawali dan diakhiri dengan asma Allah.


Kaum muslimin yang berbahagia,

Seorang muslim yang benar-benar mengakui bahwa tiada ilah yang patut disembah kecuali Allah, tidak mungkin lagi hanya sibuk mengejar materi, menumpuk kekayaan, mencari kenikmatan duniawi. Seorang yang imannya telah tertanam dalam hati akan selalu tunduk dan patuh pada aturan Allah dan menggunakan hukum Allah sebagai landasan hidupnya. Menjadikan Al Qur'an sebagai referensi sepanjang hayatnya. Menjadikan Rasulullah sebagai tauladan dalam mengarungi bahtera kehidupan.


Kaum muslimim yang dirahmati Allah,

Marilah kita awali hidup kita pada hari ini dengan semangat baru untuk menjadi hamba Allah yang shalih. Menjadi hamba Allah yang selalu membasahi bibir dan hati dengan dzikir pada Yang Maha Kuasa, yang senantiasa bersyukur atas segala karunia-Nya. Hamba yang selalu memikirkan tanda-tanda kekuasaan-Nya dan mengkaji ayat-ayat-Nya. Marilah kita hiasi diri kita dengan sebagus-bagus pakaian, yaitu pakaian taqwa. Hanya kepada Allah kita menyembah dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan. Semoga Allah menerima puasa kita dan seluruh amal ibadah kita.


Minal aidzin wal faizin.

-Dari suci kembali ke suci-

Taqobbal Allahu minna wa minkum.

Taqobbal yaa Kariem.

-Semoga Allah kabulkan ibadah kita.

Kabulkanlah yaa Dzat Yang Maha Mulia-
Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa

ba'da idz hadai tana wahab lana mil ladun ka rahmah innaka antal wahhaab



-Ya Tuhan kami, janganlah condongkan hati kami pada kesesatan, sesudah Kau bimbing kami, Tapi berilah kami rahmat dari-Mu, Sungguh Kaulah yang Maha Pemberi- (QS 3-Ali Imran:8)
Rabbanaa laa tu'aa khidznaaa in nasiina au ah tho' naa

-Ya Tuhan kami, janganlah hukum kami, bila kami lupa atau melakukan kekeliruan-

Rabbanaa wa laa tahmil 'alainaa isron kamaa hamal tahuu 'alal ladziina min qoblinaa



-Ya Tuhan kami, janganlah bebani kami dengan beban yang berat seperti yang Kau bebankan atas orang-orang sebelum kami-

Rabbanaa wa laa tuhammilnaa maa laa thoo qotalanaa bih, wa'fu anna, waghfir lanaa warhamnaa, anta maulaanaa fan surnaa 'alal qoumil kaafiriin



-Ya Tuhan kami, janganlah bebankan kepada kami, beban yang kami tiada mampu memikulnya. Hapuskanlah dosa-dosa kami, maafkanlah kami, rahmatilah kami. Kaulah pelindung kami. Maka tolonglah kami melawan kaum yang kafir- (QS Al-Baqarah:286)
Rabbanaa 'aatinaa fiddunyaa hasanah

Wafil aakhiroti hasanah

Waqinaa 'adzaabbannaar

-Ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia, dan kebahagiaan di akherat, dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka-
Mengapa ada Perbedaan 1 Ramadhan dan 1 Syawal
Perbedaan penentuan awal Ramadhan serta 1 Syawal

yang beberapa kali mengganggu kekhusyukan ibadah serta kerukunan umat Islam,

disebabkan oleh belum adanya kesepakatan fiqh, kesatuan definisi,

kendala teknologi maupun keberadaan manusia masa kini

yang tidak lagi berpengalaman untuk mengamati langit setiap hari
Artikel berikut ini mencoba menjelaskan, apa yang terjadi pada bulan Ramadhan 1414 H kemarin

yang juga dihadapi oleh ummat Islam di Eropa
Yang terjadi setiap tahun

Setiap tahun terjadi, puasa bulan Ramadhan dimulai pada hari yang berbeda, dan demikian pula perayaan 'Iedul Fitri. Tahun 1994 (1414H) ini sebagian ummat Islam mulai puasa pada hari Jum'at 11 Februari 1994, se­bagian lainnya pada hari Sabtu 12 Fe­bruari. 'Iedul Fitrinya bahkan ada tiga kemungkinan: Sabtu (12 Maret), Ahad (13 Maret) dan Senin (14 Maret). Ter­kadang hal ini bahkan terjadi pada daerah atau negara yang sama. Tim­bullah pertanyaan: Mengapa hal itu bisa terjadi, Mana yang benar menu­rut Qur'an dan Contoh Nabi (Sunnah). Hal ini karena dalam Islam, suatu ibadah ada waktu-waktunya. Sebagai contoh adalah haram hukumnya ber­puasa pada hari raya ('Iedul Fitri). Masa­lahnya di sini: Kapankah hari raya itu?


Apa kata Rasulullah saw?

Dalam kumpulan hadits shahih da­ri Bukhari dan Muslim kita dapatkan da­lil-dalil sebagai berikut:



Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi berkata: "Mulailah dan akhirilah puasa, segera jika kalian lihat rembulan baru. Dan jika langit berawan dan pengamatan rembulan tidak memungkinkan, lengkapi jumlah hari bulan Sya'ban 30 hari"

Diriwayatkan oleh Ibnu 'Umar, Nabi berkata: "Kita ini adalah kaum yang buta huruf, kita tidak menulis dan kita tidak meng­hitung. Dan bulan itu kadang 29 dan kadang 30 hari"

Seorang Arab Badui (penghuni tepi gurun pasir) datang kepada Nabi dan melaporkan telah melihat rembulan baru. Nabi menyuruhnya memperkuat kesaksiannya dengan membaca syahadat. Setelah itu Nabi lalu mengumumkan esoknya mulai puasa.
Latar Belakang ummat Nabi pada masa itu

Perlu kita ketahui, bahwa ummat Nabi pada masa itu umumnya berasal dari kalangan bawah, lagi pula di jazi­rah Arab, ilmu matematika (yang me­landasi astronomi) belum banyak di­ketahui. Adalah sebuah rahmat, bahwa cukuplah melihat rembulan untuk menentukan saat-saat ibadah. Andai­kata Nabi menyuruh ummatnya untuk menggunakan astronomi (yang pada masa itu cuma dikuasai bangsa Mesir, Yunani atau Persia), tentu saja hal itu akan sangat menyulitkan ummat. Lebih dari itu, pada masa itu ilmu astronomi masih sangat primitiv dan bercampur aduk dengan astrologi yang dipakai orang untuk meramal masa depan.

Dengan demikian, ketidakberadaan sarana teknis pada masa itu (seperti jam, kalender, kompas, listrik radio, apalagi satelit) membuat penduduk jazirah Arab setiap hari menengok ke langit. Apakah itu sekedar untuk mengetahui "sudah tibakah waktu sho­lat shubuh" hingga untuk tidak tersesat dalam perjalanan mengarungi gurun pasir yang formasinya berubah-rubah tiap hari oleh angin. Luar biasa kalau kita bayangkan, mengarungi gurun pa­sir dari Mekkah ke Syam, ribuan ki­lometer, tanpa jam, tanpa kompas, apalagi radar... Semua orientasi hanya dengan melihat bintang-bintang di langit - meski mereka tidak tahu hu­kum matematis gerak gerik benda langit itu.

Karena itu, wajar sekali bila pendu­duk gurun pasir dalam keadaan seperti itu tahu benar, seperti apa rembulan baru tanda mulainya Rama­dhan!


Tinjauan Fiqh

Sebagian ulama berpendapat bahwa ucapan Nabi pada dua hadits pertama di atas tadi sebagai keha­rusan untuk melihat rembulan (Ru'yatul hilal) dan mereka menolak hitungan astronomi bahkan menganggapnya bid'ah (ide baru) yang sesat.

Sebagian ulama lainnya berpen­dapat bahwa pernyataan Nabi pada hadits ke-2 itu tidak berarti melarang orang menghitung. Andaikata dengan dalil itu menghitung dilarang, maka konsekuensinya menulis juga dilarang. Padahal Nabi sendiri pernah meminta tawanan perang Badr untuk mengajari ummat Islam membaca dan menulis. Sedangkan astronomi modern pada masa kini sudah sedemikian telitinya. Buktinya dengan ilmu tersebut manu­sia sudah berhasil pergi ke bulan dan pulang dengan selamat. Karena itu, menurut pendapat ini, haruslah ummat Islam saat ini mau menggunakan com­putasi astronomi yang dijamin le­bih aman dari kesalahan.

Perdebatan ini berlangsung terus dan kadang-kadang sering merambat di luar masalah aslinya, dan akibatnya ummatlah yang kebingungan. Hal itu karena mayoritas ulama ahli fiqh ku­rang mengetahui astronomi modern yang sesungguhnya, dan mereka yang suka, sering hanya terpana mendengar kecanggihan teknologinya, tanpa benar-benar mengetahui hakekatnya.


Astronomi modern

Kemajuan astronomi sampai ke bentuknya saat ini, tak lepas dari ilmu falak di masa kejayaan Islam. Sejak Al-Qur'an menyebut-nyebut secara khusus benda langit, bahkan dipakai sebagai nama-nama surat: misalnya Al-Buruj (galaksi), An-Najm (bintang), Al-Qomar (rembulan), Asy-Syams (matahari), maka sejak itu umat Islam banyak melakukan riset. Maka muncullah sederet astronom muslim abad per­tengahan seperti: Al-Khawarizm, Al-Farghani, Al-Batani dsb.

Fase-fase rembulan menggambar­kan letak rembulan di ekliptika. Secara astronomi, rembulan baru, ter­jadi bila bujur ekliptisnya adalah 0º artinya ma­tahari dan rembulan berada dalam sa­tu arah. Peristiwa ini disebut konjungsi (conjunction). Sebagai ca­tatan, istilah rembulan baru ini ti­daklah sama dengan bulan baru dalam kalender Is­lam.
Ru'yah versus Hisab

Astronomi modern mampu meng­hi­tung fase-fase rembulan serta posisi rembulan dan matahari dengan keteli­tian yang sangat mengagumkan. Lalu bisakah hitungan astronomi modern (hisab) menggantikan Ru'yatul hilal? Selama hisab masih memungkinkan kesalahan, sudah barang tentu tidak. Hisab akan bertentangan dengan ru'yah jika dan hanya jika satu dari dua hal dibawah ini atau dua-duanya masih terjadi. Yaitu :



Ketelitian hisab belum memadai.

Pelaksanaan/laporan ru'yah yang tidak benar.

Andaikan hisab bisa dilakukan secara eksak dan begitu juga ru'yah yang dilakukan adalah benar maka ti­daklah akan terjadi pertentangan antara dua metode ini. Untuk men­dapatkan kesamaan antara ru'yah dan hisab, kita bisa lakukan hal-hal berikut ini


Ru'yah

Berbeda dengan ummat di masa Nabi yang setiap hari menengok ke langit, kita di abad-20 ini dapat dika­takan sudah "dimanja" oleh teknologi. Untuk mengerjakan sholat, kita tak lagi perlu keluar rumah untuk mene­ngok langit, karena ada jam dan jad­wal sho­lat. Untuk bepergian ada peta, kompas bahkan radar. Pendeknya, hampir tak pernah lagi kita menengok langit untuk orientasi waktu dan arah. Sementara itu, kehidupan di kota membuat kita makin susah untuk mengamati langit tanpa terganggu oleh pantulan dan biasan cahaya listrik di awan. Belum dengan adanya benda langit buatan manusia, entah itu pesa­wat, balon atau satelit. Karena itu, bila seseorang pada zaman ini ingin melakukan Ru'yatul hilal (yang ba­rangkali cuma ia lakukan 2 kali seta­hun), maka ia harus mengetahui cara-caranya.



Persiapan data, agar ru'yatul hilal lebih efisien.

Ru'yatul hilal dilakukan hanya tanggal 29 Sya'ban. Tentu saja dalam hal ini kalender yang digunakan harus beres. Secara obyektif astronomis, ru'yatul hilal ini harus dilakukan pada hari ter­jadinya konjungsi antara rem­bulan dan matahari.

Saat terbenam rembulan dan ma­tahari serta kemungkinan arah dan ketinggiannya harus diketahui, karena wak­tunya sing­kat.

Pemilihan lokasi yang tinggi dan tidak terhalang bangunan atau pe­pohonan, misal di lepas pantai.

Ru'yah hanya terjadi bila mataha­ri ada di sebelah barat rem­bulan atau dengan kata lain ma­tahari terbenam mendahului rem­bulan. Hilal akan terlihat di ufuk barat dan hanya bagian yang me­nuju ma­tahari yang bersinar ti­pis.

Waktu ru'yatul hilal adalah antara waktu terbenamnya matahari dan waktu terbenamnya rembulan. Jika matahari belum ter­benam, cahayanya akan menyi­laukan pengamat untuk melihat cahaya rembulan yang masih le­mah.

Sudah barang tentu, hisab disini mempunyai kedudukan penting dalam hal kesuksesan dan kemudahan ru'yah.


Hisab

Astronomi modern yang mampu menghitung fase rembulan sampai ke­telitian beberapa detik adalah sudah lebih dari cukup. Yang menjadi pro­blem hisab adalah mendefinisikan hi­lal, yakni kapan rembulan setelah kon­jungsi itu bisa terlihat di atas ufuk dengan mata telanjang. Tentu selama definisi ini masih tidak pasti, akan banyak mempengaruhi hasil-hasil per­hitungan. Terlihatnya hilal secara astronomis ini bisa didefinisikan ber­macam-macam, misalnya sbb:



Cukup rembulan sudah di atas ufuk

Tinggi rembulan minimum lima derajat.

Fase pencahayaan rembulan men­capai 4%.

Umur bulan sejak konjungsi mi­nimal 13 jam.

Belum ada penelitian yang serius tentang hal ini, karena hal terlihatnya rembulan dengan mata telanjang itu bergantung juga pada faktor cuaca, kondisi fisik pengamat, adanya cahaya pengganggu dll, yang tidak sekedar persoalan astronomi. Dan ketidak-pastian definisi ini merupakan salah satu penye­bab penting mengapa hisab berten­tangan dengan ru'yah.


Masalah Global dan Lokal

Hasil Hisab maupun Ru'yatul hilal akan berbeda-beda tergantung posisi pengamat atau faktor tempat yang di­masukkan ke dalam hisab. Sebenarnya perbedaannya tidak lebih dari 24 jam. Namun karena perbedaan daerah waktu, maka perbedaan effektifnya bisa mencapai 2 hari. Dan pada hari yang sama daerah yang terletak di sebelah barat, lebih besar kans-nya untuk melihat rem­bulan dari pada daerah di sebelah ti­murnya, karena pada saat sunset di sana, umur bulan sudah lebih tua dari pada saat sunset di daerah sebelah ti­murnya. Kita ingat, bumi berputar dari barat ke timur.

Karena itu bila dari Indonesia rem­bulan baru terlihat sehari setelah Ma­rokko, itu wajar sekali. Yang tidak wajar dan jelas ada yang salah, adalah bila selisihnya dua hari, atau bila di Indonesia hal itu terlihat, dan di Ma­rokko belum.

Pada zaman komunikasi global pada saat ini, di mana peristiwa terli­hatnya hilal di Marokko bisa langsung diterima dengan telefon di Indonesia, hal ini kembali mengundang pertanya­an fiqh:



Mestikah Indonesia menunggu laporan dari daerah di sebelah barat­nya, bila pada 29 Sya'ban atau 29 Ramadhan itu hilal dari Indonesia belum terlihat? Tidak cukupkah hadits Nabi yang menyuruh menggenapkan bulan 30 hari?

Andakata kita harus menunggu laporan dari daerah di sebelah barat ki­ta, tidak jelas pula kapan dead line (waktu tegah)-nya. Pada saat hilal tampak di Marokko (waktu Maghrib), di Indonesia sudah lewat tengah ma­lam. Lebih payah lagi bila hilal itu terlihat di Los-Angeles - di Indonesia sudah terlanjur siang.

Laporan dari seberang benua itu hanya mungkin dipakai bila berasal dari daerah di sebelah timur kita. Ar­tinya, bila Jakarta sudah melihat hilal, maka seluruh daerah dan negara di se­belah baratnya harus mengikutinya. Namun Papua Nugini yang lebih timur dari Indonesia tidak harus.
Tentang awal Ramadhan 1414 H lalu

Sebenarnya bulan Februari lalu rembulan berkonjungsi pada hari Ka­mis 10 Februari 1994 pukul 14:30 UT (di Wina pukul 15:30 dan di Jakarta pukul 21:30). Hari Kamis itulah tang­gal 29 Sya'ban, di mana sorenya (setelah Maghrib) ummat Islam di Wina baru bisa melakukan Ru'yatul hilal. Di Indonesia hal itu su­dah tidak mungkin. Hilal tak akan le­bih dari satu jam setelah sunset. Dari Mekkah juga belum memungkinkan karena rembulan masih di bawah ufuk. Cuma di pantai barat Amerika yang pada hari Kamis itu kansnya besar un­tuk menyaksikan hilal. Sesuai dengan petunjuk Nabi, bila hilal belum terli­hat, maka kita harus menggenapkan Sya'ban 30 hari, artinya baru hari Sab­tu mulai puasa.

Namun mengapa Saudi meng­umumkan mulai puasa hari Jum'at 11 Februari 1994? Hal ini ternyata ka­rena kalender yang dicetak di Saudi jauh-jauh hari sebelumnya sudah "lain" dari yang dicetak di Mesir, Sy­ria, Pakistan, Iran, Turki dan Indone­sia. Hari Kamis itu di Saudi sudah tanggal 30 Sya'ban, meski di banyak negara lainnya baru 29 Sya'ban. Ka­rena bulan tak mungkin 31 hari, apa boleh buat, Saudi mengumumkan puasa hari Jum'atnya. Dan ummat Islam yang tiap hari sholat menghadap ke Ka'bah yang kebetulan berada di Saudi menganggap semua keputusan pemerintah Saudi ini sebagai qiblat yang harus diikuti.
Kapan Idul Fitri 1414 H tiba?

Pada bulan Maret rembulan berkon­jungsi pada hari Sabtu 12 Maret 1994 pukul 07:05 UT (Wina 08:05, Jakarta 14:05). Dengan demikian baru Sabtu sore itu jugalah ummat Islam bisa mencoba untuk ru'yatul hilal. Tidak mungkin untuk melihat hilal hari Jum'at sebelumnya dari manapun di seluruh dunia, jadi adalah mustahil 1 Syawal jatuh pada hari Sabtu!

Bila Sabtu sore itu rembulan keli­hatan, maka 1 Syawal jatuh hari Ahad 13 Maret. Dari Jakarta hal itu belum mungkin, karena Sabtu sore itu bulan masih di bawah ufuk. Dari Mekkah, bulan sudah berada sekitar 3 derajat di atas ufuk, jadi mungkin saja terlihat, meski waktunya sangat singkat.

Dengan demikian, di Jakarta (Indonesia) Insya Allah 'Iedul Fitri ja­tuh pada hari Senin 14 Maret 1994, sedang di Wina yang lebih barat dari Mekkah, hari Ahad 13 Maret 1994.


Kesimpulan

Perbedaan 1 Ramadhan dan 1 Syawal yang sering terjadi selama ini ditimbulkan dari:



Perbedaan fiqh mengenai boleh-tidaknya penggunaan hitungan atau hisab (termasuk hitungan astronomi modern) dalam penen­tuan awal Ramadhan atau 1 Sya­wal.

Kesalahan yang dilakukan oleh pengamat Ru'yatul hilal yang ku­rang terlatih karena tidak lagi biasa mengamati langit dalam ke­hidupan sehari-hari.

Kesalahan hitungan/hisab yang antara lain karena ketidakpastian definisi, yang mengakibatkan kesalahan kalender yang dicetak jauh-jauh hari dan tidak dicocokkan kembali dengan hilal setiap bulannya.

Kekurangfahaman mengenai pe­ngaruh letak geografis yang menyebabkan perbedaan baik ha­sil hisab maupun Ru'yatul hilal serta belum adanya konsensus tentang pemecahan masalah ru'yah/hisab lokal dan global.
Dengan tahu latar belakang permasalahan ini hendaknya kita se­sama ummat Islam bisa saling hormat menghormati sesama muslim, meski mereka memulai puasa dan berhari-raya pada saat yang berbeda dengan kita, sepanjang itu sesuai dengan keyakinan mereka. Allah akan mene­rima ibadah yang dilandasi keikhlasan, dan mengampuni dosa yang disebab­kan oleh keawaman. Tugas mereka yang diberi ilmulah untuk menyam­paikan ilmu, dan tugas para penguasa­lah untuk memutuskan sesuatu berda­sarkan ilmu.
Daftar Pustaka:

King, D.A. : Islamic Mathematical Astronomy. Variorum Reprint London, 1986.

Nautical Almanac Office.: Supplement to the Astronomical Ephemeris and Nautical Almanac. Her Majesty's Stationery Office 1961.

Qardhawi, Y.: Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw. Karisma, Bandung,1993.

The ASTRONOMICAL ALMANAC Data for Astronomy, Space Sciences, Geodesy, Surveying, Navigation and other applications. Her Majesty's Stationery Office, 1980-1993.
Penulis: Fahmi Amhar (Inst. f. Photogrammetry & Remote Sensing TU Vienna-Austria) dengan bahan-bahan dari Khafid (Inst. f. Astronomical & Physical Geodesy TU Munich Jerman).


Yüklə 1,34 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   14




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin