Mencapai Keimanan dengan Logika


Jenis-jenis Nash / Dalil agama



Yüklə 1,34 Mb.
səhifə2/14
tarix26.10.2017
ölçüsü1,34 Mb.
#14189
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   14

Jenis-jenis Nash / Dalil agama

Sejak Muhammad diangkat sebagai Nabi, maka segala perbuatannya, ucapannya dan sikapnya adalah dalam bimbingan wahyu Allah. Wahyu tersebut ada yang kemudian keluar dengan kalimat Allah dan diperintahkan untuk ditulis - sebagai Al-Quran - dan ada yang tidak diperintahkan untuk ditulis, yang kemudian disebut Al-Hadits atau As-Sunnah, yang artinya adalah "jalan yang telah ditempuh". Di sini perlu kita bedakan dengan pengertian sunnah yang ada dalam tingkatan hukum, yang artinya anjuran (perintah yang bukan fardhu).

Bukti-bukti yang berdasar wahyu tersebut (baik Al-Quran maupun As-Sunnah) disebut juga Nash. Berdasarkan autentitasnya, nash ini terbagi dalam dua kelompok:
1. Autentis absolut (Qath'iy)

Ini adalah nash-nash yang autentitasnya pasti dan absolut dijamin. Seluruh Al-Quran dengan 114 suratnya masuk kategori ini, karena naskah Al-Quran diriwayatkan secara seragam dan parallel lewat ribuan jalur, serta sudah ditulis di bawah pengawasan Nabi. Selain itu yang termasuk kategori ini adalah Al-Hadits yang dinamakan "Hadits Mutawatir", misalnya hadits tentang jumlah rokaat dalam sholat, tata aturan ibadah haji dsb. Tentang kriteria, bagaimana suatu hadits dianggap mutawatir, para ulama berbeda pendapat, ada yang mensyaratkan lima, dua belas atau lebih jalur periwayatan yang saling tidak tergantung satu sama lain. Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa kriteria utama bukanlah jumlah namun derajat ilmu dan kesalehan dari para periwayatnya. Sehingga lima periwayat dalam qualitas Ali bin Abi Thalib adalah cukup untuk menganggap suatu hadits sebagai mutawatir.


2. Autentis bisa dipercaya (Dhaniy)

Mayoritas Al-Hadits jatuh pada kelompok ini. Meski rantai periwayatnya tanpa cacat (=Hadits Shahih), tapi jumlah dan qualitasnya tidak mencapai derajat autentitas absolut. Kriteria autentitas ini selain mencakup ilmu, kesalehan, kepopuleran periwayat, juga mencakup daya ingatan, usia serta kemungkinan pertemuan dua person yang ada dalam rantai pemberitaan.


Sedang berdasar interpretasinya, nash-nash ini terbagi lagi dalam dua kategori:
1. Bermakna Tunggal

Misalnya ayat: "Katakanlah, Allah itu Esa!" (QS-112-Al-Ikhlas:1). Ayat ini tidak membuka kemungkinan berbagai interpretasi.


2. Bermakna Ganda

Misalnya ayat: "..Jika kalian menyentuh wanita, maka bersucilah..." (QS 5-Al-Maidah:6) Kata "menyentuh wanita" (aulamastumun-Nisa) ini bisa diartikan bersentuhan kulit atau bisa juga hubungan sex. Karena itu interpretasi para ulama berbeda-beda.




Asal Usul Madzhab dalam Islam

Seorang muslim adalah seorang yang menyerahkan diri pada perintah-perintah Tuhan. Agar ia bisa mematuhi perintah-perintah tersebut, maka dia harus mengerti wahyu/nash yang telah diturunkan. Namun seperti kita tahu, setiap kali manusia memakai akalnya, selalu terdapat kemungkinan tersesat atau perbedaan pengertian. Kini timbullah pertanyaan: Bagaimana aturan Islam dalam hal pencarian "perintah-perintah tersirat" ini, dan sejauh mana hasil dari berbagai interpretasi dan pemahaman itu bisa diterima?

Dikisahkan bahwa suatu hari Rasulullah bertanya kepada Muadz bin Jabbal ketika ia akan ditugaskan sebagai gubernur di Yaman:

R: Dengan apa kau akan menjaga keadilan?

M: Dengan kitab Allah (Al-Quran).

R: Jika di dalamnya tidak kau dapati?

M: Dengan As-Sunnah Utusan Allah.

R: Jika di dalamnya juga tidak kau dapati?

M: Dan kutegakkan keadilan dengan ijtihadku!

R: Terpujilah Allah, Yang memberikan petunjuk pada utusan dari utusan-Nya, apa yang disukai Allah dan utusan-Nya. (HR Bukhari-Muslim)

Dengan demikian Rasulullah merestui "Ijtihad". Terhadap kemungkinan perbedaan hasilnya, dia bersabda: Barangsiapa bersusah payah dalam Ijtihad dan ternyata hasilnya benar, maka akan mendapat pahala dua kali, dan jika ternyata hasilnya salah, maka akan mendapat pahala sekali.


Kini apakah yang dimaksud dengan Ijtihad?

Dan kapan Ijtihad diijinkan?
Ijtihad artinya menurut bahasa adalah:

berusaha sekuat tenaga untuk meraih sesuatu, yang memerlukan kerja keras dan ketahanan.

Sedang menurut definisi dalam hukum Islam:



Usaha maksimal untuk menemukan perkiraan norma hukum, dengan suatu cara, sampai dirasa tidak ada yang lebih baik dari itu lagi.

Pengertian "perkiraan norma hukum" ini berarti tidak mencakup norma hukum yang sudah jelas dan tidak bermakna ganda di dalam Al-Quran. Dengan demikian tidak diijinkan menggunakan ijtihad misalnya untuk menentukan penerima zakat, sementara Quran sudah menetapkan 8 macam orang yang berhak menerima zakat.

Banyaknya jumlah madzhab hukum Islam yang kita jumpai di negeri-negeri muslim saat ini memiliki berbagai alasan dari sudut bahasa, sudut ilmu hukum dan sudut sejarah politik.
Alasan sejarah politik

Dalam 60 tahun pertama sesudah wafatnya Nabi, terjadi berbagai peristiwa politik yang berdampak cukup fatal bagi perkembangan Islam selanjutnya, yaitu dimulai dengan peristiwa terbunuhnya Utsman bin Affan dan kemudian perang antara Ali vs. Muawiyah, serta kemudian pembunuhan terhadap Ali serta seluruh anggota keluarganya di Karbala5.

Dengan peristiwa ini timbullah polarisasi dan partei-partei, saling menolak pendapat lainnya sampai yang saling membenci. Hal yang semula cuma soal politis berkembang ke dunia hukum, baik itu berupa penerimaan atau penolakan hadits yang tidak diriwayatkan oleh sekutu Ali atau bahkan anggapan ma´sum (bebas dosa) imam-imam dari keturunan Ali.
Alasan-alasan ilmu hukum dan bahasa

Perbedaan ini disebabkan karena 3 alasan:

Perbedaan sumber tempat dalil diambil

Perbedaan dalam memandang nash

Perbedaan interpretasi bahasa
Perbedaan sumber tempat dalil diambil

a) Perbedaan cara menguji hadits serta kriteria autentitas hadits. Maka bisa terjadi suatu hadits dianggap benar menurut kriteria suatu kelompok tapi diragukan kebenarannya oleh kelompok lain.

b) Perbedaan memandang pendapat para sahabat Nabi. Perbedaan ini mencakup penerimaan pendapat sahabat sebagai "pantas ditiru" sampai penolakan total terhadap ucapan beberapa sahabat.

c) Perbedaan pendapat tentang boleh tidaknya penggunaan analogi (qiyas). Misal: Hanafi memakai qiyas; Shiah tidak; sedang Hanbali hanya memakai qiyas jika pilihan lain tidak ada.

d) Perbedaan memandang hasil konsensus (ijma). Orang membedakan antara ijma para sahabat, ijma keluarga nabi, ijma ulama dll.
Perbedaan dalam memandang nash

a) Memegang yang tersurat secara langsung tanpa melihat arti yang lebih jauh.

b) Memperhatikan arti-arti tersirat yang melampaui pengertian tersuratnya.

Contoh: Suatu saat, ketika mengutus suatu regu ke perkampungan bani Quraizah, Nabi berkata: "Tidak ada sholat Ashar bagi kalian kecuali di perkampungan Bani Quraizah". Baru ketika dalam perjalanan, para sahabat berbeda interpretasi. Sebagian berpendapat, bahwa sholat Ashar harus dikerjakan di sana, meski tidak di awal waktu, sebagian lagi berpendapat bahwa perintah itu berarti agar mereka berjalan secepat mungkin agar bisa sholat di awal waktu di perkampungan Bani Quraizah.
Perbedaan interpretasi bahasa
a) Apakah istilah tersebut dalam artinya yang umum ('am) bermakna tunggal atau tidak.

Contoh: "Hai isteri-isteri Nabi, kalian tidaklah seperti wanita-wanita lain, jika kalian bertaqwa, janganlah merendahkan suara, supaya orang yang ada penyakit di hatinya, jangan tergerak nafsunya. Tapi bicaralah dengan bicara yang baik. Tinggallah dengan tenang dalam rumahmu..." (QS-33 Al-Ahzab: 32-33). Sebagian ulama berpendapat, ayat di atas berlaku umum atas seluruh muslimah, sebagian lain berpendapat ayat ini hanya ditujukan khusus pada istri nabi, karena kedudukan mereka yang istimewa. Bahkan adalah dosa besar untuk menikahi mereka sesudan nabi wafat (QS 33:53).
b) Apakah hanya yang diucapkan (mantuk) dalam suatu nash yang mengikat, atau juga konsequensi logisnya (mafhum). Contoh: "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka segenap kemampuanmu, kekuatan dan pasukan berkuda untuk menimbulkan ketakutan pada musuh-musuh Allah..." (QS-8-Al-Anfal:60). Ayat ini berkaitan dengan teknologi militer di zaman itu. Bisa jadi konsekuensi logisnya, bila musuh Allah menggunakan bom atom, maka ummat Islam harus pula mempersiapkan teknologi militer yang setara, untuk tetap bisa menakuti-nakuti musuh.
c) Apakah suatu bentuk imperativ dalam suatu nash itu sudah suatu perbuatan fardhu atau tidak?

Contoh: "Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung" (QS 62-Al Jumu'ah:10). Perintah ini meski dalam bentuk imperativ, tapi bisa jadi bukan perintah fardh, karena nabi dan para shahabat juga kadang-kadang sehabis sholat Jum'at berdiskusi atau bersilaturahmi di mesjid.
Perintah yang bersifat fardhu biasanya dihubungkan dengan keimanan terhadap Allah dan Hari Akhir, atau di awal surat yang memuat perintah itu disebutkan sebagai fardhu, seperti dalam surat 24-An-Nuur:1: "Ini adalah surat yang Kami turunkan dan Kami fardhukan menjalankan hukum-hukum yang ada di dalamnya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas agar kamu mengingatnya".

Sebaliknya suatu laranganpun bertingkat-tingkat. Yang jelas haram adalah bila larangan tersebut dikaitkan dengan kekufuran, dosa besar atau perbuatan syetan, atau bila ada kata-kata "jauhilah" (seperti halnya judi, khamr dan zina) atau "diharamkan" (seperti hal daging babi).


Bagaimana sikap seorang muslim "normal" terhadap berbagai madzhab ini?

Pada prinsipnya, setiap muslim diwajibkan untuk menemukan sendiri perintah-perintah Allah dari ayat-ayat Quran serta As-Sunnah Nabi. Kenyataannya, mayoritas muslim tidak memiliki ilmu yang cukup untuk melakukan ijtihad, sehingga mereka wajib mengikuti ijtihad ulama (mujtahid).

Dalam masalah-masalah yang berbeda, seorang muslim bebas memilih ulama yang berbeda. Secara islami tidak ada kewajiban untuk hanya memilih satu ulama untuk semua masalah. Namun jika muslim tersebut sudah memiliki pengetahuan minimum dalam hal ini, maka ia dianjurkan untuk memastikan kebenaran dan kekuatan alasan dari pendapat yang diikutinya.

Jika pengetahuan minimum ini tidak tersedia, maka ia harus mengikuti ulama yang bisa ia percaya loyalitasnya pada Islam. Yang tidak diijinkan adalah sekedar mengikuti pendapat yang termudah atau yang sepintas lalu paling enak.

Kehidupan sehari-hari penuh dengan problema yang secara terus menerus menuntut ijtihad, jika Islam tetap diharapkan sesuai di mana saja dan kapan saja. Islam memiliki jawaban atas segala problema manusia. Adalah tugas kita untuk menemukan jawaban ini dari Al-Quran dan As-Sunnah. Kenyataan banyaknya madzhab bukanlah alasan untuk khawatir. Justru keragaman ini menunjukkan kekayaan khasanah ilmu dan budaya Islam serta merupakan dorongan untuk generasi mendatang, untuk juga memperluas horizon keislamannya.

Sebagai penutup perlu ditekankan di sini, bahwa dalam keragaman pendapat ini, keputusan imam / khalif / kepala negara adalah yang mengikat untuk rakyat, apakah itu dalam satu persoalan hukum atau pengambilan seluruh madzhab yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya.

Prinsip hukum yang terkenal:

"Keputusan Imam / kepala negara menghapuskan perselisihan"
Rasulullah bersabda:

"Seorang Muslim diwajibkan patuh, pada apa yang dia suka ataupun tidak, selama hal ini tidak membawa ketidakpatuhan terhadap Allah"
Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. 4:59)

Memahami Perkara Ghaib dengan Ilmu Pengetahuan

Percaya kepada yang ghaib adalah bagian iman

Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, ... (QS. 2:2-3)
Apakah yang termasuk perkara ghaib?

Istilah 'ghaib' dalam Al-Qur'an disebutkan sebagai lawan dari yang 'nyata', seperti dalam:



Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, ... (QS. 59:22)
Di beberapa ayat disebutkan contoh-contoh perkara yang dinyatakan Allah sebagai hal yang ghaib, yakni: kisah-kisah sebenarnya dari zaman dahulu (seperti tentang penciptaan, kisah para nabi dll), juga tentang hari kiamat, akherat (syurga-neraka) atau tentang malaikat.
Di surat Huud, setelah menceritakan kisah Nuh a.s. dan Nabi Hud a.s., Allah berfirman:

Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini ... (QS. 11:49)
Tentang Ashabul Kahfi yang ditidurkan di dalam gua selama 309 tahun:

Akan ada yang mengatakan: "(jumlah mereka) tiga orang, yang keempat adalah anjingnya", lalu (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) lima orang, yang keenam adalah anjingnya", sebagai terkaan terhadap barang yang ghaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya". Katakanlah: "Rabbku lebih tahu jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang itu" ... (QS. 18:22)6

Hari kiamat dan soal akherat adalah ghaib.



Katakanlah: "Tak seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan. Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (ke sana) malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu, lebih-lebih lagi mereka buta daripadanya. (QS. 27:65-66)
Tentang malaikat

Sesungguhnya Muhammad melihat Jibril di ufuk yang terang. Dan dia bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib. (QS. 81:23-24)
Hanya Allah yang tahu seluruh perkara ghaib

Semua hal selain Allah (Al-Khaliq), adalah ciptaan-Nya (mahluq). Maka jelaslah jika Allah mengetahui semua hal, baik yang nyata maupun yang ghaib.



Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. 6:59)
Hanya sedikit orang yang diberi tahu hal ini

Allah memberi tahu orang-orang yang dipilihnya, terutama para Nabi, sedikit pengetahuan ghaib. Dan para Nabi pasti akan menyampaikan kepada manusia apa yang diketahuinya itu (lihat QS. 81:24).



Allah sekali-kali tak akan memperlihatkan kepadamu hal-hal yang ghaib, namun Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya dari rasul-Nya ... (QS. 3:179)
Batas kemampuan orang yang diberi tahu

Namun demikian, pengetahuan yang mungkin didapat oleh seorang manusia tentang yang ghaib itu sangatlah sedikit. Kalau mereka mengetahui semuanya (termasuk mengetahui syurga dan neraka), tentulah mereka akan berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya7. Bahkan seorang Nabi pun diperintahkan seperti berikut ini:


Katakanlah:"Aku tidak berkuasa menarik kemanfa'atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang mukmin". (QS. 7:188)
Bahkan para jin pun tidak tahu hal-hal ghaib:8

Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala (Sulaiman) telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan. (QS. 34:14)

Karena itu jelaslah, bahwa banyak orang yang selama ini hanya menduga-duga, dan mengaku-aku mengetahui yang ghaib, padahal mereka bukanlah orang yang shaleh, sehingga bukan termasuk orang yang diberi pengetahuan ghaib oleh Allah swt.



Dan sesungguhnya mereka telah mengingkari Allah sebelum itu; dan mereka (hanya) menduga-duga tentang yang ghaib dari tempat yang jauh. (QS. 34:53)
Ilmu Pengetahuan hanya membantu menerangkan kepastian eksistensinya.

Manusia yang masih 'primitif' hanya mempercayai eksistensi sesuatu yang bisa ditangkap dengan panca inderanya. Namun ilmu pengetahun modern ternyata membuktikan, bahwa ada hal-hal yang eksis yang tidak bisa ditangkap panca indera kita, seperti gelombang radio, neutron, virus hingga black hole. Dengan ilmu pengetahuan, manusia modern bisa mengembangkan alat-alat ukur dan metode untuk mendeteksi hal-hal yang tidak bisa ditangkap panca indera secara langsung.

Berkaitan dengan keimanan, ilmu pengetahuan memang tidak bisa mengungkap rahasia perkara ghaib secara tuntas, namun minimal bisa menjadikan kita faham dan yakin, bahwa perkara ghaib tadi memang logis, dan 'plausible'.

Tentang Tuhan

Dan Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu lakukan. (QS. 57:4)

Ayat ini secara implisit mengatakan bahwa Allah berada di mana-mana, karena makhluk-Nya juga di mana-mana, di daratan dan lautan, di langit dan bumi9. Sedangkan Allah adalah Esa. Bagaimana memahami hal ini: "satu, tapi di mana-mana"?

Penjelasan tentang sesuatu yang "satu, tapi ada di mana-mana" ternyata bisa didapatkan dari hukum-hukum alam. Kita mengenal gaya gravitasi10. Gaya ini ternyata berlaku pada semua benda, baik pada sebuah bola tenis maupun pada galaksi. Dan di mana-mana efek adanya gaya gravitasi adalah sama11. Jadi gaya gravitasi adalah satu dan berlaku di mana-mana.

Kesadaran bahwa kita "tidak bisa melepaskan diri dari gaya gravitasi" ini mengajarkan kepada kita, bahwa kita juga "tidak mungkin lepas dari pengawasan Allah".


Tentang Malaikat

Di agama atau kepercayaan di luar Islam, biasanya digambarkan ada "Tuhan utama" yang dibantu oleh beberapa assisten12. Di dalam Islam, peranan malaikat sebagai utusan Allah yang selalu patuh tidaklah berbeda dengan peranan angin, hujan atau matahari. Masing-masing patuh menjalankan tugasnya.



Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat ... (QS. 35:1)

Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan ... (QS. 6:99)

Dengan demikian malaikat bukanlah pembantu Allah, namun adalah sesuatu yang diadakanNya dalam mekanisme alam semesta.


Isra' Mi'raj

Perjalanan Isra' Mi'raj adalah perjalanan ghaib, sebab Nabi selama perjalanan itu mendapat kesempatan bertemu dengan para Nabi yang sudah wafat serta melihat keadaan syurga dan neraka, dan semua ini termasuk perkara ghaib.

Isra' sendiri mungkin dengan teknologi abad-20 tidak terlalu mengherankan. Makkah-Yerusalem bisa ditempuh dalam waktu kurang dari 30 menit dengan pesawat berkecepatan 3 kali suara.

Tetapi Mi'raj, bumi ke langit ? Untuk mencapai bintang yang terdekat saja cahaya memerlukan waktu 4,2 tahun. Sedang obyek langit terjauh yang sudah diketahui berjarak beberapa milyar tahun cahaya. Kalaupun 'Buraq' berasal dari kata 'Barq' yang berarti 'kilat', maka masih "tidak mungkin" bila bumi - langit hanya ditempuh kurang dari semalam.

Namun ternyata ada dua hal lain, minimal dalam dunia fisika, yang masih membuat Mi'raj plausible. Pertama adalah pengertian kita tentang ruang. Adalah tidak mustahil, bahwa dalam universum ini ada 'cekungan-cekungan ke ruang dimensi ke-4', sehingga perjalanan sangat jauh seandainya dilakukan secara linear dalam ruang dimensi ke-3, bisa disingkat dengan melalui dimensi yang lebih tinggi13. Yang kedua adalah dengan perantaraan 'graviton' - yakni partikel hipotetis pembawa gaya gravitasi. Seperti diketahui, gaya gravitasi hingga kini tidak bisa diukur kecepatannya. Bila cahaya dari bintang terdekat memerlukan waktu 4,2 tahun hingga mencapai bumi, maka perubahan gravitasi di bintang itu (misalnya bila bintangnya meledak) akan dirasakan spontan saat itu juga, sebelum manusia bumi mendeteksinya.
Kiamat

Ilmu Pengetahuan memberikan banyak sekali kemungkinan kiamat, dari hancurnya kehidupan di planet bumi hingga kollapsnya alam semesta. Sebab-sebabnya mulai dari perubahan iklim secara drastis akibat kerusakan lingkungan, bencana geologis (gempa, gunung meletus) sampai astronomis (benturan bumi dengan komet dll). Kapan kiamat ini tiba, bisa beberapa milyar tahun lagi (ketika bahan fusi nuklir di matahari habis) atau kapan saja (bila tata surya mendekati suatu black hole14 sehingga keseimbangannya terganggu).


Kebangkitan Kembali

Peristiwa bangkitnya kembali mahluk hidup yang sudah "mati" sering dapat kita amati dari tanah tandus yang kena hujan, yang seketika melahirkan kembali tunas-tunas pepohonan yang telah lama mati. Guinness Book of Record mencatat adanya bakteri di dalam batu bara yang sudah "mati" jutaan tahun, namun ternyata bakteri tersebut masih bisa hidup kembali (dan tentunya berkembang biak), bila mendapatkan kondisi tertentu yang mirip dengan saat hidupnya yang lalu.


Surga Neraka

Pengetahuan kita tentang surga dan neraka hanyalah sebatas yang diberitakan di dalam Al-Quran dan Hadits-hadits shahih. Hakekat surga dan neraka adalah seperti dalam suatu hadits: "Kedahsyatannya tidak pernah tergambarkan oleh mata atau terbayangkan oleh hati".



Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa (QS. 3:133)

Pada saat ini, di jagad raya terdapat milyaran galaksi, tiap galaksi memiliki milyaran tata surya, dan tiap tata surya paling tidak memiliki satu planet yang serupa bumi, padahal hingga kini, baru bumi yang kita diami saja yang kita kenal. Maka adalah tidak mustahil, bahwa nantinya, bumi dan langit ini memang akan diwariskan kepada orang-orang yang shaleh, dan hubungan antar planet pada saat itu tidak lagi masalah (seperti halnya Mi'raj).



Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman. (QS. 4:57)

Mungkin ada wanita yang cemas bahwa dia di surga akan 'dimadu'. Namun apakah karena hal itu terus ia memilih tidak masuk surga? Padahal di akherat nanti kalau tidak surga ya neraka ... Sebenarnya kekhawatiran ini tidak beralasan .



"Masuklah ke dalam surga, tak ada kekhawatiran terhadapmu dan tak (pula) kamu bersedih hati. (QS. 7:49)

Di surga itu mereka memperoleh segala apa yang mereka minta. (QS. 36:57)
Yüklə 1,34 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   14




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin