Yang haram dinikahi
Diharamkan atas kamu (mengawini):
ibu-ibumu;
anak-anak wanitamu;
saudara-saudaramu wanita;
saudara-saudara bapakmu yang wanita;
saudara-saudara ibumu yang wanita;
anak wanita dari saudara yang lelakimu;
anakwanita dari saudara wanitamu;
ibu-ibumu yang menyusui kamu;
saudara wanita sepersusuan;
ibu-ibu isterimu (mertua);
anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campuri (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);
dan haram menghimpunkan (dalam perkawinan) dua wanita yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (QS. 4:23)
Hikmah di balik larangan itu adalah untuk memperluas keluarga. Dianjurkan untuk menikah dengan keluarga jauh, atau bahkan yang sebelumnya tidak punya hubungan keluarga sama sekali. Perkawinan antar keluarga dekat (misalnya antar saudara sepupu), meskipun diijinkan, sering tanpa disadari mempermudah timbulnya penyakit menurun yang selama itu tersembunyi.
Haram menikahi pezina, kecuali yang bertaubat.
Lelaki yang berzina tidak (diijinkan) mengawini melainkan wanita yang berzina, atau wanita yang musyrik; dan wanita yang berzina tidak dikawini melainkan oleh lelaki yang berzina, atau lelaki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu'min. (QS. 24:3)
Haram menikahi orang musyrik
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang-orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan ... (QS. 2:221)
Boleh menikahi wanita ahli kitab dengan syarat:
... (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatannya dari kalangan Ahli Kitab, bila telah dibayar mas kawinnya dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan atau menjadikan gundik-gundik. ... (QS. 5:5)
Para ulama sependapat, bahwa ijin di atas hanya ditujukan untuk kondisi tertentu, misalnya bila jumlah wanita Islam sangat sedikit (seperti di negeri Barat pada umumnya), sehingga tidak mungkin semua pemuda muslim mendapatkan gadis muslimah. Alasan lain yang diijinkan adalah bila gadis Nasrani atau Yahudi tersebut berpotensi untuk diislamkan. Usaha mengislamkan ini wajib dilakukan, sebelum anak-anak mulai berdatangan.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ... (QS. 66:6)
Andaipun tidak memaksakan agamanya pada anak-anaknya, istri yang tetap tak bisa diislamkan, akan mendatangkan banyak madharat, seperti:
Penyediaan makanan anak-anak tidak bisa dijamin kehalalannya.
Istri akan kurang tanggap bila anak-anak belum mengerjakan shalat atau belajar agama.
Dan kelak bila anak-anak berangkat dewasa, anak-anak akan dibingungkan oleh perbedaan standard yang dipakai ibu dan bapak dalam mendidik dan menilai perbuatan anak.
Daripada harus "lapang dada" melihat anak-anak kita keluar dari Islam, lebih baik "lapang dada" dengan menceraikan istri, bila ternyata setelah sekian lama tidak berhasil diislamkan.
Mengumpulkan informasi sejujurnya tentang calon. Informasi ini biasanya akan paling obyektif bila melalui pihak ketiga yang independen, misalnya dari teman-teman akrabnya, gurunya atau familinya. Melihat calon yang akan dinikahi memang dianjurkan Nabi, dengan catatan, yang dilihat tidak merasa sedang diamati.
Bila informasi sudah dianggap cukup, langkah kedua bukannya berdua-dua dengan calonnya tersebut, melainkan "meminang", artinya menyatakan maksud untuk menikahinya (bukan untuk main-main). Pernyataan ini bisa disampaikan langsung kepada calon, orang tuanya, atau walinya, baik langsung maupun lewat perantara.
Bila pinangan itu sudah disetujui, maka pernikahan harus dilakukan secepat mungkin. Dan selama masa antara itu, kedua calon tetap haram berduaan. Haram menunda-nunda pernikahan hanya karena alasan tradisi, mengumpulkan biaya untuk pernikahan yang mewah, atau alasan-alasan lain yang tidak diijinkan syari'ah. Yang diijinkan adalah penundaan karena alasan kesehatan (misalnya bila sedang dirawat di rumah sakit), atau alasan jarak (misalnya bisa salah satu sedang studi di luar negeri, dan tak mungkin kembali segera).
Rukun nikah:
1. Wali (paling baik adalah orang tua si gadis)
2. Saksi minimal 2 orang muslim yang baligh
3. Sighah Aqad:
Ijab = penyerahan yang jelas lafal dan personnya, serta tidak dibatasi waktunya.
Qabul = penerimaan oleh pengantin pria atas tanggung jawabnya kepada pengantin wanita, langsung setelah ijab.
4. Mahar, yakni pemberian pengantin lelaki kepada pengantin wanita.
Sunnah nikah:
1. Khutbah nikah.
2. Diumumkan.
3. Menyampaikan do'a pada pengantin.
4. Walimahan (syukuran nikah), meskipun sangat sederhana. Tujuannya untuk memperkenalkan pasangan baru ini kepada masyarakat.
Adab walimahan:
tidak khusus kalangan elit saja.
tidak boleh untuk acara maksiat, mubadzir, ikhtilat (campur baur pria-wanita) atau pamer kekayaan, kemewahan atau kecantikan, dan jangan sampai melupakan waktu shalat baik bagi tamu maupun pengantin dan keluarga.
Perjanjian dalam Aqad Nikah
Dalam Islam diijinkan untuk membuat perjanjian tambahan dalam aqad nikah, selama tidak melanggar syari'ah. Contoh perjanjian itu misalnya tentang pembagian harta seandainya bercerai, berapa anak yang diinginkan, hingga apakah suami boleh menikah lagi. Adapun perjanjian yang melanggar tujuan pernikahan, seperti tidak ingin punya anak, atau pernikahan itu cuma untuk jangka waktu tertentu, diharamkan.
Pada prinsipnya, pernikahan adalah perjanjian sipil. Namun karena dalam Islam semua perbuatan itu bisa bernilai ibadah, maka perjanjian sipil inipun sakral. Namun sebagai perjanjian sipil, ia wajib dicatatkan, dan tak cukup sekedar didoakan.
diskusi ini atas usulan Poegoeh Tj. Hariagoeng
Interaksi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga Sakinah
Anak yang shaleh dan berbakti pada orang tuanya
hanyalah produk didikan dari orang tua yang shaleh
yang memberikan hak-hak anaknya.
Kehadiran anak adalah suatu hal yang sering didambakan oleh sebuah keluarga. Allah memang telah menganugerahi naluri kecintaan kepada anak pada semua manusia yang normal. Doa pun tak putus dilantunkan agar dikaruniai buah hati.
Di sanalah Zakaria mendo'a kepada Rabbnya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do'a". (QS. 3:38)
Doa Ibrahim: "Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh". (QS. 37:100)
Kedudukan Anak
Anak adalah Hiasan Dunia
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. 18:46)
Anak bisa menjadi Fitnah dan Cobaan
Namun anak adalah juga fitnah dan cobaan bahkan musuh bagi orang tua.
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. 8:28)
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 64:14)
Kadang anak membuat orang tua gelisah dan susah, bila sakit misalnya. Keinginan anak bisa mebuat seorang ayah mencari rejeki dari jalan haram. Bahkan keasyikan bercengkerama dengan anak yang sedang lucu-lucunya, bisa membuat orang tua lalai dengan shalatnya. Maka Allah memperingatkan para orang tua bahwa anak bukanlah segala-galanya.
Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, merekalah itu yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga). (QS. 34:37)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS. 63:9)
Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. 9:24)
Sesungguhnya Anak adalah Amanah
Jelaslah, bahwa hadirnya anak bukanlah berarti selesailah tugas orang tua. Selain sumber kebahagiaan, anak juga bisa membawa kesusahan bagi orang tua, maka orang tua harus menyadari bahwa ada tanggung jawab yang harus dipikulnya.
Al Ghazali mengatakan: Anak adalah amanah bagi orang tuanya. Hatinya yang suci adalah permata yang mahal harganya. Jika dibiarkan pada kejahatan dan dibiarkan seperti dibiarkannya binatang, ia akan celaka dan binasa. Sedang memeliharanya berarti harus mendidik dan mengajarinya dengan akhlak yang baik".
Anak adalah amanah, yang kelak harus dipertanggungjawabkan, yang tentunya harus sesuai dengan pesan Yang memberi amanah. "Sesungguhnya setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi" (HR Bukhari Muslim).
Kewajiban Orang Tua
Seorang lelaki datang kepada Umar bin Khattab mengadukan kedurhakaan anaknya. Kemudian Umar mendatangkan anak itu untuk menceritakan kedurhakaannya terhadap bapaknya dan kelalaiannya terhadap hak-hak orang tuanya.
Anak itu menjawab: "Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak juga mempunyai hak-hak yang harus diberikan oleh bapaknya?". Umar berkata: "Tentu". Anak itu bertanya, "Apakah itu ya Amirul Mukminin?"
Umar menjawab, "Memilihkan ibunya, memberikan nama yang baik kepadanya dan mengajarkan Al Qur'an kepadanya".
Lalu anak itu berkata, "Ya, Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku belum pernah melakukan salah satu pun diantara semua itu. Ibuku orang Majusi. Ayahku memberikan nama Ju'al (kumbang kelapa), dan belum pernah dia mengajarkanku satu huruf pun dari Al Qur'an".
Kemudian Umar berkata pada lelaki itu, "Engkau datang kepadaku untuk mengadukan bahwa anakmu telah berbuat durhaka kepadamu, padahal engkau telah mendurhakainya sebelum ia mendurhakaimu".
Pelajaran yang dapat ditarik dari kisah di atas adalah, bahwa bagi seorang ayah, wajib:
1. memilih calon ibu yang baik bagi anaknya.
2. memilihkan nama yang baik baginya.
3. mendidik anak dengan baik.
Karena manusia terdiri atas jasad, akal dan ruh, maka ketiga-tiganya haruslah mendapat porsi yang seimbang. Jasad anak haruslah mendapat makanan yang halal (cara mendapatkannya pun harus halal), baik dan bergizi, yang semua ini harus sudah dimulai sejak anak masih dalam kandungan. Kemudian dilanjutkan dengan memberikan Air Susu Ibu (ASI) sampai umur 2 tahun.
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan... (QS. 2:233)
Agar tumbuh menjadi muslim yang kuat, ajari anak olah raga, yang selain bermanfaat bagi fisiknya juga bisa dipakai untuk survive di saat-saat darurat. Nabi menyukai agar anak-anak muslim diajari berenang, memanah (olah raga yudha) dan berkuda (ketangkasan).
Akal yang merupakan karunia yang sangat berharga harus dikembangkan dan selalu dikaitkan dengan keimanan, agar anak memiliki sifat ulul albab (yang pengetahuannya tentang alam semesta menambah keimanannya kepada Allah).
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. 3:190-191)
Dan tidak seperti Fir'aun yang durhaka atau Qarun yang menganggap keberhasilannya hanya karena ilmu yang dimilikinya. Tak kalah penting adalah memilihkan permainan yang bersifat mendidik, mengembangkan kreativitas dan daya nalar anak. Jangan hanya menonton TV atau bermain video game, dsb. Penting juga untuk memilihkan teman yang baik.
Pendidikan ruh adalah yang terpenting, karena jiwalah yang akan memimpin aktivitas akal dan jasad. Pendidikan ruh harus diawali dengan nilai-nilai Ilahi:
a. Tanamkan bahwa tidak ada ilah selain Allah, dan jangan mempersekutukan-Nya
b. Kenalkan dengan halal dan haram
c. Didiklah untuk beribadah sejak kecil
d. Didiklah anak untuk mencintai Rasul (al-Islam), keluarganya dan membaca Al Qur'an.
Tauladan dari Luqman
Al Qur'an menceritakan tauladan dari Luqman dalam hal mendidik anak.
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. 31:13)
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukanKu dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, kemudian akan Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. 31:14-15)
(Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan membalasinya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS. 31:16)
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah memalingkan muka dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS. 31:17-19)
Kewajiban orang tua lainnya adalah:
Berlaku adil pada semua anaknya
Mencarikan jodoh yang baik untuk anaknya.
Insya Allah dengan pendidikan yang sesuai dengan aturan Islam, anak akan menjadi anak shalih, tabungan orang tua di akherat. Doa anak yang sholeh akan terus mengalir walaupun orangtua sudah tiada.
Kewajiban Anak
Sebaliknya anak juga punya kewajiban untuk berbuat baik terhadap orang tuanya. Berbuat baik pada orang tua mempunyai kedudukan yang tinggi, karena perintah ini mengikuti perintah iman kepada Allah dan jangan mempersekutukan-Nya.
.. janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak ... (QS. 6:151)
Hal ini sebenarnya merupakan bentuk terima kasih anak dan sebagai konsekuensi logis atas segala jerih payah orang tua.
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula)... (QS 6:15)
Penjabaran berbuat baik pada orang tua adalah sebagai berikut:
Taat pada orang tua sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Allah (QS 29:8; 31:15)
Bertutur kata yang baik serta lemah lembut (QS 17:23).
Mendoakan orang tua (QS 17:24)
Memberi nafkah kepada orang tua (QS 2:215)
Tidak menghina orang tua
"Nabi bersabda: "Termasuk durhaka pada orang tua adalah mengutuk orang tua". Sahabat bertanya: "Bagaimana dapat seseorang mengutuk orangtuanya?" Jawab Nabi: "Salah seorang menghina ayah orang lain, kemudian orang itu balik menghina ayahnya. Dan ia menghina ibu orang lain, sehingga orang lain balik menghina ibunya" (HR Bukhari Muslim).
Durhaka pada Orang Tua termasuk Dosa Besar
Sabda Rasul saw: "Tiga dosa besar adalah menyekutukan Allah, durhaka pada orang tua dan saksi palsu. Maka jauhilah oleh kamu semua ketiganya itu" (HR Bukhari Muslim).
Beberapa Permasalahan
1. Adopsi
Adopsi dalam pengertian hukum Eropa (yang juga berlaku di banyak negeri muslim) adalah pengangkatan anak yang berakibat hilangnya hubungan darah dengan orang tua kandung, sehingga antara anak dan keluarga asal tidak ada lagi hubungan juridis (sehingga misalnya mereka tidak bisa saling mewarisi), sementara di keluarga yang baru, anak adopsi tersebut dianggap seperti anak kandung sendiri, sehingga memiliki hak-hak juridis tertentu (misalnya hak waris) serta terlarang atasnya untuk menikah dengan anggota keluarga yang mengadopsinya. Tak jarang pula proses adopsi mensyaratkan penggantian nama asli si anak, sehingga ia tidak lagi mengenal ayah / marga aslinya.
Islam melarang adopsi seperti ini. Firman Allah:
... dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama ... (QS. 33:4-5)
Selain itu, anak angkat tetap bukan muhrim bagi keluarga yang mengangkatnya. Hal ini harus diperhatikan terutama berkaitan dengan aurat.
Namun bila sekedar mengasuh anak orang lain -walaupun juga tinggal serumah dengan orang yang mengasuh, adalah dibolehkan, bahkan dianjurkan (terutama anak yatim), sepanjang tidak dirahasiakan asal usulnya, dan anak tsb. tetap dapat menjalin silaturahmi dengan keluarga kandungnya.
2. Aborsi
Haram hukumnya dalam Islam melakukan pengguguran kandungan setelah janin terbentuk dengan sempurna dan sudah mendapat ruh. Namun dalam hal kelanjutan kehamilan itu membahayakan keselamatan si ibu dan mengancam kematiannya, maka menurut kaidah hukum syariat harus memilih yang lebih kecil resikonya, dan boleh menggugurkan kehamilan tsb. Tentu saja hal ini harus dibicarakan dengan ahlinya (misalnya ahli kebidanan dan kandungan).
3. Haram membunuh anak karena takut kemiskinan
... dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; ... (QS. 6:151)
Anak punya hak hidup, dan orang tua mempunyai kewajiban untuk menjaga kelangsungan hidup anaknya. Anak juga mempunyai hak atas pendidikan, nafkah dan pemeliharaan. Orang tua tidak boleh mengabaikannya dan tidak boleh salah mengurusinya.
4. Warisan
Orang tua tidak boleh menghalangi anak-anaknya untuk menerima warisan, misalnya pada anak perempuan atau anak dari istri yang tidak disukainya.
dikembangkan dari
makalah Mursalim dan Agus Widodo
Nama-nama Bermakna untuk Anak Kita
"Salah satu hak anak pada orang tuanya adalah mendapatkan nama yang baik" (Al-Hadits)
"Maka berikanlah pada anakmu itu nama-nama yang baik,
karena sesungguhnya pada hari mahsyar nanti kalian akan dipanggil dengan nama-nama kalian" (Al-Hadits).
Nama adalah identitas. Seseorang diberi nama tertentu, agar ia mengidentifikasi dirinya dengan nama yang disandangnya. Oleh karena itu, orang tua muslim akan memberi nama anaknya dengan nama-nama yang memiliki arti atau cita-cita yang mulia, dan bukan dengan sekedar nama yang kurang bermakna.
Contoh nama yang kurang bermakna:
Jum'at - karena lahir hari Jum'at
Parisawati - karena lahir di Paris
Mukersnawati - lahir pas Musyawarah Kerja...
Derajat seorang manusia menurut Islam adalah diukur dari taqwanya atau kiprahnya dalam agama, dan bukan dari hartanya, asal usulnya, status sosialnya, atau fisiknya (kekuatan, kecantikan). Oleh karena itu, nama-nama terbaik dalam islam (nama-nama islami) adalah yang membuat si penyandangnya mengidentifikasi dirinya dengan taqwa atau sifat-sifat / akhlaq yang terpuji atau dengan person yang dikenal sangat bertaqwa dan bersifat mulia.
Contoh:
Abdurrahman - hamba Allah yang pengasih
Fikri - yang berfikir (memikirkan ciptaan Allah)
Jamaluddin - yang mempercantik agama
Zakaria - nama nabi yang dikenal shabar
etc.
Tentu saja di sini tidak cuma nama-nama bermakna dalam bahasa Arab saja yang layak dipakai. Selain kenyataan bahwa Al-Qur'an-ul Kariem diturunkan dalam bahasa Arab, bahasa Arab tidaklah lebih unggul daripada bahasa lain. Karena itu boleh-boleh juga memberi nama yang berarti serupa seperti:
dalam bahasa Jawa: Sarjono - 'Alim
dalam bahasa Inggris: Mary - Maryam
Namun seperti kenyataan bahwa bahasa itu mencerminkan budaya dan cara berfikir pemakainya, maka demikian pula dengan nama-nama yang lazim tersedia di bahasa tersebut. Tidak mengherankan, bahwa di bahasa Indian, lebih banyak nama yang kira-kira artinya:
Badai Salju
Gunung Karang
Matahari Merah
Atau di masyarakat nasrani Eropa nama-nama orang suci atau tokoh mereka seperti:
Julia - nama Romawi, Julius Caesar
Paula - penyebar agama Kristen di Eropa, Paulus
Sylvia - lahir di tahun baru
Demikian juga di masyarakat Indonesia. Nama-nama asli Indonesia (misal nama Jawa) lebih mencerminkan harapan-harapan orang Indonesia atau orang Jawa khususnya yang lebih bersifat lahiriah:
Sugiarto - orang yang banyak harta
Joko Prakosa - pemuda yang perkasa
Karyawan Budiman - semoga jadi pegawai yang baik
Sepintas tampak bahwa dalam pemberian nama ini, penggunaan kata-kata Arab lebih memungkinkan untuk memberi nama-nama dengan arti yang islami. Hal ini memang benar, namun bukanlah suatu kebetulan. Adalah Rasulullah saw sendiri yang memulai tradisi itu. Pada zaman Pra-Islam (jahiliyah) banyak pula nama-nama Arab yang artinya menekankan faktor lahiriah, materi atau penghambaan pada berhala. Maka dalam Islam terlarang untuk memberi nama yang mengingatkan pada kondisi atau person-person Jahiliyah itu, seperti:
'Abdu Maal - hamba harta
'Abdul Uzza - hamba Uzza (nama dewa Jahiliyah)
Qorun - bendaharawan Fir'aun yang dilaknat
Selain itu Nabi saw juga melarang memakai nama yang menyerupai gelar beliau, seperti:
Abu Qosim (oleh sebab itu juga dilarang menamai anak: Qosim, karena lalu membuat ayahnya dipanggil Abu Qosim - HR. Bukhari).
Namun Nabi saw mengijinkan memakai nama beliau (Muhammad).
Dewasa ini, orang-orang Indonesia lebih merasa bangga bila bisa memberi nama anaknya dengan nama yang chic, trendy atau modern walaupun terkadang tidak punya makna, seperti:
Fredy
Rudi
Cinthia, etc
(kalau tak salah, nama-nama ini diadopsi dari budaya Nasrani, Barat atau Hindu)
Kadang-kadang nama Arab dipakai dengan niat "masih berbau islami", tapi karena ketidaktahuan mereka, nama tersebut dikutip salah, seperti:
Samsul Rizal - (Rizal ???, Rijal=laki-laki)
Fachmi - (Fachmi=mewah, Fahmi=memahami)
Oleh karena itu bila memang berniat memberi nama dengan nama Arab, sebaiknya juga:
tahu cara menulisnya dalam tulisan Arab
tahu artinya atau sejarahnya
Sebenarnya dengan tetap menggunakan nama-nama Islamipun kita bisa pula memanggil anak-anak kita dengan panggilan singkat yang chic, trendy atau modern . Seorang gadis yang bernama Dzikrina bisa dipanggil Rina atau Hasanah dengan Anna. Sementara itu seorang pemuda bernama Muhlison bisa dipanggil Soni . Semua tergantung fantasi kita.
Nama-nama dalam daftar berikut ini tentu saja bisa digabung-gabungkan menjadi kombinasi menarik yang lebih bermakna dalam.
Daftar singkat ini tentu saja baru sebagian kecil dari nama-nama islami yang potensial untuk diberikan pada nama anak-anak keluarga Muslim. Sudah sepantasnya bila nama anak-anak Muslim dibedakan dari keluarga non-Muslim. Jangan sampai terjadi justru karena faktor-faktor duniawi itu kita mengambil nama-nama yang tidak islami agar terlihat chic, trendy, modern.
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia itu termasuk golongan mereka" (HR Abu Dawud).
Dostları ilə paylaş: |