Nama-nama untuk pria dan wanita
'Abid, 'Abidin
|
yang beribadah
|
'Abidah
|
'Ali
|
teman, sahabat nabi
|
'Aliyah
|
'Alim
|
yang mengetahui
|
'Alimah, 'Ilma
|
Amiin
|
terpercaya
|
Amiinah, Amna
|
Anas, Anis
|
bersahabat
|
Anisah
|
'Arif
|
yang mengenal
|
'Arifah
|
Azhar
|
bersinar, bercahaya
|
Zahra
|
Faried
|
yang satu-satunya, berharga
|
Fariedah
|
Fatih, Fatah
|
pembuka, pemenang
|
Fatihah
|
Fauzi
|
yang berhasil
|
Fauziyah
|
Habib (ie), Habibullah
|
yang dicintai
|
Habibah
|
Hamid
|
terpuji
|
Hamidah
|
Hanif
|
yang lurus
|
Hanifah
|
Hasan, Ihsan
|
yang berbuat baik
|
Hasanah
|
Hidayat, Huda
|
petunjuk
|
Hidayati
|
Husnan, Husni
|
yang berakhir dengan baik
|
Husna
|
Jamal, Jamaluddin
|
yang cantik, mempercantik
|
Jamilah
|
Latif
|
bersahabat, elegant
|
Latifah
|
Muhammad, Mahmud
|
Yang terpuji - Rasul
|
Mahmudah
|
Mukhlis, Mukhlison
|
yang setia pada kebenaran
|
Mukhlisah
|
Muhsin
|
yang ihsan
|
Muhsinah
|
Mukmin
|
yang iman
|
Mukminah
|
Muslim
|
yang islam
|
Muslimah
|
Nur, Nurruddin, Anwar
|
cahaya
|
Nur'Aini
|
Rahmat
|
karunia
|
Rahmah
|
Rasyid, Irsyad
|
yang mendapat tuntunan
|
Rasyidah
|
Salam, Salim
|
selamat
|
Salamah, Salimah
|
Shalih
|
sholeh
|
Shalihah
|
Za'im
|
pemimpin
|
Za'imah
|
Zain, Zainal+... 'Abidin
Zainuddin
|
kecantikan, perhiasan
- yang menghias agama
|
Zainab
|
Zakiy
|
suci, tidak berdosa
|
Zakiyah
|
Wahib, Wahab
|
yang memberi
|
Wahibah
|
Wahid
|
yang terbaik
|
Wahidah
|
Nama khusus laki-laki
Nama
|
Artinya
|
'Abdu+
(Asma-ul-Husna)
e.g.: 'Abdu Rozaq
|
hamba Allah yang ......
-- hamba Allah yang gemar memberi
|
'Abdullah
|
hamba Allah
|
'Isa
|
nama nabi dlm Qur'an
|
'Umar
|
hidup, sahabat nabi
|
'Utsman
|
sahabat nabi
|
Abu Bakar
|
sahabat nabi
|
Adam
|
nama nabi dlm Qur'an
|
Ahmad
|
yang dipuji
|
Anshar, Anshari
(juga: Naashir)
|
penolong
|
Darussalaam
|
salah satu nama syurga
|
Dawud
|
nama nabi dlm Qur'an
|
Fahmi
|
yang memahami
|
Fikri
|
yang berfikir
|
Firdaus
|
salah satu nama syurga
|
Fu'ad
|
kalbu (Deutsch: Herz)
|
Hafidz
|
penghafal
|
Hakim
|
bijaksana
|
Harun
|
nama nabi dlm Qur'an
|
Ibrahim
|
nama nabi dlm Qur'an
|
Idris
|
nama nabi dlm Qur'an
|
Ilham
|
yang mendapat inspirasi
|
Ilyas
|
nama nabi dlm Qur'an
|
Imam
|
pemimpin
|
Iman
|
kepercayaan
|
Iqbal
|
yang dikabulkan
|
Ishaq
|
nama nabi dlm Qur'an
|
Islam
|
yang berserah diri / Islam
|
Isma'il
|
nama nabi dlm Qur'an
|
Khalid
|
yang tahan terus menerus
|
Musa
|
nama nabi dlm Qur'an
|
Mushlih
|
reformer, pendamai
|
Musthafa
|
yang terpilih
|
Qomaruddin
|
bulan (penerang) agama
|
Ridha
|
yang diridhoi oleh Allah
|
Salah, Salahuddin
|
senjata / andalan agama
|
Shabar
|
yang sabar
|
Shiddiq, Shoddiq
|
jujur, yang dipercaya
|
Sulayman
|
nama nabi dlm Qur'an
|
Syaifuddin
|
pedang agama
|
Syaifullah
Syaiful Islam
|
pedang Allah
pedang Islam
|
Syamsuddin
|
matahari agama
|
Syakir
|
yang tahu berterima kasih
|
Syu'aib
|
nama nabi dlm Qur'an
|
Ya'qub
|
nama nabi dlm Qur'an
|
Yahya
|
nama nabi dlm Qur'an
|
Yusuf
|
nama nabi dlm Qur'an
|
Zakaria
|
nama nabi dlm Qur'an
|
Nama khusus perempuan
Nama
|
Artinya
|
'Aisyah
|
yang hidup, istri Nabi saw
|
Aasiyah
|
istri Firaun yang beriman
|
Dzikrina
|
yang ingat pada Allah
|
Fathonah
|
yang pandai
|
Fatimah
|
putri nabi saw yang zuhud
|
Fitri
|
yang kembali suci
|
Hawwa / Eva
|
ibu manusia, istri Adam
|
Istighfaroh
|
yang selalu istighfar
|
Khadijah
|
istri nabi saw yang zuhud
|
Lisaan-ul Khoiro
|
buah tutur yang baik
|
Maryam / Mary
|
ibunda Isa yang suci
|
Masyitoh
|
penyisir Firaun yang iman
|
Nidaa-ul Hasanah
|
panggilan yang baik
|
Qurrot-ul 'Uyun
|
penyejuk pandangan
|
Ulfah
|
terpercaya, menarik
|
Zahrah
|
bunga kehidupan
|
Pendidikan Kepribadian Anak dalam Islam
Ibarat kertas putih, anak menanti uluran tangan orang tuanya untuk memberi warna dan gambar pada kertas yang masih kosong itu. Betapa besar peran orang tua dalam pembentukan kepribadian anak, tergambar dalam hadits "Sesungguhnya setiap anak lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi" (HR Bukhari). Ya selagi anak masih dalam kondisi fitrah, adalah mudah bagi orang tua untuk memelihara kefitrahan anaknya itu dengan menyirami dan menumbuhsuburkan benih-benih alami anugerah Ilahi. Bukankah kita tak dapat membentuk ranting pohon yang sudah terlanjur tua? Begitupun halnya dengan sang buah hati. Mendidik anak dengan nilai-nilai Islami sejak dini akan melahirkan generasi Rabbani yang kelak mampu menjadi tiang-tiang penegak bangunan Islam yang kita dambakan.
Salah satu bagian dari pendidikan anak adalah masalah pembentukan sikap dan mental, atau dengan kata lain pembentukan kepribadian anak. Soal ini sering secara tak sadar terlalaikan oleh para orang tua. Orang tua kadang lupa bahwa segala sikap dan perilakunya dapat membekas di benak sang anak dan akan memberikan pengaruh pada kepribadian anak di masa mendatang. Tak jarang kita jumpai seorang anak yang begitu penakut terhadap orang, gara-gara sewaktu kecil ibunya selalu melarangnya untuk bergaul dengan temannya, atau anak menjadi gagap dalam berbicara karena setiap kali ia ingin bertanya tentang sesuatu hal, sang ayah selalu membentaknya. Demikian pula banyak kita jumpai anak yang rendah diri lantaran orang tuanya selalu memanggilnya dengan nama panggilan yang merendahkannya, seperti si Pemalas, si Tukang Tidur dan sebagainya. Anak yang selalu dicela pekerjaannya tanpa diberi penjelasan bagaimana yang seharusnya akan tumbuh menjadi anak yang rendah diri.
Orang tua adalah contoh nyata bagi seorang anak yang sedang tumbuh kepribadiannya. Apa yang dilakukan dan dikatakan orang tua, termasuk bagaimana orang tua memperlakukan sang anak akan membekas di dalam hatinya. Dan lama kelamaan akan menimbulkan image dalam pikiran anak, bahwa "seperti itulah saya". Oleh karena itu, agar tidak tertanam image yang salah, yang dapat berakibat tidak baik bagi perkembangan kepribadian anak masa selanjutnya, orang tua perlu memperhatikan beberapa sifat berikut ini:
Keyakinan kepada diri sendiri
Kemuliaan diri
Harga diri
Anggapan yang baik terhadap diri sendiri.
Keyakinan terhadap diri sendiri
Keyakinan terhadap diri sendiri sangatlah diperlukan dalam menghadapi berbagai masalah. Orang yang tidak yakin terhadap dirinya sendiri, akan mudah terombang-ambing oleh arus yang ada. Orang yang bersifat demikian akan mudah berubah pendiriannya. Ia akan selalu ragu-ragu dan akhirnya tidak mampu menyelesaikan tugasnya karena ia merasa tak sanggup.
Orang yang tidak yakin pada diri sendiri akan mudah menerima dan percaya pada omongan orang, walaupun belum tentu kebenarannya. Demikian pula ia tidak mempunyai keberanian untuk mengeluarkan pendapat, karena tak yakin apakah pendapatnya layak disampaikan dan bermanfaat bagi semua pihak.
Beberapa tindakan orang tua yang bisa menghilangkan keyakinan anak pada dirinya sendiri adalah:
Selalu memarahi dan menghukum anak setiap kali mereka berbuat kesalahan, tanpa disertai penjelasan mengapa hal itu salah. Misalnya memarahi anak yang baru berumur dua tahun yang makannya berceceran, padahal anak sedang belajar makan menggunakan sendok.
Memberikan bantuan dan perlindungan yang berlebihan meskipun sebenarnya anak sudah mampu mengerjakannya sendiri. Misalnya selalu menyuapi makanan, memakaikan pakaian pada anak yang sudah duduk di bangku SD.
Selalu mengkritik dan mencela hasil kerja anak. Anak yang memakai baju sendiri tapi belum bisa memasang kancing dikatakan bodoh, atau mentertawakan anak yang memakai sandal terbalik.
Selalu mengambil alih tugas anak dalam berkomunikasi dengan orang lain. Misalnya ketika anak menerima pemberian seseorang, si ibu yang berterima kasih, atau ketika di tanya namanya, sang bapak yang menjawab, tanpa memberi kesempatan pada anak untuk mengungkapkannya sendiri.
Orang tua selalu mengeluh atau menyatakan kekecewaan di depan anak atas kegagalan sang anak.
Kemuliaan diri
Islam memerintahkan umatnya untuk selalu merendahkan diri di hadapan Allah, tetapi tidak memintanya untuk merasa rendah dan hina di antara sesama manusia. "Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman (QS 3:Ali Imran:139)". Hadits Nabi menyebutkan "Siapa yang tunduk kepada orang kaya untuk mendapatkan sebagian hartanya, berarti ia telah membuat Allah benci (HR Thabrani)". Ada beberapa contoh dalam sejarah Islam. Ketika umat Islam hijrah ke Habsyah di bawah pimpinan Ja'far bin Abi Thalib, mereka tidak bersikap menyembah-nyembah kepada Raja Najjasi namun dengan tenang dan tegas menjawab semua pertanyaan Raja tersebut.
Apa yang dapat dilakukan agar dapat tumbuh pribadi yang mulia?
Menghormati diri sendiri, artinya tidak membiarkan orang lain mempermainkan kita. Bila ada yang berbuat tidak hormat kepada kita, tidak perlu kita marah-marah dan banyak berkata-kata, tapi cukuplah dikatakan bahwa apa yang dia lakukan itu adalah perbuatan yang tidak baik, dan bertentangan dengan akhlaq Islam.
Orang tua harus dapat membedakan antara perbuatan anak dan anaknya itu sendiri. Adalah wajar bahwa seorang anak mempunyai sifat ingin tahu dan selalu mencoba hal yang baru. Bila anak gagal dalam melakukannya jangan ditertawakan dan dikritik. Beri semangat agar anak mau mencoba lagi dan beri tahu apa yang seharusnya dia kerjakan.
Jangan memuji berlebihan. Jika anak berhasil melakukan sesuatu, pujilah sewajarnya saja. Jangan ditujukan pada keberhasilannya tetapi pada kerja keras dan usahanya. Pujian yang ditekankan kepada keberhasilannya akan membuat anak sombong. Selain itu ia akan merasa hina bila suatu saat ia gagal. Katakan "Ahmad juara satu karena Ahmad rajin belajar, berdoa dan patuh pada ummi dan abi" dan jangan katakan "Aduuh, anak ummi memang hebat, paling pinter sedunia".
Orang tua hendaknya melatih anak untuk bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Orang yang mulia adalah orang yang berani membuat keputusan dan bertanggung jawab atas keputusannya itu. Ajari anak membersihkan sendiri tumpahan air minumnya atau tunggu dengan sabar dia menghabiskan nasinya. Demikian pula biarkan anak tiga tahun memilih baju yang akan dipakai, dan ajari mengenakannya sendiri. Anak-anak yang lebih besar, dapat diberi tugas-tugas kecil yang sesuai usianya, misalnya ikut mengangkati jemuran dan melipat baju, atau melipat selimutnya sendiri.
Jangan biarkan anak melempar kesalahan pada orang lain. Segeralah orang tua untuk meluruskan kembali jika anak berbuat salah. Misalnya anak berebut mainan, kemudian memukul temannya hingga menangis. Ajari anak untuk meminta maaf pada temannya dan jelaskan bahwa pukulannya itu menimbulkan rasa sakit pada temannya.
Harga diri
Orang yang memiliki harga diri tidak akan mudah dipermainkan orang. Dia juga bisa menjaga dirinya untuk selalu mengerjakan perbuatan yang baik yang dituntunkan syariat dan menghindar dari perbuatan tercela yang dapat menjatuhkan harga dirinya dan agamanya.
Hal yang dapat merendahkan harga diri anak:
Memanggil anak dengan nama panggilan yang tidak baik, misalnya Manja, Malas, Rakus, Sableng. Panggilan ini akan terekam dalam benak si anak bahwa ia memang seperti itu keadaannya, dan hal itu tidak dapat diperbaiki lagi. Ini menyebabkan anak merasa tidak berharga.
Membanding-bandingkan anak dengan anak lainnya. Misalnya dengan mengatakan, "Nak, kamu itu kok malas sekali to. Coba lihat itu Ali putra Bu Fulanah, kan rajin sekali, selalu rangking satu di kelasnya"
Menceritakan kekurangan anak kepada orang lain, lebih-lebih di hadapan anak itu sendiri.
Tidak memberikan jawaban yang tepat yang bisa dipahami anak ketika anak bertanya tentang sesuatu. Misalnya mengatakan, "Sudahlah, nggak usah tanya-tanya. Kamu masih kecil", atau "Kerjakan sajalah apa yang diperintahkan ayah, kalaupun diterangkan kau tidak dapat memahaminya".
Anggapan baik terhadap diri sendiri
Banyak orang yang tidak penah merasa puas dengan dirinya. Ia selalu membandingkan dengan orang lain, dan kemudian timbullah penyesalannya. "Ah, saya kok tidak secantik si A, tidak seberuntung si B, tidak sekaya si C" dan sebagainya. Penyesalan ini kemudian berakibat lebih jauh lagi, ia merasa dirinya paling malang, sengsara, hina. Dan yang lebih berbahaya, ia menganggap bahwa Allah tidak adil. Perasaan semacam ini akan melahirkan sikap putus asa, patah semangat dan tidak mau berusaha. Selain itu ia juga akan menjauh dari Allah.
Bagaimana supaya anak bisa menerima keadaan dirinya dan mempunyai anggapan yang baik terhadap dirinya sendiri? Ajari anak untuk selalu bersyukur kepada Allah. Tanamkan pada si anak bahwa apa yang diberikan Allah kepada kita adalah yang terbaik untuk kita. Allah Maha Tahu apa yang cocok untuk masing-masing kita. "....Boleh jadi kamu tiada suka sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu suka sesuatu, padahal hal itu tak baik bagimu. Sungguh Allah Maha Mengetahui dan kamu tiada mengetahui (QS 2:Al Baqarah:216)". Jadi bila anak mengeluh bahwa kulitnya hitam, katakan bahwa meskipun hitam, tapi sehat, sementara banyak orang yang kulitnya putih tapi menderita penyakit kulit. Atau anak memuji-muji kecantikan si A teman bermainnya dan mengeluhkan parasnya yang tidak rupawan, jelaskan bahwa wajah anak kita juga cantik, dan ajari untuk bersyukur bahwa anak tidak memiliki gangguan dalam wajahnya.
Begitu pula bila si anak mengeluh, tidak bisa belajar membaca dengan lancar sementara teman-teman lain sudah bisa lancar. Jangan malah diiyakan dengan "Kamu memang bodoh, sudah besar belum bisa membaca". Kalimat semacam ini akan membuat anak putus asa, dan ia tidak mau lagi belajar. Akibatnya anak malah tidak bisa membaca. Tapi ucapkan kalimat yang menenteramkan dan membangitkan semangatnya untuk tetap tekun belajar membaca. "Nak, dulu mereka juga sepertimu, tidak lancar membaca. Tapi karena rajin dan tiap hari mau belajar, mereka bisa pintar membaca. Kamu juga harus rajin berlatih membaca ya. Mari ummi bantu". Mendengar penuturan lembut sang ibu, Insya Allah anak justru makin bersemangat untuk berusaha.
Referensi:
Rahmatullah Khan: Pembentukan Pribadi Anak
Permasalahan Bisnis di dalam Islam
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung. (QS. 62:10)
Dari sudut pandang Islam, orang muslim yang baik bukanlah mereka yang hanya berdiam diri di masjid saja. Muslim yang baik adalah manusia aktif yang dalam usaha duniawinya tidak pernah melupakan kewajiban kepada sang Khalik. Salah satu usaha duniawi seorang muslim mencari karunia Allah adalah berdagang. Rasulullah telah mengajak para pengikutnya untuk menjalankan usaha perdagangan dan mengungkapkan keutamaan-keutamaan seorang pedangang. Dalam sebuah haditsnya beliau bersabda: "Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya termasuk ke dalam golongan rasul, orang yang jujur dan para syahid" (HR. Al-Hakim, Tirmidhi).
Jadi tidaklah mengherankan jika Rasulullah mensejajarkan peranan pedagang yang jujur dengan pejuang-pejuang yang berjihad di jalan Allah. Penilaian ini juga menegaskan bahwa berjuang di jalan Allah bukan hanya dengan mengangkat senjata menghadapi musuh Islam, tetapi dapat juga bermakna dalam kehidupan ekonomi (memerangi kemiskinan).
Namun usaha perdagangan dapat menyita perhatian manusia, karena sibuk dengan kegiatan mengkalkulasi biaya, membuat pembukuan dsb., sehingga mengganggu kewajiban mereka kepada Allah. Bahkan pada zaman Rasulullah terjadi peristiwa sbb:
Ketika Rasulullah saw sedang berkhutbah di hadapan jama'ahnya tersiar kedatangan rombongan kafilah yang membawa bermacam barang dagangan. Seketika itu juga jamaah tersebut bergegas mendatangi kafilah itu dan meninggalkan Rasulullah. Maka turunlah wahyu Allah yang berupa peringatan:
Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah sebaik-baik Pemberi rezki. (QS. 62-Al-Jumuah:11)
Agama Islam menawarkan kesempatan yang baik untuk melaksanakan usaha perdagangan internasional selama musim ibadah haji di mana berjuta-juta kaum muslimin dikumpulkan pada suatu tempat.
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan jalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, agar mereka mempersaksikan berbagai manfa'at bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka ... (QS. 22-Al-Hajj: 27-28)
Memang pernah timbul anggapan bahwa berdagang selama musim haji adalah haram sebab akan mengganggu kekhusyu'an ibadah dan niat haji. Maka disebutkan dalam Qur'an sangkalan terhadap anggapan tersebut:
Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Rabbmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berzikirlah kepada Allah di Masy'aril Haram... (QS. 2:198)
Dostları ilə paylaş: |