Program magister ilmu komunikasi pascasarjana unisba



Yüklə 333,96 Kb.
səhifə6/14
tarix26.07.2018
ölçüsü333,96 Kb.
#59541
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   14

Madzhab-Madzhab Fikih

  1. Syafi’iyyah


Madzhab Syafi'i (bahasa Arab: شافعية , Syaf'iyah) adalah madzhab fikih yang dicetuskan oleh Muhammad ibn Idris asy-Syafi'i atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Syafi'i. Madzhab ini kebanyakan dianut para penduduk Mesir bawah, Arab Saudi bagian barat, Suriah, Indonesia, Malaysia, Brunei, Malabar, Hadramaut, dan Bahrain.41

Pemikiran fikihmadzhab ini diawali oleh Syafi'i, yang hidup di zaman pertentangan antara aliran Ahlul Hadits (cenderung berpegang pada teks hadist) dan Ahlur Ra'yi (cenderung berpegang pada akal pikiran atau ijtihad). Syafi'i belajar kepada Malikibn Anas (pendiri madzhab Malikiyah) sebagai tokoh Ahlul Hadits, dan Muhammad ibn Hasan Asy Syaibani sebagai tokoh Ahlur Ra'yi yang juga murid Abu Hanifah (pendiri madzhab Hanafiyah). Syafi'i kemudian merumuskan aliran atau madzhabnya sendiri, yang dapat dikatakan berada di antara kedua kelompok tersebut. Syafi'i menolak istihsan dari Abu Hanifah maupun Mashalih Mursalah dari Malik. Namun demikian Madzhab Syafi'i menerima penggunaan qiyas secara lebih luas ketimbang Malik. Meskipun berbeda dari kedua aliran utama tersebut, keunggulan Syafi'i sebagai ulama fikih, ushul fikih, dan hadits di zamannya membuat madzhabnya memperoleh banyak pengikut; dan kealimannya diakui oleh berbagai ulama yang hidup sezaman dengannya.

Dasar-dasar Madzhab Syafi'i dapat dilihat dalam kitab ushul fikihAr Risalah dan kitab fikih Al Umm. Di dalam buku-buku tersebut Syafi'i menjelaskan kerangka dan prinsip madzhabnya serta beberapa contoh merumuskan hukum far'iyyah (yang bersifat cabang). Dasar-dasar madzhab yang pokok ialah berpegang pada hal-hal berikut.


  1. Al-Quran, tafsir secara lahiriah, selama tidak ada yang menegaskan bahwa yang dimaksud bukan arti lahiriahnya. Syafi'i pertama sekali selalu mencari alasannya dari Al-Quran dalam menetapkan hukum Islam.

  2. As-Sunnah dari Rasulullah kemudian digunakan jika tidak ditemukan rujukan dari Al-Quran. Syafi'i sangat kuat pembelaannya terhadap As-Sunnah sehingga dijuluki Nashir As-Sunnah (pembela As-Sunnah Nabi).

  3. Ijma' atau kesepakatan para Sahabat Nabi, yang tidak terdapat perbedaan pendapat dalam suatu masalah. Ijma' yang diterima Syafi'i sebagai landasan hukum adalah ijma' para sahabat, bukan kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu hukum; karena menurutnya hal seperti ini tidak mungkin terjadi.

  4. Qiyas yang dalam Ar Risalah disebut sebagai ijtihad, apabila dalam ijma' tidak juga ditemukan hukumnya. Akan tetapi Syafi'i menolak dasar istihsan dan istishlah sebagai salah satu cara menetapkan hukum Islam.42

Sebagian besar umat Islam di Indonesia menganut madzhab Syafi’i dalam masalah fikih, walaupun terdapat perbedaan dalam madzhab teologisnya. Bahkan, ulama madzhab Syafi’i yang diakui oleh dunia Islam pernah lahir di Indonesia, ia adalah SyaikhNawawi Al Bantani, yang banyak menulis kitab-kitab rujukan madzhab Syafi’i. Adapun salah satu ulama madzhab Syafi’iyah kontemporer adalah Wahbah Zuhailiy.

Madzhab Syafi’i menjadi rujukan mayoritas masyarakat muslim di Indonesia, khususnya dari kalangan Nahdliyin. Mereka berpendapat tentang wajibnya mengambil salah satu madzhab. Walaupun dalam aturan organisasi NU tidak memaksakan salah satu madzhab, namun para Kiyai dan Ustadz NU mengajarkan bahwa madzhab yang paling tepat untuk dijadikan pegangan dalam permasalahan fikih adalah madzhab Syafi’i.

Persebaran madzhab Syafi’i di Indonesia memang tidak sekedar terjadi di kalangan Nahdliyin saja. Ormas-ormas Islam generasi awal juga lebih memilih madzhab Syafi’i sebagai pegangan dalam permasalahan fikih. Namun, dalam perkembangannya beberapa ormas yang lebih terbuka seperti Persis, Muhammadiyah, atau Al Irsyad kemudian melakukan talfiq madzhab (akan dibahas kemudian).

  1. Hanabilah


MadzhabHanabilahatau lebih populer dikenal dengan istilah madzhab Hanbali dicetuskan oleh Ahmad ibn Muhammad Hanbal ibn Hilal (164 – 241 H.). Ia terlahir di Baghdad Irak pada tahun 164 H/780 M . Ayahnya meninggal dunia ketika Ahmad masih kecil, ia kemudian diasuh oleh ibunya.

Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al-Quran hingga ia hafal pada usia 15 tahun, ia juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula. Ia telah mempelajari Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini ia pernah pindah atau merantau ke Syam (Syria).

Ahmad ibnHanbal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara mereka adalah: Ismailibn Ja’far, Abbad ibn Abbad Al Ataky, Umari ibn Abdillah ibn Khalid, Husyaim ibn Basyir ibn Qasim ibn Dinar As-Sulami, Imam Asy-Syafi’i, Waki’ ibn Jarrah, Ismail ibn Ulayyah, Sufyan ibn ‘Uyainah, Abdurrazaq, Ibrahim ibn Ma’qil

Ahmad ibnHanbal menjadi guru bagi para Peneliti Hadits, di antara yang paling menonjol adalah: Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa`i, Tirmidzi, Ibn Majah, dan Asy Syafi’i, yang sekaligus menjadi gurunya dalam masalah ushul fikih. Madzhab ini kemudian dipopulerkan oleh Ibn Taymiyah dan muridnya Ibn Qayim Al-Jawziyah, sampai akhirnya menjadi madzhab resmi di Saudi Arabia setelah pemikiran Muhammad ibn Abdul Wahab berhasil berkembang di wilayah Hijaz.43

Menurut IbnQayim Al Jawziah, prinsip dasar Madzhab Hanbali adalah sebagai berikut:


  1. An-Nushush (jamak dari nash), yaitu Al-Quran, As-Sunnah Nabi, dan Ijma’;

  2. Fatwa Sahabat;

  3. Jika terdapat perbedaan pendapat para sahabat dalam menentukan hukum yang dibahas, maka akan dipilih pendapat yang lebih dekat dengan Al-Quran dan As-Sunnah Nabi;

  4. Hadits mursal44 atau hadits dhaif45 yang didukung oleh qiyas dan tidak bertentangan dengan ijma'; dan

  5. Apabila dalam keempat dalil di atas tidak dijumpai, akan digunakan qiyas. Penggunaan qiyas bagi Imam Ahmad ibn Hanbal hanya dalam keadaan yang amat terpaksa dan darurat. Prinsip dasar Madzhab Hanbali ini dapat dilihat dalam kitab hadits Musnad Ahmad ibn Hanbal. Kemudian dalam perkembangan Madzhab Hanbali pada generasi berikutnya, madzhab ini juga menerima istihsan, sadd az Zari'ah, 'urf; istishab, dan al maslahah al mursalah sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam.

Madzhab Hanbali masuk ke Indonesia seiring dengan persentuhan para pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di Saudi Arabia. Madzhab ini kemudian berkembang di Indonesia setelah berdirinya LIPIA pada tahun 1980 -pada awal berdirinya bernama Lembaga Pendidikan Bahasa Arab (LPBA)-, dan menyusul lembaga pendidikan serupa yang mengajarkan fikih madzhab Hanbali bermunculan pada tahun 1990-an.

Madzhab Hanbali di Indonesia dianut oleh gerakan-gerakan yang berbasis Ahlul Hadits dalam masalah akidah. Gerakan Salafi adalah yang paling berkomitmen dengan madzhab ini. Rujukan mereka adalah para ulama Hanabilah, baik yang masa lalu, seperti Ibn Qudamah Al-Maqdisi, Ibn Taymiyah, dan Ibn Qayim Al-Jawziyah, maupun yang kontemporer, seperti Muhammad ibn Shalih Al-Utsaymin, Abdullah ibn Abdul Aziz ibn Bazz, dan Nashiruddin Al-Albani.



  1. Ja’fariyah


Ja'far ash-Shadiq (Bahasa Arab: جعفر الصادق), nama lengkapnya adalah Ja'far ibn Muhammad ibn Ali ibn Husain ibn Ali ibn Abu Thalib, adalah Imam ke-6 dalam tradisi Islam Syi’ah. Ia lahir di Madinah pada tanggal 17 Rabiul Awwal 83 H. / 20 April 702 M., dan meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 H. / 13 Desember 765 M. Ja'far yang juga dikenal dengan julukan Abu Abdillah dimakamkan di Pekuburan Baqi', Madinah. Ia merupakan ahli ilmu agama dan ahli hukum Islam (fikih).46
Dasar pemikiran hukum madzhab Ja’fari adalah :

1. Al-Quran

2. Sunah

3. Ijma’


4. Akal47

Saat ini, fikih Ja’fari resmi dianut oleh kaum Syi’ah Rafidhah. Bahkan jika kita mengkaji madzhab Ja’fari di zaman modern ini, mau tidak mau kita akan bertemu dengan tradisi Madzhab Ja’fari ala kaum Syi’ah. Karena hanya sumber-sumber itu saja yang hingga kini masih bisa ditemui.

Pengikut madzhab Ja’fari di zaman modern (kaum Syi’ah) membagi periodisasi fikih menjadi dua : periode tasyri’ dan periode tafri’.Periode tasyri’ (penetapan syariat) adalah periode turunnya syariat yang meliputi masa kenabian Rasulullah sejak awal hingga ia wafat. Periode ini diwarnai dengan turunnya ayat-ayat Al-Quran dan ajaran ilahi kepada Rasul. Selama rentang masa 23 tahun ia menerima wahyu yang mencakup semua hukum syariat.

Periode tafri’ (penafsiran syariat) dimulai sejak Nabi Muhammad wafat dan berlangsung sampai kelak Imam Mahdi (menurut penafsiran kaum Syi’ah) muncul di tengah-tengah umat. Tafri’ secara umum dimaknai istinbath dan penyimpulan hukum berdasarkan syariat yang diterima dan diajarkan oleh Rasulullah.

Periode tafri’ juga terbagi menjadi beberapa tahapan lagi. Tahapan pertama adalah masa hidup para imam. Ketika itu, para pengikut Sunni sudah memasuki masa ijtihad, berbeda halnya dengan para pengikut Syi’ah. Di zaman itu, Syi’ah merujuk kepada pendapat dan kata-kata para imam Ahlul Bait dalam semua masalah syariat.

Di antara 12 imam yang diakui kalangan Syi’ah Rafidhah, Muhammad Al Baqir dan Ja’far Shadiq yangdianggap paling banyak mendapat kesempatan untuk berbicara dan menerangkan hukum-hukum agama. Karena itu, dalam kepustakaan hadits pengikut Madzhab Ja’fari modern, jumlah riwayat dari kedua Imam tersebut jauh lebih besar dibanding riwayat para imam yang lain. Karena itu pula, dalam masalah fikih kaum Syi’ah memilih untuk menganut fikih Ja’fari.48

Begitupun dengan kaum Syi’ah di Indonesia. Baik mereka yang tergabung dalam IJABI atau ABI, keduanya secara resmi menganut madzhab Ja’fari dalam masalah fikih.

  1. Madzhab Talfiq (Lintas Madzhab)


Secara bahasa, kata talfiq (تلفيق) itu bermakna adh-dhammu (الضمُّ) dan al-jam’u (الجَمْعُ). Dalam bahasa Indonesia keduanya dengan mudah kita maknai sebagai menggabungkan. Dalam penggunakan bahasa Arab, ketika kita menyebut lafqu at-tsaubi (لفق الثوب), bermakna menggabungkan dua ujung kain dengan ujung kain yang lain dengan jahitan. Kata at-tilfaq (التِلفاق) bermakna dua pakaian yang digabungkan menjadi satu. Dan ungkapan talafuq al-qaum (تلافق القوم)bermakna bertemunya suatu kaum. Sehingga istilah talfiq antar madzhab bisa kita pahami secara etimologis sebagai penggabungan madzhab.49

Pada dasarnya talfiq dibolehkan dalam agama, selama tujuan melaksanakan talfiq semata-mata untuk melaksanakan pendapat itu dan mengambil apa yang paling benar dalam arti setelah meneliti dasar hukum dari pendapat itu dan mengambil apa yang dianggap lebih kuat dasar hukumnya. Akan tetapi ada talfiq yang tujuanya untuk mencari yang ringan-ringan dalam arti bahwa yang diikuti adalah pendapat yang paling mudah untuk dikerjakan. Sekalipun dasar hukumnya lemah. Talfiq semacam ini dicela para ulama.50

Jadi, talfiq bukan berarti memilih yang ringan-ringan di antara madzhab, juga bukan berarti berpindah-pindah madzhab sesuai dengan kehendak pribadi semata. Talfiq yang diperbolehkan dan inilah yang dibahas di sini, yaitu talfiq yang dilakukan dalam rangka mencari yang paling kuat di antara pendapat para Imam madzhab dan hal ini bahkan dianjurkan. Inilah yang dilakukan oleh para ulama kontemporer seperti Sayid Sabiq yang menyusun kitab FikihAs-Sunnah, dimana kitab ini menjadi pegangan sebagian kaum muslimin di Indonesia, atau apa yang dilakukan oleh para ulama di Persis dan Muhammadiyah dalam merumuskan hukum-hukum fikihnya.

Namun demikian, ada sebagian kelompok yang memang sengaja melakukan talfiq untuk mencari-cari kemudahan, bahkan seringkali mengkritisi pendapat para Imam dan dalil yang digunakannya. Kelompok ini melakukan kritik radikal namun cenderung liberal sehingga batas-batas kebolehan talfiq yang disebutkan oleh para ulama terdahulu seringkali dilanggar. Di Indonesia talfiq jenis ini dipelopori oleh kaum liberal yang hari ini bernaung di bawah JIL (Jaringan Islam Liberal).

Pada dasarnya, talfiq madzhab merupakan hal yang terpuji bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melakukannya. Para Imam Madzhab juga memberikan nasihat demikian. Di antara kata-kata mereka adalah “bila ada pendapatku yang bertentangan dengan hadits shahih, maka ikutlah hadits.” Namun, realitanya tidak semua orang memiliki kemampuan untuk melakukan talfiq. Karenanya, bagi orang-orang tertentu, khususnya mereka yang masih awam dalam beragama, para ulama menyarankan untuk memilih salah satu madzhab saja. Hal ini agar mereka tidak terjatuh pada memilih pendapat yang mudah-mudah saja dan merusak agamanya sendiri.

Di Indonesia, metode talfiq madzhab diperkenalkan oleh kaum modernis dari kalangan Persis dan Muhammadiyah. Mereka mempromosikan pemikirannya dengan jargon “kembali kepada Quran dan Hadits.” Maksudnya adalah meneliti kembali fatwa para ulama dan memilih pendapat yang paling dekat dengan Al-Quran dan As-Sunnah.

Pendapat ini pada awalnya mendapat reaksi yang keras, khususnya dari kalangan Nahdliyin. Karena mereka berpendapat wajibnya mengikuti salah satu madzhab. Bahkan, Persis dan Muhamamadiyah kerap kali disebut sebagai madzhab kelima atau disebut dengan istilahWahhabi.

Selain Persis dan Muhammadiyah, gerakan-gerakan Islam kontemporer seperti Ikwhanul Muslimin (IM), Hizbut Tahrir (HT), dan sebagian Salafi juga menganut pendapat talfiq madzhab. IM misalnya, menggunakan kitab FikihAs-Sunnah yang ditulis oleh Sayid Sabiq. Ia telah melakukan talfiq madzhab dalam kitab tersebut dan meringkasnya agar mudah diamalkan, bahkan oleh orang awam sekalipun. Kitab tersebut juga digunakan oleh sebagian kalangan dari Salafi, khususnya SalafiHaraki dan SalafiJihadi. Adapun SalafiKonvensional lebih memilih untuk mengikuti pendapat madzhab Hanabilah.



BAB IV

Yüklə 333,96 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   14




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin