Bab IV hasil penelitian


Represantasi dalam Rangkaian Antar Kalimat



Yüklə 457,08 Kb.
səhifə6/8
tarix08.01.2019
ölçüsü457,08 Kb.
#91828
1   2   3   4   5   6   7   8

Represantasi dalam Rangkaian Antar Kalimat

Tabel 4.14 Representasi Rangkaian Antar Kalimat HTH Edisi April 2015

Sumber : hasil penelitian



Posisi

Teks

Jenis Representasi

Paragraf 1

Kolom 1


Sang Ratu beranggapan bahwa kini bukanlah saatnya untuk membicarakan emansipasi. ‘‘Karena kini hak-hak perempuan sudah mempunyai dasar hukum,’’ ujar GKR Hemas membuka perbincangan siang itu. Namun, fakta tersebut ternyata belum otomatis membuat semua perempuan Indonesia bebas dari aneka bentuk diskriminasi. Menurut sang Ratu yang ditemui di kantornya di Gedung Nusantara, Komplek MPR-DPR RI, budaya patriarki yang kental di Indonesia membuat kemampuan perempuan masih dipandang sebelah mata di ranah publik.

Saling bertentangan

Hubungan waktu



Paragraf 4

HELLO! Indonesia tak menyangka ketika isu ini disinggung, GKR Hemas menuturkan emansipasi justru telah usai. Menurutnya, kini gerakan perempuan sudah cukup banyak dan perempuan sudah tak lagi menjadi ranah domestik saja.

Saling berhubungan

Paragraf 6

Ia kemudian berkisah kalau Sang Raja, Sri Sultan Hamengku Buwono X adalah suami yang mandiri dan adil. “Sejak dulu ia suka menyeterika bajunya sendiri, bahkan kalau baju saya tampak kusut, ia yang menyetrika. Ia tidak percaya kalau saya yang menyetrika, hahaha....,” gelaknya yang disambut tawa takjub seisi ruangan.

Saling berhubungan

Paragraf 8

Kini GKR Hemas melihat ada beberapa peraturan yang ingin kembali mengukung perempuan. Salah satunya adalah peraturan daerah yang melarang perempuan untuk pulang malam. “Bagaimana kalau ada yang mau melairkan di malam hari dan perempuan harus bertugas membantu ?” Tanyanya dengan nada bingung

Saling Berhubungan

Transisi : Hubungan Waktu



Kini


Paragraf 10

“….. Ketika saya memutuskan terjun ke politik, yang pertama saya lakukan adalah meminta izin suami. Selanjutnya saya meminta kesepakatan anak-anak….”

Saling Mendukung

Hubungan Waktu



Paragraf 12

Kepedulian GKR Hemas akan hak-hak perempuan dan aktivitasnya di berbagai organisasi, membawanya pada kenyataan pahit tentang posisi peran perempuan masih termarjinalisasi dalam masyarakat. Ketika membicarakan hal tersebut, mata sang Ratu mendadak berkaca-kaca. Suaranya menjadi lirih dan tampak ia berusaha menahan emosi. “Saya menyaksikan sendiri bagaimana kemampuan perempuan disalahgunakan, perempuan dijadikan objek, bukan subjek. Di daerah perbatasan, para TW diperjualbelikan. Ada kerja sama antar oknum dan menghasilkan pemasukan miliaran rupiah”

Saling Mendukung

Salah satu aspek penting dalam analisis representasi kombinasi antar kalimat ialah untuk melihat apakah partisipan atau narasumber dianggap mandiri ataukah ditampilakn sebagai pemberian reaksi terhadap teks yang ditulis.

Pada paragraf 1 kolom 1 terdapat kalimat yang menunjukkan adanya hubungan waktu, namun selain menunjukkan adanya hubungan waktu, kombinasi antar kalimat tersebut juga menunjukkan adanya pertentangan. Penulis menggunakan kata “kini” untuk menjelaskan pembahasan yang sedang di bicarakan oleh sang narasumber, yaitu permasalahan yang sedang terjadi sekarang ini. Penulis kemudian mengutip ucapan sang narasumber yang mengatakan bahwa hak perempuan sudah didasari oleh hukum, setelah itu penulis melanjutkan kalimat tersebut dengan sebuah sanggahan dengan penggunaan kata “namun” yang menyangkal pernyataan sang narasumber. Penulis mengutarakan bahwa masih terjadinya diskriminasi, disini ia tidak sependapat dengan narasumber. Namun kemudian pada kalimat selanjutnya penulis memberikan kutipan tidak lagsung, kutipan tidak langsung tersebut memperkuat pendapat sang penulis yang menyatakan bahwa hukum belum berjalan dengan baik.

Pada paragraf 4 penulis menemukan kombinasi antarkalimat yang saling berhubungan, berdasarkan penempatan kalimat narasumber berperan sebagai pemberi reaksi dalam teks berita. Pada awal kalimat penulis menuturkan bahwa sang penulis kaget akan reaksi yang diberikan narasumber yang menyatakan bahwa emasipasi wanita telah usai. Kemudian pada kalimat berikutnya penulis mengutip sang narasumber dengan menggunakan kutipan kalimat tidak langsung yang menyatakan alasan mengapa sang narasumber menyebutkan bahwa emansipasi telah usai. Disini berdasarkan penempatan kalimat dan makna yang ingin disampaikan oleh penulis, dalam kalimat ini narasumber dinilai mendukung pernyataan yang sebelumnya sudah diberikan oleh penulis.

Dalam paragraf 6, ditemukan kombinasi kalimat yang saling berhubungan. Dalam kalimat tersebut kata “kemudian” digunakan untuk menjelaskan paragraf sebelumnya yang mengatakan adanya keganjalan dari sisi budaya mengenai emansipasi wanita. Lalu penggunaan kata “sejak dulu” menyatakan bahwa adanya hubungan waktu yang menjelaskan kalimat sebelumnya. Pemilihan kata “sejak dulu” pun mendeskripsikan bahwa sampai sekarang hal tersebut masih berlaku. Dalam potongan kalimat tersebut penulis ingin menunjukkan dan memperjelas pernyataan sang narasumber pada paragraf lima, yang menyebutkan bahwa adanya ketidakadilan peran dalam keluarga. Kalimat dalam paragraf 6 memiliki keterkaitan dengan satu sama lain, namun jika kita membandingkannya dengan kalimat pada paragraf lima adanya kalimat yang saling bertentangan. Hal ini didapat dari kalimat yang ada di paragraf 5 yang menyatakan bahwa adanya ketidakadilan peran dalam keluarga, namun kemudian pada paragraf enam disebutkan bahwa sang suami narasumber merupakan seseorang yang mandiri dan menyangkal pendapat yang sebelumnya dikutip dari sang narasumber.

Dalam paragraf 8 ditemukan lagi kalimat dimana sang penulis menempatkan narasumber sebagai pemberi reaksi dalam teks berita. Pada paragraf yang saling berhubungan tersebut, dapat dilihat adanya kaitan waktu yang menunjukkan bahwa sang narasumber melihat adanya peraturan yang mencoba untuk membatasi kebebasan seorang perempuan, kemudian penulis memberikan kutipan dari narasumber yang secara tidak langsung menyatakan bahwa hal tersebut merupakan hal yang mempersulit perempuan. Kalimat pada awal paragraf kemudian didukung dengan kutipan dari sang narasumber yang mengandaikan bila adanya keperluan yang bersifat mendadak seperti melahirkan pada malam hari. Dapat dilihat disini kalau penulis dan narasumber sama-sama sependapat bahwa peraturan malam yang ada dirasakan tidak efektif.

Pada paragraf 10 terhadap kalimat tersebut ditemukan adanya kalimat yang saling mendukung dan adanya keterkaitan dalam hubungan waktu. Kalimat tersebut menyatakan bahwa saat sang narasumber ingin berperan dalam bidang politik. Ia menuturkan bahwa hal yang pertama kali ia lakukan ialah untuk meminta izin terhadap suaminya, barulah kemudian ia meminta izin terhadap anak-anaknya. Adanya koneksi antara kalimat yang terdapat pada paragraf 10 dengan kalimat yang terdapat pada paragraf 1 yang menyatakan bahwa Indonesia masih menganut budaya patriarki

Pada paragraf 12 ditemukan adanya opini penulis lagi yang menyatakan bahwa adanya fakta yang tidak mengenakan mengenai posisi perempuan yang ia nilai masih disalah gunakan, hal ini kemudian didukung oleh kutipan yang berasal dari sang narasumber, yang menyebutkan bahwa ia melihat adanya kasus penjualbelian TKW yang terjadi di perbatasan. Berdasarkan kalimat tersebut sang narasumber dan penulis mempunyai pendapat yang sama mengenai nasib perempuan yang dinilai masih jauh dari baik. Bila melihat struktur kalimat yang ada, disini kembali menempatkan narasumber sebagai pendukung atau pemberi reaksi terhadap teks berita yang ada.


  1. Relasi

Analisa relasi memandang media sebagai suatu arena sosial, dimana semua kelompok, golongan, khalayak yang ada dalam masyarakat saling berhubungan dan menyampaikan pendapat dan gagasan masing-masing, dengan versi mereka sendiri. Fairclough menyebutkan bahwa dalam analisa relasi partisipannya berupa wartawan (termasuk redaktur dan penulis), khalayak media dan khalayak publik (termasuk politis, pengusaha, tokoh masyarakat)

Dalam artikel yang berjudul “Gusti Kanjeng Ratu Hemas Emansipasi dan Tradisi” yang diambil dari rubrik heart to heart majalah HELLO! edisi April 201, adanya tiga relasi dalam artikel tersebut, yang pertama ialah hubungan narasumber dengan penulis, hubungan narasumber dengan topik tersebut, dan hubungan penulis terhadap topik itu sendiri.

Dalam artikel ini penulis melihat bahwa penulis menempatkan narasumber hanya sebagai pemberi reaksi terhadap teks berita. Narasumber disini ditempatkan sebagai seseorang yang mendukung pernyataan sang narasumber, penulis membangun opininya dalam artikel ini dan kemudian memberikan kutipan dari sang narasumber yang akan mendukung atau memperkuat pernyataan yang sudah ia tulis. Hal tersebut salah satunya dapat dilihat pada paragraf 1 kolom 1

Sang Ratu beranggapan bahwa kini bukanlah saatnya untuk membicarakan emansipasi. ‘‘Karena kini hak-hak perempuan sudah mempunyai dasar hukum,’’ ujar GKR Hemas membuka perbincangan siang itu. Namun, fakta tersebut ternyata belum otomatis membuat semua perempuan Indonesia bebas dari aneka bentuk diskriminasi. Menurut sang Ratu yang ditemui di kantornya di Gedung Nusantara, Komplek MPR-DPR RI, budaya patriarki yang kental di Indonesia membuat kemampuan perempuan masih dipandang sebelah mata di ranah publik.

Dalam kalimat tersebut selain penulis memberikan pernyataannya ia juga memberikan suatu sanggahan akan pernyataan awal sang narasumber, dimana sang penulis melanjutkan kalimat tersebut dengan kata “namun”, kemudian penulis menyatakan bahwa menurut fakta yang penulis dapatkan, wanita di Indonesia tidak sepenuhnya bebas dari diskiriminasi. Selanjutnya kemudian penulis memberikan kutipan secara tidak langsung yang berasal dari sang narasumber yang menyatakan bahwa budaya patriarki yang ada di Indonesia menjadi salah satu penyebab mengapa perempuan di Indonesia masih cenderung mengalami diskriminasi yang pada akhirnya kutipan tersebut mendukung pernyataan sang penulis. Hal yang sama juga ditemukan pada paragraf 8 dan juga paragraf 10, dimana penulis kembali menempatkan narasumber sebagai seseorang yang mendukung pernyataan yang dibuat oleh sang penulis.

Hal ini juga menunjukkan hubungan penulis dengan topik yang diangkat. Penulis bersifat kritis terhadap topik yang sedang dibahas, seperti pada paragraf 1 kolom 1, penulis kemudian langsung memberikan pendapatnya yang tidak setuju dengan pernyataan narasumber yang mengatakan bahwa hak perempuan telah mempunyai dasar hukum, yang kemudian penulis mengatakan bahwa kenyataannya masih saja terjadi diskriminasi yang ada terhadap perempuan. Opini penulis juga tercermin pada paragraf 3

HELLO! Indonesia tak menyangka ketika isu ini disinggung, GKR Hemas menuturkan emansipasi justru telah usai. Menurutnya, kini gerakan perempuan sudah cukup banyak dan perempuan sudah tak lagi menjadi ranah domestik saja. Perempuan sudah banyak memiliki aktivitas di luar rumah. Kini bahkan perempuan bisa menduduki jabatan di ranah publik.

Kalimat tersebut menunjukkan bahwa penulis mempunyai pandangan lain terhadap emansipasi wanita. Ketika sang narasumber menyebutan bahwa emansipasi wanita telah usai penulis menyebutkan bahwa dirinya kaget. Hal ini memperihatkan bahwa posisi penulis dalam kalimat tersebut tidak sependapat mengenai persoalan emansipasi wanita.

Hal serupa juga terlihat pada paragraf 12, disini dilihat bahwa penulis sebagai wartawan tidak hanya berperan sebagai penyampai pesan namun ia menginterpretasikan pesan yang ia dapat dari narasumber baru kemudian ia sampaikan pada khalayak melalui tulisan tersebut. Dari hal ini penulis menentukan apa yang dikonsumsi oleh khalayak.

Kepedulian GKR Hemas akan hak-hak perempuan dan aktivitasnya di berbagai organisasi, membawanya pada kenyataan pahit tentang posisi peran perempuan masih termarjinalisasi dalam masyarakat. Ketika membicarakan hal tersebut, mata sang Ratu mendadak berkaca-kaca. Suaranya menjadi lirih dan tampak ia berusaha menahan emosi. “Saya menyaksikan sendiri bagaimana kemampuan perempuan disalahgunakan, perempuan dijadikan objek, bukan subjek. Di daerah perbatasan, para TW diperjualbelikan. Ada kerja sama antar oknum dan menghasilkan pemasukan miliaran rupiah”

Paragraf di atas menjelaskan hal apa yang di bicarakan oleh sang narasumber dengan penulis, Ketika membahas topik penulis lebih dulu memancing sang narasumber, tentu saja hal ini berkaitan tentang penentuan topik itu sendiri, karena jelas topik dari sebuah artikel ditentukan oleh sang penulis. Hal ini akan dibahas lebih mendalam pada bagian praktik diskursus.

Sedangkan dalam hubungan narasumber dengan topik tersebut dapat dilihat dari tanggapan yang diberikan oleh sang narasumber. Salah satunya ialah kutipan yang terdapat dalam paragraf 1

Sang Ratu beranggapan bahwa kini bukanlah saatnya untuk membicarakan emansipasi. ‘‘Karena kini hak-hak perempuan sudah mempunyai dasar hukum,’’ ujar GKR Hemas membuka perbincangan siang itu

Bagi narasumber topik mengenai emansipasi wanita bukanlah sesuatu yang harus diambil pusing lagi, karena menurutnya hal tersebut sudah mempunyai dasar hukum. Berbeda dengan jaman dahulu yang memang dapat dibilang mempunyai peraturan dan budaya yang berbeda juga. Hal ini dijelaskannya lagi pada paragraf 4

Setelah era Kartini, kita bisa membuktikan kalau ternyata perempuan mempunyai kemauan (dan kemampuan) untuk mengubah dirinya, meningkatkan ilmu, dan memiliki cita-cita. Namun, saya melihat masih ada yang mengganjal dari sisi budaya. Contohnya budaya yang percaya kalau jabatan istri tak boleh lebih tinggi dari suami,” jelas GKR Hemas tentang ketidakadilan peran dalam keluarga.

Dari paragraf diatas terlihat bahwa narasumber mempunyai pandangan positif terhadap emansipasi wanita, walaupun ia mengakui masih adanya pelanggaran mengenai emansipasi wanita. Namun terlihat bahwa narasumber mempunyai pandangan positif, yang dimaksud ialah bahwa narasumber berpendapat bahwa emansipasi wanita tidak terasa seberat ketika jaman dahulu, hal ini ia sebutkan lagi dalam paragraf 7 dan paragraf 9. Pada paragraf 9 narasumber menceritakan pendapat suaminya mengenai emansipasi wanita itu sendiri, dan dalam paragraf tersebut dapat terlihat bahwa suami narasumber juga mempunyai pandangan positif terhadap emansipasi wanita. Apa yang dituturkan oleh narasumber semuanya mengarah bahwa emansipasi wanita sudah berjalan baik namun memang perlu adanya sebuah usaha untuk mempertahankan hal tersebut. Berbeda dengan opini penulis yang masih melihat bahwa emansipasi wanita masih diperlukan dan belum dijalankan dengan baik di Indonesia.



Kepedulian GKR Hemas akan hak-hak perempuan dan aktivitasnya di berbagai organisasi, membawanya pada kenyataan pahit tentang posisi peran perempuan masih termarjinalisasi dalam masyarakat.

Penggunaan kata “kenyataan pahit” merupakan pernyataan penulis dalam memaknai isu yang sedang dibicarakan dengan sang narasumber



  1. Identitas

Berdasarkan isi teks yang mengangkat isu mengenai emansipasi wanita, penulis mengidentifikasikan dirinya sebagai pihak luar yang mengkritisi topik tersebut. Penulis mempunyai anggapan yang berbeda dengan narasumber dan dapat dilihat bahwa penulis disini menentukan hal yang dibicarakan dengan narasumber, penulis terus menerus mengangkat mengenai fakta bahwa emansipasi wanita belum berjalan dengan baik di Indonesia, hal ini dilihat dari bagaimana penulis menempatkan kutipan sang narasumber. Dalam artikel tersebut penulis memberikan maknanya sendiri terhadap isu tersebut dan kemudian diikuti oleh kutipan yang diberikan narasumber yang mendukung makna yang telah diberikan oleh sang penulis. Penulis dalam artikel tersebut lebih banyak memaknai pernyataan dari narasumber, hal ini dapat dilihat pada paragraf 1 dan paragraf 12. Di kedua paragraf tersebut penulis memberikan opininya terhadap isu tersebut.

Sesuai dengan isi teks yang mengangkat isu mengenai emansipasi wanita, penulis mengindentifikasikan diri mereka sebagai pihak luar yang mendukung isu tersebut. Penulis lebih banyak mengutip pernyataan sumber dan tidak banyak memaknai. Ia lebih banyak memaparkan dibandingkan memaknai pernyataan dari sumber.

Penulis menyebutkan dirinya dengan sebutan HELLO! Indonesia, hal ini memperlihatkan bahwa penulis tidak merepresentasikan khalayak maupun narasumber. Dalam artikel tersebut penulis berdiri sendiri merepresentasikan medianya. Artinya, penulis merepresentasikan dirinya sebagai pihak yang mandiri, disini ia memperlihatkan opininya sendiri yang berbeda dengan narasumber, dan ia melihat bahwa narasumber merupakan seseorang yang mempraktikan emansipasi wanita.


        1. Rubrik Heart to Heart Edisi Mei 2015

  1. Representasi

    1. Representasi dalam Anak Kalimat

Dalam analisis representasi di tingkat anak kalimat, analisis akan dilakukan terhadap pilihan kata dan tata bahasa yang dapat menunjukkan pandangan reporter (penulis teks berita) yang melatar belakanginya. Terhadap teks yang berjudul “Reza Artamevia Cinta Telah Membawanya Kembali” yang diambil dari rubrik heart to heart majalah HELLO! edisi Mei 2015

Tabel 4.15 Representasi Anak Kalimat HTH Edisi Mei 2015

Sumber : hasil penelitian



Posisi

Teks

Jenis Representasi

Paragraf 1

Kolom 1


Kisah yang dituturkan oleh Reza Artamevia (42) kepada HELLO! Indonesia bukan untuk menjawab rasa penasaran Anda mengenai berbagai berita miring yang pernah mewarnai perjalanan hidupnya.

Tata Bahasa : Partisipan

  1. Kisah : cerita tentang kejadian dalam kehidupan seseorang

  2. Menjawab : memenuhi; menanggapi

  3. Rasa : tanggapan hati terhadap sesuatu; (2) pendapat mengenai baik atau buruk, salah atau benar

  4. Penasaran : (1) berkeras hendak berbuat sesuatu; (2) sangat menghendaki; sangat ingin hendak mengetahui

  5. Berita : (1) cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat; (2) laporan

  6. Miring : (1) berkenaan dengan sisi yang satu lebih tinggi dari sisi yang lain; rendah sebelah; tidak datar; (2) tidak tegak lurus; condong; (3) agak gila; kurang waras; sinting;

  7. Mewarnai : (1) memberi berwarna; mengecat (2) menandai; (3) mempengaruhi

  8. Perjalanan : (1) perihal; (2) kepergian dari suatu tempat; (3) jarak yang dicapai dengan berjalan dalam waktu yang tertentu

Paragraf 3

Kolom 1


Hari itu, momen sosok sang diva, Reza Artamevia kembali. Penampilannya masih sama seperti dulu, suaranya tetap mantap dan menggoda.


Tata Bahasa : Keadaan

  1. Momen : waktu yang pendek; saat

  2. Sosok : (1) bentuk wujud atau rupa; (2) bayangan badan; (3) tokoh pribadi

  3. Diva : seorang penyanyi perempuan yang sangat sukses dan terkenal

(Cambridge online dictionary(

  1. Penampilan : proses, cara, perbuatan menampilkan

  2. Tetap : tidak berubah

  3. Mantap : (1) tetap hati; kukuh; kuat (2) tetap; tidak ada gangguan; stabil

  4. Menggoda : (1) mengajak supaya berbuat dosa atau berbuat jahat; (2) menganggu; mengusik

Paragraf 8

Kolom 3


Dengan album baru dan totalitasnya untuk berkarya, tampaknya Reza benar-benar sudah siap untuk kembali menghadapi lampu sorot dunia hiburan.


Tata Bahasa : Tindakan

  1. Totalitas : keutuhan; keseluruhan; kesemestaan

  2. Berkarya : (1) mempunyai pekerjaan tetap; berprofesi; (2) mencipta

  3. Benar-benar : sungguh-sungguh

  4. Sudah : (1) telah jadi; telah sedia; selesai

  5. Siap : (1) sudah disediakan; (2) sudah selesai; (3) sudah bersedia;

  6. Lampu : alat untuk menerangi

  7. Sorot : sinar, cahaya

Paragraf 12

Kolom 3


Keteguhan prinsip Reza dalam mengutamakan dunia pendidikan terlihat ketika Zahwa mengeluhkan betapa banyaknya tugas sekolah yang membuatnya kewalahan. Dengan bijak Reza menjelaskan kepada buah hatinya bahwa hal itu justru menjadi alasan bagi Reza untuk memasukkan dirinya ke sekolah itu.

Tata Bahasa :

  1. Keteguhan : kekuatan atau ketetapan (hati, iman, niat)

  2. Prinsip : asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak); dasar

  3. Mengutamakan : menjadikan (memandang) utama; menganggap lebih penting (perlu); mementingkan; mendahulukan; menitikberatkan

  4. Kewalahan : menderita putus asa karena tidak sanggup lagi menjalankan tuas; tidak sangup lagi memenuhi tugas, pekerjaan

  5. Bijak : (1) selalu menggunakan akal budinya; pandai; mahir; (2) pandai bercakap-cakap

Paragraf 16

Kolom 4


Walaupun terdengar seperti ibu yang terobsesi dengan pendidikan , sebetulnya Reza juga memahami arti besar minat dan bakat diluar pendidikan formal.

Tata Bahasa : Peristiwa

  1. Terobsesi : kena obsesi (gangguan jiwa berupa pikiran yang selalu menggoda seseorang dan sangat sukar dihilangkan

  2. Memahami : (1) mengerti benar; mengetahui benar; (2) memaklumi; mengetahui

  3. Arti : (1) maksud yang terkandung; makna; (2) guna; faedah

  4. Besar : lebih dari ukuran sedang; lawan dari kecil

Paragraf 18

Kolom 4


Apa adanya.

Tata Bahasa Keadaan

  1. Apa : pengganti sesuatu yang kurang teran

  2. Ada : (1) hadir; telah sedia; (2) mempunyai; (3) benar; sungguh

Pada teks “Reza Artamevia Cinta Telah Membawanya Kembali” yang diambil dari rubrik heart to heart majalah HELLO! edisi Mei 2015, penulis pada awal paragraf mencoba memberikan gambaran mengenai sang narasumber, pada paragraf 1 kolom 1 penulis menuturkan adanya berita miring mengenai sang narasumber. Kiasan "berita miring" mempunyai arti sebagai berita yang kebenarannya dipertanyakan. Penulis menyebutkan bahwa berita-berita tersebut sempat memenuhi hidup sang narasumber, hal ini dituturkan penulis dengan menggunakan kata "mewarnai perjalanan hidupnya. Dalam KBBI "mewarnai" mempunyai arti sebagai "memberi warna" atau dalam konteks tersebut diartikan sebagai "mempengaruhi". Dalam kalimat tersebut penulis hendak menyampaikan bahwa apa yang ditulis oleh penulis dan apa yang dikutip oleh penulis mengenai sang narasumber bukanlah termasuk berita miring yang sempat mempengaruhi hidup sang narasumber.

Kemudian ditemukannya kembali penggambaran tentang sang narasumber pada paragraf 3 kolom 1. Dalam kalimat tersebut penulis memberikan opininya mengenai bagaimana sosok sang narasumber. Hal ini dituturkan oleh penulis dengan menyebut narasumber sebagai seorang "diva". Cambridge online dictionary mengartikan kata "diva" sebagai seorang penyanyi yang terkenal dan sangat sukses. Dalam kalimat tersebut penulis menjuluki narasumber sebagai seorang penyanyi terkenal yang sangat sukses, ia juga kemudian menggambarkan bahwa penampilan sang narasumber tidak berubah dari dulu. Namun kata-kata tersebut merupakan interpretasi sang penulis terhadap sang narasumber, karena tidak adanya khalayak publik atau pun pernyataan yang mendukung kalimat tersebut.

Dalam paragraf 8 kolom 3 penulis kembali memberikan opininya terhadap sang narasumber. Dalam kalimat tersebut penulis menceritakan mengenai album baru dan mengucapkan bahwa narasumber mempunyai "totalitasnya untuk berkarya". Kata tersebut memberikan gambaran bahwa sang narasumber telah mencurahkan ksegalanya untuk menciptakan album barunya. Kata "totalitas" dalam KBBI diartikan sebagai "keseluruhan" dan kemudian penulis juga menggunakan "benar-benar sudah siap" adanya makna ganda terhadap perpaduan kata tersebut. Dalam KBBI "benar-benar" mempunyai arti yang sama dengan "sungguh-sungguh" dan kata "sudah" mempunyai arti "telah sedia" kemudian kata tersebut dilanjutkan dengan kata "siap" yang dalam KBBI diartikan sebagai "sudah bersedia" secara tidak langsung penggabungan kalimat tersebut menyimpulkan bahwa sang narasumber sungguh-sungguh siap.

Adanya penekanan terhadap penggunaan kata tersebut bahwa Reza "sangat siap". Kemudian dalam paragraf tersebut juga sang penulis menggunakan kata "lampu sorot" untuk menggambarkan dunia hiburan yang ditinggali oleh sang narasumber. Kata "lampu sorot" menggambarkan dalam dunia hiburan sang narasumber selalu diterangi dan diinterpretasikan bahwa kata tersebut menunjukkan bahwa fokus dari dunia hiburan ialah sang narasumber.

Kemudian pada representasi anak kalimat penulis menyinggung topik yang ingin ia usung yaitu mengenai pendidikan. Dalam paragraf 12 kolom 3 penulis menjabarkan bahwa narasumber mempunyai suatu keteguhan prinsip dalam mengutamakan pendidikan. Kata "prinsip" dalam KBBI diartikan sebagai "kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir dan bertindak", penulis memberikan gambaran bahwa narasumber mempunyai pokok dasar pikiran yang mengutamakan pendidikan, yang artinya narasumber mendahulukan pendidikan dari segalanya.

Kata "keteguhan" juga digunakan penulis untuk menggambarkan pendapat narasumber tersebut "keteguhan" dalam KBBI ditetapkan sebauah "ketetapan" atau "kekuatan" yang bila kalimat tersebut disimpulkan mempunyai makna bahwa sang narasumber berpegang teguh pada pola pikirnya bahwa pendidikan memang hal yang penting sehingga harus didahulukan. Disini juga penulis menggambarkan bagaimana sang narasumber berhadapan dengan topik tersebut, kata "bijak" digunakan penulis untuk menggambarkan respon narasumber terhadap anaknya yang mempunyai pandangan berbeda mengenai topik pendidikan. Kata "bijak" sendiri dalam KBBI diartikan sebagai "selalu menggunakan akal budinya" atau orang yang pandai. Disini penulis menggambarkan bahwa sang narasumber mengepentingkan pendidikan dan bahwa dirinya pun ialah seseorang yang berpendidikan.

Pada paragraf 16 penulis menggambarkan hubungan narasumber dengan topik tersebut. Penulis menggunakan kata "terobsesi" untuk menggambarkan hubungannya dengan isu pendidikan, penggunaan kata "obsesi" ini merupakan sebuah kiasan yang ditujukan untuk memberikan gambaran bahwa sang narasumber memang benar-benar memperhatikan pendidikan. Kemudian penulis dalam kalimat selanjutnya menjelaskan bahwa narasumber juga memahami tentang konsep minat dan bakat diluar pendidkan formal. "Memahami arti besar" diartikan bahwa sang narasumber sangat memahami terhadap permasalahan mengenai minat dan bakat diluar pendidikan formal tersebut.

Adanya hal yang menarik pada paragraf 18 kolom 4. Sebagai kalimat penutup penulis hanya menuturkan kata "apa adanya". Kata tersebut memperlihatkan sebagai sebuah penekanan, hal ini disimpulkan karena penempatan kata tersebut sebagai penutup artikel. "Apa adanya" dimaksudkan sebagai penggambaran terhadap khalayak yang menyukai Reza, hal ini kemudian akan dibahas secara mendalam pada analisis relasi.



    1. Yüklə 457,08 Kb.

      Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin